REGHA
Pernah mendengar ungkapan "Don't judge a book from its cover"? Atau jangan menilai kacang dari kulitnya?(bener ada nggak sih ungkapan ini? Temenku yg kasih tahu. Padahal setahuku cuma ada ungkapan 'seperti kacang lupa kulitnya'. Bodo ah! Kalian ngerti kan maksudnya?hehehe. . . ). Sebelum ini aku tak pernah peduli untuk meluangkan sedikit waktuku supaya aku lebih memahami ungkapan itu. Kukira itu hanya ungkapan biasa-biasa saja yg cuma ada dalam pelajaran SMP atau SMA. Tidak bermakna dan nggak perlu aku ingat.
Tapi ungkapan itu terus terngiang ditelingaku. Apalagi setelah aku sedikit lebih mengenal orang-orang yg biasanya hanya kulihat dari jauh.
Yang pertama Zaki!
Kesan pertamaku adalah dia seorang pemarah, sombong dan selalu merasa berada diatas awan. Aku nyaris berpikir bahwa dia adalah seorang superegomaniak sinting yg terbiasa memerintah, dan luar biasa nyeremin. Keresahan yg kurasakan saat berada didekatnya berbeda dengan keresahan yg kurasakan pada Mas Rizky. Kalau pada Mas Rizky, ketidaknyamanan yg dulu kurasakan saat didekatnya lebih karena segan dan menghormati. Tapi Zaki. . . . , dia nyeremin dalam artian yg sebenarnya. Bayangan wajahnya yg marah, mata melotot serta bentakan murkanya masih kuingat dengan jelas hingga kini. Dia cocok untuk jadi pemeran antagonis dalam sinetron-sinetron ga jelas yg banyak tayang di Tv kita.Semua itu ditunjang dengan roman mukanya yg memang terkesan tegas dan aristokrat banget. Sepertinya, diantara kontur wajah indo nya, dia sedikit mewarisi gen ibunya jg. Masih kuingat sedikit sosok wanita yg photonya pernah kulihat di rumahnya. Meski wajah Zaki emang asli produk campuran dua ras yang berbeda. Hidungnya yg mancung dan lurus, disertai tulang hidung yg tinggi dan tampak garis samar diatas belahan bibirnya membuat sorot mukanya sedikit terkesan angkuh. Tubuhnya yg tinggi besar dan selalu berjalan tegap pun cukup membuatnya menonjol. Dia punya tubuh seorang perenang yg memiliki bahu lebar, dada bidang dan garis pinggang melengkung sempurna, menyempit dg pas dipinggul untuk ukuran tubuhnya. Dan juga gaya berpakaian dan semua atribut serta kendaraan yg dia pakai membuatnya nyaris tampak tak tersentuh. Hampir semua bajunya terlihat seperti khusus dijahit untuk tubuhnya. Pas dan membungkus tubuhnya dg bagus namun tetap menampilkan struktur tubuhnya yg menarik. Melebar dibagian dada, dan menyempit dipinggang. Bahkan t-shirt yg dia pakai juga terlihat pas. Kok bisa ya?
Aku juga pernah sedikit mencari-cari opini dari beberapa orang mahasiswa. Zaki memang dikenal agak sombong dan bergaul dengan orang-orang tertentu. Anehnya, semua itu bertentangan dengan hasil wawancara yg kulakukan dengannya.
Seperti permintaannya dulu, aku menghindari topik yg berhubungan dengan keluarga atau panti jompo yg berada dalam penanganannya. Dari wawancaraku, yg bisa kutangkap, Zaki adalah seorang pemuda yg matang untuk ukuran usianya. Dia tahu apa yg ingin dia lakukan, atau yg sedang dia lakukan. Sikap tegas dan percaya diri yg dia tunjukkan lebih karena sifatnya yg memang pemimpin. Zaki tahu kalau dia memiliki posisi yg tidak hanya berefek pada dirinya, tapi juga orang-orang disekitarnya. Baik itu teman-teman atau pekerja dibawahnya.(Dia tetap memintaku tidak mencantumkan ungkapan 'pekerja dibawahnya' tadi. Sok feodal banget. Dan aku sama sekali gak ngerti apa maksudnya. )
Saat kutanya apa pendapatnya tentang orang yg menganggapnya sombong dan bergaul dengan orang-orang tertentu saja, dia tertawa dan bertanya, apa orang-orang yg memberikan opini itu pernah mencoba berhubungan dengannya?
Aku tak bisa menjawabnya. Zaki bilang, itu hanya pendapat orang yg tak mengerti apa pun tentang dirinya. Dan dia tak peduli pada pendapat mereka. Yang jelas, saat orang bersikap baik dan menghormatinya, Zaki pun akan membalasnya dengan kebaikan dan hormat. Tapi saat mereka acuh dan diam saja, diapun tak mau bersusah payah mendekati mereka. Toh hidupnya terus berjalan tanpa mereka. Lain jika mereka memang mencari gara-gara.
Aku sendiri tak bisa membantahnya. Bener juga kan? Bagaimana dia bisa akrab dengan orang-orang itu kalau mereka tak mencoba mendekatinya? Nggak lucu juga kalau tiba-tiba dia bersikap sok asyik dan akrab. Yang ada mereka pasti memandangnya dg aneh. Saat kukemukakan alasan bahwa mungkin mereka hanya segan, Zaki hanya mengangkat bahu dan berkata, itu hak mereka. Dia tak punya kuasa untuk meminta mereka bersikap lain.
Aku tentu saja tak bisa langsung menerima fakta bagus tentang dirinya. Karena itu aku mencoba mewawancarai beberapa pegawainya di panti. Yg mengherankan, sosok Zaki dimata mereka adalah sosok atasan yg tegas, adil, memiliki etos kerja menakjubkan dan memperhatikan kesejahteraan karyawan.
Reaksiku? Langsung mendengus keras, berusaha membantah dan mencari-cari hal lain yg aku yakin mereka sembunyikan karena takut. Bener-bener nggak mungkin orang nyeremin kaya dia memiliki semua kualitas yg mereka katakan tadi. Apalagi bagian terakhir, dimana mereka menyebutkan bahwa dia memperhatikan kesejahteraan karyawan. Orang tengil itu? Omong kosong? Orang sikapnya padaku gak berubah dari awal dulu. Suka bentak-bentak, ngomel-ngomel dan senang mencari-cari kesalahan pada setiap hal yg kukerjakan.
"Itu kan hanya karena Pak Zaki ingin pegawainya bekerja dengan benar. Memberikan pelayanan yg terbaik, dan menghindari kekecewaan para penghuni panti. Pak Zaki memang serius sekali dalam pekerjaan. Dan kalau ada pegawainya yg main-main, dia memang akan dengan tegas menindaknya. Tapi jika pegawainya bekerja dengan benar, disiplin dan sesuai dengan yg diharapkan, beliau tak segan-segan memberikan penghargaan, dan akan memperhatikan semua hal yg menyulitkan mereka," jelas Pak Arya, salah satu pegawai Zaki yg senior.
"Iya Gha!. Kemarin saja, waktu ayahku masuk rumah sakit, Pak Zaki yg menanggung semua biayanya," imbuh Rasti, rekan kerjaku,(Maksudnya pangkatnya sama denganku.)
"Pak Zaki juga yg memberiku modal buat kawin kemaren," tambah Agus, salah satu staff administrasi.
"Dan dia juga yg memastikan agar kami semua memiliki asuransi jiwa," jelas Rusi, salah satu satpam jaga.
Dengan kata lain, ketegasannya dalam bersikap memang diperlukan!
"Jadi kesimpulannya, kalau memang dia marah-marah terus padaku, berarti kerjaanku masih belum ada yg beres dong?" celetukku waktu itu. Mereka semua cuma mesem menjawabnya.
SIALAN!!!!
Aku masih nggak terima! Karena itu aku mencari tahu kehidupannya sebelum berada di Indonesia! Hasilnya? Wakil kepala sekolahnya yg kuhungi lewat email mengatakan bahwa Zaki adalah 'a straight A's student', baik dalam sosial dan mempunyai beberapa prestasi dalam bidang olahraga renang!
NGGAK TERIMAAAAAAAAAAAAAAAAA!!!!!!!!!
Anjrit!!!
Aku benar-benar berharap bisa menulis laporan yg berlawanan dengan fakta yg kutemukan. Tapi sialnya akupun sadar kalau aku harus obyektif dan mengesampingkan semua pendapat pribadiku.
Menyenangkan sekali!
DAMN HIM!
Yang kedua adalah Emma!
Bagiku, Emma adalah cewek yg paling cantik,gaul, seksi, menarik dan nilainya diatas rata-rata. Dia selalu tampil modis, wangi dan menawan. Silahkan mendengus hebat, tapi opiniku ini telah disetujui oleh hampir seluruh mahasiswa yg ada dikampusku. Tidak satupun dari mereka yg akan mengatakan "Tidak!" kalau diminta jadi pacarnya. Kecuali mungkin Regi.
"IKKE?!!! Jadi pacar si Emma? OH MY GOSH!!!! NOOOO!!!! Amit-amit jabang bayiiiii!! Apa kata dunia entar?!!! Jangan sampe ikke kejadian tujuh turunan, delapan tanjakan dan sembilan belokan! Emang ikke lesbong?! Ikke jauh lebih seksi daripada kuntilanak sarap itu! Ikke bisa multi goyang! Dari ngebor, patah-patah, gergaji, kayang sampe ngangkang. Diana cuman bisa ngangkang doang Ciiinn!!! Em?!!"
Itu komentar Regi saat kutanya apakah dia mau kalo diajak jadian sama Emma! Bagi yg bingung dia ngomong apaan, buka kamus gaul kalian! Wkwkwkk. . .
Ok, balik ke Emma! Serius nih! Dia bener-bener cewek idaman semua mahasiswa sini. Aku aja nge-fans sejak pertama kali ngeliat. Waktu itu, aku masih mahasiswa baru dan lagi nongkrong dikantin ma beberapa temen. Enak-enak ngegosip (Yes, ladies! Dengan sangat bangga aku bilang kalo cowok juga ngegosip!) film bokep baru, tiba-tiba saja ada kasak-kusuk heboh dari beberapa kelompok lain yg juga ngejagor didepan kantin. Karena tertarik, aku, Alvin dan yg lain ikut keluar. Dan saat itulah dia lewat.
Dia berjalan dengan langkah anggun bak model sabun colek. Melenggang dengan santai. Kakinya yg memakai high heels setinggi Monas (Iya! Gw tau gak mungkin! Pokoknya high heelsnya tinggi banget!hehehe. . .) tampak begitu jenjang. Tubuhnya yg terbalut baju yg ngepas dibadannya terlihat seksi bin bohay. Dan dari jarak beberapa meter, bau parfumnya ("Yg bau nya kaya punya kuntilanak!" serobot Regi nyolot dibelakangku)langsung tercium.
Karuan aja para begundal yg ada disana geger luar biasa meihat penampakan alaihimnya. Beberapa dari mereka mengeluarkan gonggongan menggoda. Tapi ada satu dari mereka yg memanggilnya, " Emma!!"
Dia menoleh diiringi oleh kibasan rambutnya yg layak jd iklan shampoo!! ("Bwaahh!!! Orang telor kutunya segede telor burung onta gitu?" cibir Regi lagi dibelakangku.)Saat itu juga aku naksir berat padanya.
Itu dulu!
Beberapa waktu kemarin, aku mencari Zaki untuk menagih janjinya yg mau untuk kuwawancarai. Aku, Vivi dan Regi (yg satu ini maksa buat ikut!) menemukannya sedang ngumpul bareng genk nya disudut kampus. Dan Emma sedang menempel rapat padanya.
"Ki!!" panggilku dan mendekatinya. Saat melihatku dia segera meminta Emma untuk pindah. Wajahnya yg semula santai berubah menjadi serius. Dia bangkit dan mendekatiku yg berhenti tak jauh dari tempat mereka duduk.
"Ada apa?" tanyanya dengan nada tegang.
Aku waktu itu jadi sedikit heran, untuk sesaat bengong bingung. "Eh. . . , nggak! Ini. . . , cuma mo wawancara aja. Inget kan yg aku bilang beberapa waktu kemaren?"
Sejenak dia terdiam tapi tak lama kemudian kembali rileks. "God!! You surprised me! Aku pikir ada masalah di. . . ," dia tak meneruskan kalimatnya. Tapi aku tahu apa yg dia maksud.
"Wawancara? Buat apa Babe?" tanya Emma yg sudah menyusul Zaki.
"Eh halo Emma!" sapaku ramah. Regi langsung menyikut pinggangku. "Apaan sih?" gerundengku pelan.
"Cari muka Cin? Ga usah sampe ngiler gitu deh," sindirnya dengan sudut bibirnya pelan.
"Kemaren ada juga yg minta buat wawancara aku. Buat apa sih?" tanya Emma sembari mengibaskan rambutnya kebelakang. Aku langsung dibuat bengong dengan pesonanya..
"Cin?" panggil Regi pelan dengan cubitan kecil menyakitkan dipinggangku.
"AOOWW!!!" pekikku keras. "Sakit bencong!" gerundengku padanya yg cuma kembali mencibir. Aku segera kembali berpaling pada Emma yg masih menunggu jawabanku. "Eh. . . a-anu Em. Ini, buat artikel buletin kampus," jawabku dan tersenyum grogi.
"Terus, elo yg wawancara Babe gue?" tanyanya dengan tangan yg melingkar dilengan Zaki.
Aku cuma diam melihat tangan mereka yg bertautan dengan iri. Kenapa cowok sengak ini selalu memiliki yg terbaik sih? Nggak adil, batinku kesel. Aku segera mencoba menguasai diri dan mengangkat wajahku. Baru kusadari kalau Zaki menatapku dengan pandangan aneh.
"Kamu belom jawab pertanyaannya," tegurnya kemudian membuatku semakin gugup.
"Eh. . . , i-iya Em!" jawabku pada Emma.
"Fine! Kalo gitu, gue mau lo juga yg interview gue. Gue gak mau ama yg laen. Right Babe?" rajuk Emma manja dan menatap Zaki dengan tatapan memuja.
Anjrit!!
Aku berpaling pada Vivi yg sedari tadi diem dg muka masam Jelas-jelas tidak menyukai kehadirannya disini. Juga Regi yg masih cemberut kesal. "Gimana nih?" tanyaku pada mereka.
"Lo hubungi aja Mas Angga. Tanya bisa apa nggak. Gue ga tahu siapa yg ditugasin kemaren," usul Vivi akhirnya.
"Sebentar!" kataku pada mereka dan mengeluarkan ponselku. Setelah menerangkan sejenak situasinya, akhirnya Mas Angga membolehkanku. "Ya Mas. Baiklah!" jawabku dan langsung menutup ponselnya.
"Hei Zake! Mau apa bencong-bencong ini?" tanya salah seorang teman Zaki yg tahu-tahu sudah ada didekat kami. Aku menoleh sedikit kaget. Keningku sontan berkerut tak senang dengan komentarnya tadi. Aku tahu aku sering menggunakan kata bencong untuk mencela Regi, tapi aku memakainya dalam konteks bercanda. Tapi saat cowok itu memakainya, aku bisa merasakan kesinisan kata itu dengan jelas.
"Buta ya lo? Gue cewe!" bentak Vivi tanpa menutupi kemarahannya.
"WHOAAAHH!!! Ada patung Ganesha bisa ngomong?!!" seru cowok tengil tadi dengan ekspresi takut yg dibuat-buat.
"Bisa kita lakukan ditempat lain?" tanyaku cepat pada Zaki sembari berusaha menahan diri. Zaki mengangkat bahu dan mengikuti kami.
"Hei Zake?!!" panggil temannya tadi.
"Tunggu sebentar disana. I'll be quick!" sahut Zaki tanpa menoleh.
Moodku jadi buruk selama wawancara berlangsung. Dan hal itu masih ditambah dengan hasil interviewku dengan Emma.Sepertinya ungkapan 'Dumb Blond' di Amrik sana harus diganti dengan 'Dumb Black' dinegara kita. Imej Emma yg selalu keren dimataku langsung roboh dalam hitungan menit. Baru aku sadari kalo dia ga lebih dari cewek cantik yg shallow, narsis dan hanya bagus dibungkusnya doang. Selama wawancara, dia cuma menjawab pertanyaan-pertanyaanku dengan jawaban singkat sementara matanya menatap Zaki terus dengan memuja. Sesekali dia cekikikan.
Saat kutanya cita-citanya apa, dia menjawab ingin jadi Ibu Rumah Tangga dan membesarkan anak-anak Zaki. Ambisi terbesarnya apa? Menikah dengan Zaki. Hal yg paling disukainya? Shopping, spa dan Zaki. Aku hampir putus asa dan menoleh pada Regi dan Vivi untuk bantuan.
"Kalo gitu, giliran gue yang nanya ya Em, Zaki?" kata Vivi. Dan dia segera mengajukan beberapa pertanyaan pada mereka berdua. Satu hal yang harus kalian ketahui, dibalik tubuh suburnya, Vivi adalah salah satu cewek dikampus ini yg punya pengetahuan luas. Dia hobi banget baca dan ngikutin semua berita-berita di tv, koran dan internet. Hampir dalam semua bidang dia bisa nyambung. Dan kali ini dia menunjukkannya dengan mengajukan beberapa pertanyaan yang berhubungan dengan politik dinegara kita, pelanggaran hak asasi manusia di Jalur Gaza, perkembangan teknologi di Jepang, sampe isu perang nuklir.
Zaki sih tenang-tenang saja dan menjawab semua pertanyaan Vivi dengan mata yg diliputi kegelian dan sedikit heran. Tapi Emma tak bisa menjawab satupun pertanyaan-pertanyaan itu. Dia cuma tertawa kecil sembari kembali mengibaskan rambutnya.
Aku dan Vivi sejenak saling berpandangan dengan reaksinya. Regi mendengus keras.
"Minggir capcus! Kalian mah nanyain pertanyaan yang salah," serobotnya sedikit sinis. Dia berpaling pada Emma dan mengeluarkan senyum manisnya yg berarti dia sedang luar biasa jengkel. "Emma, sepatunya bagus deh. Pasti beli di butik ya? Jimmy Choo kan?" tanyanya dengan nada halus.
"Eh lu tau ya? Emang. Kemaren ada diskon gede di gerai langganan gue. Koleksinya bener-bener keren abis!" Dan untuk beberapa menit kemudian mereka ngerumpi asyik soal sepatu, baju, designer, salon sampe tempat ngeceng yang gaul.
Kali ini aku dan Vivi yang bengong. Giliran aku yang melongo gak ngerti. Siapa juga yang kenal nama designer asal Italia yang ditembak mati oleh gigolo nya? Vivi sendiri ngeh kalo Emma nggak akan nyambung diajakin ngomong soal isu penting dunia. Tapi kalo soal fashion, kecantikan dan entertainment sih langsung connect.
Aku langsung ilang feeling jadinya.
Beberapa saat kemudian Emma pamit untuk kekamar kecil."Taruhan! Begitu diana balik, kuntilanak sarap itu pasti bakal tambah tebel bedak ma lisptiknya. Dan siapin kalian hidung kalian, karena dia bakal ngehabisin stok parfumnya," kata Regi pada kami dengan senyum kecilnya. Dia lalu berpaing pada Zaki. "Seriously Zaki! Why does a jock like you always going out with a bimbo like her? So typical!" sindirnya dengan bahasa Inggris yang membuatku salut. Bener-bener gak nyangka kalo Regi fasih ngecess inggrisnya.
Zaki hanya mengangkat bahu. "She's hot and easy. Bukankah itu sudah cukup!" Hampir bersamaan Regi dan Vivi mendengus kesal.
"Bukankah inner beauty jauh lebih menarik?" celetukku membuat Zaki dan yang lain sontan berpaling padaku. "Nggak bermaksud sok atau muna. Tapi orang sepertimu," aku menunjuk Zaki dengan dagu, ". . . , kukira akan suka dengan orang yang smart!"
"Please! I just wanna have fun! Aku cuma kencan dengannya. Aku ingin orang dengan kualitas yang lebih kalo soal istri. But I'm not about to get married ok? So chill! Lagipula kau tak bisa menyangkal kalau Emma menarik kan? Aku bisa melihat dari caramu memandangnya" sanggahnya santai dengan senyum geli.
"Of course he does!" ujar Regi sinis.
Dan bener saja. Saat Emma kembali, wajahnya terlihat lebih cerah, lipstiknya lebih rata, dan tubuhnya menyebarkan harum parfum diudara.
Ya Tuhan! Regi ternyata bisa dengan benar menebaknya. Sejak itu, she goes from 9 to 5ish in my opinion.
Lalu yang terakhir Mas Rizky!
Mas Rizky yg selama ini kukenal adalah gambaran umum dari cowok pendiam,misterius, dingin dan bahkan sedikit menyeramkan. Seperti yg kukatakan bahwa kami tak pernah sekalipun 'ngobrol' akrab. Setidaknya tidak sebelum aku mengalami insiden yg melibatkan mobil sial si Zaki. Aku akan merasa beruntung kalo bisa ngobrol lebih dari 5 menit dengannya. Selama beberapa bulan bekerja dengan Bu Indri, aku nyaris tak mengenal sosoknya yg sebenarnya. Dia tetap menjadi cowok dingin yg mungkin tak pernah tahu akan keberadaanku, selain sebagai karyawan Ibunya.
Tapi semua itu kini berubah!
Mas Rizky adalah sosok yg hangat, super baik, humoris, santai dan enak banget diajak ngobrol. Kekagetanku saat dia dengan hangatnya menghiburku saat aku menangis dipelukannya, kedermawanannya saat membantuku membayar kerugian Zaki, keramahannya saat berbicara dengan Vivi dan Regi, atau kesantaiannya saat membawaku makan di warung Jawa Timur, tak berhenti sampai disana saja.Kini Mas Rizky dan aku jadi rajin sms an. Bukan sms heboh atau apa. Hanya sms biasa, atau sekedar saling bertukar pesan lucu. Tak jarang pula dia meneleponku. Biasanya kami melakukannya dimalam hari saat Mas Rizky pulang dari Rumah Sakit. Atau pagi hari saat dia hendak berangkat koas.
Aku sering tertawa kecil dengan sms-sms konyol yg dia kirim, sehingga Mbak Rasti, rekan kerjaku di Rumah Makan Bu Indri pernah ngatain kalo aku kesurupan. Aku bisa merasakan kehangatan pribadi Mas Rizky dari sms-sms yg dia kirim. Aku bisa sedikit mengenal bagaimana sosoknya yg asli saat kami ngobrol ditelepon. Sesekali kami saling mengingatkan tentang ibadah,makan atau sekedar beristirahat. Dia membuatku merasa nyaman dan terbuka. Sosoknya benar-benar lain dari orang yg dulu ada di benakku. Malam minggu saat kami nonton di Cineplex adalah saat dimana sosok Mas Rizky yg dingin acuh dan menyeramkan, sirna dari pikiranku. Mas Rizky adalah orang yg menyenangkan, hangat, santai dan nyaman untuk hang out bareng. Dia menghargaiku yg semula sedikit minder krn harus hang out dengannya. Bukannya apa, tapi kami benar-benar dua kutub yg berlawanan.
Saat di Cineplex, aku bisa merasakan perhatian orang-orang disekitar kami pada Mas Rizky. Perawakannya yg tinggi,putih, ganteng dan dengan selera bagus dalam berbusana, mau tak mau membuat kaum hawa memperhatikannya. Bahkan aku bisa melihat beberapa orang cowok yg ikut ngecengin dia.Jelas saja aku minder. Aku yg waktu itu cuma pake jeans belel dan t-shirt jadi ngerasa lusuh banget dibandingkan dia yg rapi dan keren bin gaul abis. Rambutku berantakan dan hanya kusisir dengan jari, sementara rambut Mas Rizky tertata dengan gel. Tampak berkilat dan bergaya. Aku cuma pake sandal jepit murah, sementara Mas Rizky pake sepatu kets yg sebenarnya sudah pernah kulihat, tapi herannya jadi tampak hip di kakinya. Bau tubuhnya pun wangi dengan parfum yg jelas mahal. Aku cuma memakai cologne murah yg iklannya sering tayang di tvv.
Sumpah! Aku ngerasa gembel habis disampingnya. Gak heran kalo ada orang yg berpikir kalo aku jongosnya. Bisa kurasakan pandangan orang-orang disekitar kami.
Tapi yang membuatku heran dan salut, Mas Rizky seolah-olah tak perduli. Dia cuek bebek dengan mereka yang ada disekeliling kami. Perhatiannya jelas tertuju padaku. Dia mengajakku bicara dengan akrab, bercanda dan kadang meraih bahuku. Perbedaan antara kami jelas tak berefek padanya. Dan dia memperlakukanku seakan-akan aku obyek yg menarik. Memperlakukanku seakan-akan aku istimewa. Beberapa cewek cakep bin bohay yang mencoba menarik perhatiannya seolah-olah tak terlihat.Jujur, aku sangat tersanjung dengan sikapnya. Rasa segan dan hormatku padanya kian membesar. Maen bareng dimalam minggu akhirnya menjadi kegiatan rutin kami yang kutunggu-tunggu.
Aku melihat kalender didinding. Hari jum'at besok kuliah libur. Sabtu aku tak ada jadwal kuliah. Hari senin ini tanggal merah. Jadi aku punya hari libur yang cukup panjang. Ingin sekali pulang ke kampung di Majalengka. Sudah kangen sama Mamah, Abah, Asti dan Agus adikku. Aku bisa minta ijin dengan mudah pada Bu Indri, tapi kira-kira aku bisa dapet ijin dari Zaki nggak ya? Aku baru bekerja dengannya selama sebulan, dan dia masih belum mau melepaskanku dari pengawasannya. Entah karena aku memang belum becus, atau memang karena dia seneng ngamuk-ngamuk padaku. Aku pengen banget bisa libur hari minggu ini. Jadi aku nggak perlu buru-buru pulang. Tapi kalo ngebayangin reaksi Zaki. . . .
Hiiiiiihhh!!!!!!
Sedari tadi aku perang batin, antara menghubungi Zaki atau enggak. Kerinduanku dengan keluarga melawan ketakutanku pada Zaki. Jalan mondar-mandir didalam kamar kost tidak membantuku. Entah sudah berapa lama aku melakukannya, sembari bergumam pelan.
Sial! Pokoknya coba aja dulu deh! Perkara ntar diamuk, anggap aja musibah lain, putusku dan segera mencari nomor Zaki yang dulu pernah dia kasih di hp ku.
Pernah mendengar ungkapan "Don't judge a book from its cover"? Atau jangan menilai kacang dari kulitnya?(bener ada nggak sih ungkapan ini? Temenku yg kasih tahu. Padahal setahuku cuma ada ungkapan 'seperti kacang lupa kulitnya'. Bodo ah! Kalian ngerti kan maksudnya?hehehe. . . ). Sebelum ini aku tak pernah peduli untuk meluangkan sedikit waktuku supaya aku lebih memahami ungkapan itu. Kukira itu hanya ungkapan biasa-biasa saja yg cuma ada dalam pelajaran SMP atau SMA. Tidak bermakna dan nggak perlu aku ingat.
Tapi ungkapan itu terus terngiang ditelingaku. Apalagi setelah aku sedikit lebih mengenal orang-orang yg biasanya hanya kulihat dari jauh.
Yang pertama Zaki!
Kesan pertamaku adalah dia seorang pemarah, sombong dan selalu merasa berada diatas awan. Aku nyaris berpikir bahwa dia adalah seorang superegomaniak sinting yg terbiasa memerintah, dan luar biasa nyeremin. Keresahan yg kurasakan saat berada didekatnya berbeda dengan keresahan yg kurasakan pada Mas Rizky. Kalau pada Mas Rizky, ketidaknyamanan yg dulu kurasakan saat didekatnya lebih karena segan dan menghormati. Tapi Zaki. . . . , dia nyeremin dalam artian yg sebenarnya. Bayangan wajahnya yg marah, mata melotot serta bentakan murkanya masih kuingat dengan jelas hingga kini. Dia cocok untuk jadi pemeran antagonis dalam sinetron-sinetron ga jelas yg banyak tayang di Tv kita.Semua itu ditunjang dengan roman mukanya yg memang terkesan tegas dan aristokrat banget. Sepertinya, diantara kontur wajah indo nya, dia sedikit mewarisi gen ibunya jg. Masih kuingat sedikit sosok wanita yg photonya pernah kulihat di rumahnya. Meski wajah Zaki emang asli produk campuran dua ras yang berbeda. Hidungnya yg mancung dan lurus, disertai tulang hidung yg tinggi dan tampak garis samar diatas belahan bibirnya membuat sorot mukanya sedikit terkesan angkuh. Tubuhnya yg tinggi besar dan selalu berjalan tegap pun cukup membuatnya menonjol. Dia punya tubuh seorang perenang yg memiliki bahu lebar, dada bidang dan garis pinggang melengkung sempurna, menyempit dg pas dipinggul untuk ukuran tubuhnya. Dan juga gaya berpakaian dan semua atribut serta kendaraan yg dia pakai membuatnya nyaris tampak tak tersentuh. Hampir semua bajunya terlihat seperti khusus dijahit untuk tubuhnya. Pas dan membungkus tubuhnya dg bagus namun tetap menampilkan struktur tubuhnya yg menarik. Melebar dibagian dada, dan menyempit dipinggang. Bahkan t-shirt yg dia pakai juga terlihat pas. Kok bisa ya?
Aku juga pernah sedikit mencari-cari opini dari beberapa orang mahasiswa. Zaki memang dikenal agak sombong dan bergaul dengan orang-orang tertentu. Anehnya, semua itu bertentangan dengan hasil wawancara yg kulakukan dengannya.
Seperti permintaannya dulu, aku menghindari topik yg berhubungan dengan keluarga atau panti jompo yg berada dalam penanganannya. Dari wawancaraku, yg bisa kutangkap, Zaki adalah seorang pemuda yg matang untuk ukuran usianya. Dia tahu apa yg ingin dia lakukan, atau yg sedang dia lakukan. Sikap tegas dan percaya diri yg dia tunjukkan lebih karena sifatnya yg memang pemimpin. Zaki tahu kalau dia memiliki posisi yg tidak hanya berefek pada dirinya, tapi juga orang-orang disekitarnya. Baik itu teman-teman atau pekerja dibawahnya.(Dia tetap memintaku tidak mencantumkan ungkapan 'pekerja dibawahnya' tadi. Sok feodal banget. Dan aku sama sekali gak ngerti apa maksudnya. )
Saat kutanya apa pendapatnya tentang orang yg menganggapnya sombong dan bergaul dengan orang-orang tertentu saja, dia tertawa dan bertanya, apa orang-orang yg memberikan opini itu pernah mencoba berhubungan dengannya?
Aku tak bisa menjawabnya. Zaki bilang, itu hanya pendapat orang yg tak mengerti apa pun tentang dirinya. Dan dia tak peduli pada pendapat mereka. Yang jelas, saat orang bersikap baik dan menghormatinya, Zaki pun akan membalasnya dengan kebaikan dan hormat. Tapi saat mereka acuh dan diam saja, diapun tak mau bersusah payah mendekati mereka. Toh hidupnya terus berjalan tanpa mereka. Lain jika mereka memang mencari gara-gara.
Aku sendiri tak bisa membantahnya. Bener juga kan? Bagaimana dia bisa akrab dengan orang-orang itu kalau mereka tak mencoba mendekatinya? Nggak lucu juga kalau tiba-tiba dia bersikap sok asyik dan akrab. Yang ada mereka pasti memandangnya dg aneh. Saat kukemukakan alasan bahwa mungkin mereka hanya segan, Zaki hanya mengangkat bahu dan berkata, itu hak mereka. Dia tak punya kuasa untuk meminta mereka bersikap lain.
Aku tentu saja tak bisa langsung menerima fakta bagus tentang dirinya. Karena itu aku mencoba mewawancarai beberapa pegawainya di panti. Yg mengherankan, sosok Zaki dimata mereka adalah sosok atasan yg tegas, adil, memiliki etos kerja menakjubkan dan memperhatikan kesejahteraan karyawan.
Reaksiku? Langsung mendengus keras, berusaha membantah dan mencari-cari hal lain yg aku yakin mereka sembunyikan karena takut. Bener-bener nggak mungkin orang nyeremin kaya dia memiliki semua kualitas yg mereka katakan tadi. Apalagi bagian terakhir, dimana mereka menyebutkan bahwa dia memperhatikan kesejahteraan karyawan. Orang tengil itu? Omong kosong? Orang sikapnya padaku gak berubah dari awal dulu. Suka bentak-bentak, ngomel-ngomel dan senang mencari-cari kesalahan pada setiap hal yg kukerjakan.
"Itu kan hanya karena Pak Zaki ingin pegawainya bekerja dengan benar. Memberikan pelayanan yg terbaik, dan menghindari kekecewaan para penghuni panti. Pak Zaki memang serius sekali dalam pekerjaan. Dan kalau ada pegawainya yg main-main, dia memang akan dengan tegas menindaknya. Tapi jika pegawainya bekerja dengan benar, disiplin dan sesuai dengan yg diharapkan, beliau tak segan-segan memberikan penghargaan, dan akan memperhatikan semua hal yg menyulitkan mereka," jelas Pak Arya, salah satu pegawai Zaki yg senior.
"Iya Gha!. Kemarin saja, waktu ayahku masuk rumah sakit, Pak Zaki yg menanggung semua biayanya," imbuh Rasti, rekan kerjaku,(Maksudnya pangkatnya sama denganku.)
"Pak Zaki juga yg memberiku modal buat kawin kemaren," tambah Agus, salah satu staff administrasi.
"Dan dia juga yg memastikan agar kami semua memiliki asuransi jiwa," jelas Rusi, salah satu satpam jaga.
Dengan kata lain, ketegasannya dalam bersikap memang diperlukan!
"Jadi kesimpulannya, kalau memang dia marah-marah terus padaku, berarti kerjaanku masih belum ada yg beres dong?" celetukku waktu itu. Mereka semua cuma mesem menjawabnya.
SIALAN!!!!
Aku masih nggak terima! Karena itu aku mencari tahu kehidupannya sebelum berada di Indonesia! Hasilnya? Wakil kepala sekolahnya yg kuhungi lewat email mengatakan bahwa Zaki adalah 'a straight A's student', baik dalam sosial dan mempunyai beberapa prestasi dalam bidang olahraga renang!
NGGAK TERIMAAAAAAAAAAAAAAAAA!!!!!!!!!
Anjrit!!!
Aku benar-benar berharap bisa menulis laporan yg berlawanan dengan fakta yg kutemukan. Tapi sialnya akupun sadar kalau aku harus obyektif dan mengesampingkan semua pendapat pribadiku.
Menyenangkan sekali!
DAMN HIM!
Yang kedua adalah Emma!
Bagiku, Emma adalah cewek yg paling cantik,gaul, seksi, menarik dan nilainya diatas rata-rata. Dia selalu tampil modis, wangi dan menawan. Silahkan mendengus hebat, tapi opiniku ini telah disetujui oleh hampir seluruh mahasiswa yg ada dikampusku. Tidak satupun dari mereka yg akan mengatakan "Tidak!" kalau diminta jadi pacarnya. Kecuali mungkin Regi.
"IKKE?!!! Jadi pacar si Emma? OH MY GOSH!!!! NOOOO!!!! Amit-amit jabang bayiiiii!! Apa kata dunia entar?!!! Jangan sampe ikke kejadian tujuh turunan, delapan tanjakan dan sembilan belokan! Emang ikke lesbong?! Ikke jauh lebih seksi daripada kuntilanak sarap itu! Ikke bisa multi goyang! Dari ngebor, patah-patah, gergaji, kayang sampe ngangkang. Diana cuman bisa ngangkang doang Ciiinn!!! Em?!!"
Itu komentar Regi saat kutanya apakah dia mau kalo diajak jadian sama Emma! Bagi yg bingung dia ngomong apaan, buka kamus gaul kalian! Wkwkwkk. . .
Ok, balik ke Emma! Serius nih! Dia bener-bener cewek idaman semua mahasiswa sini. Aku aja nge-fans sejak pertama kali ngeliat. Waktu itu, aku masih mahasiswa baru dan lagi nongkrong dikantin ma beberapa temen. Enak-enak ngegosip (Yes, ladies! Dengan sangat bangga aku bilang kalo cowok juga ngegosip!) film bokep baru, tiba-tiba saja ada kasak-kusuk heboh dari beberapa kelompok lain yg juga ngejagor didepan kantin. Karena tertarik, aku, Alvin dan yg lain ikut keluar. Dan saat itulah dia lewat.
Dia berjalan dengan langkah anggun bak model sabun colek. Melenggang dengan santai. Kakinya yg memakai high heels setinggi Monas (Iya! Gw tau gak mungkin! Pokoknya high heelsnya tinggi banget!hehehe. . .) tampak begitu jenjang. Tubuhnya yg terbalut baju yg ngepas dibadannya terlihat seksi bin bohay. Dan dari jarak beberapa meter, bau parfumnya ("Yg bau nya kaya punya kuntilanak!" serobot Regi nyolot dibelakangku)langsung tercium.
Karuan aja para begundal yg ada disana geger luar biasa meihat penampakan alaihimnya. Beberapa dari mereka mengeluarkan gonggongan menggoda. Tapi ada satu dari mereka yg memanggilnya, " Emma!!"
Dia menoleh diiringi oleh kibasan rambutnya yg layak jd iklan shampoo!! ("Bwaahh!!! Orang telor kutunya segede telor burung onta gitu?" cibir Regi lagi dibelakangku.)Saat itu juga aku naksir berat padanya.
Itu dulu!
Beberapa waktu kemarin, aku mencari Zaki untuk menagih janjinya yg mau untuk kuwawancarai. Aku, Vivi dan Regi (yg satu ini maksa buat ikut!) menemukannya sedang ngumpul bareng genk nya disudut kampus. Dan Emma sedang menempel rapat padanya.
"Ki!!" panggilku dan mendekatinya. Saat melihatku dia segera meminta Emma untuk pindah. Wajahnya yg semula santai berubah menjadi serius. Dia bangkit dan mendekatiku yg berhenti tak jauh dari tempat mereka duduk.
"Ada apa?" tanyanya dengan nada tegang.
Aku waktu itu jadi sedikit heran, untuk sesaat bengong bingung. "Eh. . . , nggak! Ini. . . , cuma mo wawancara aja. Inget kan yg aku bilang beberapa waktu kemaren?"
Sejenak dia terdiam tapi tak lama kemudian kembali rileks. "God!! You surprised me! Aku pikir ada masalah di. . . ," dia tak meneruskan kalimatnya. Tapi aku tahu apa yg dia maksud.
"Wawancara? Buat apa Babe?" tanya Emma yg sudah menyusul Zaki.
"Eh halo Emma!" sapaku ramah. Regi langsung menyikut pinggangku. "Apaan sih?" gerundengku pelan.
"Cari muka Cin? Ga usah sampe ngiler gitu deh," sindirnya dengan sudut bibirnya pelan.
"Kemaren ada juga yg minta buat wawancara aku. Buat apa sih?" tanya Emma sembari mengibaskan rambutnya kebelakang. Aku langsung dibuat bengong dengan pesonanya..
"Cin?" panggil Regi pelan dengan cubitan kecil menyakitkan dipinggangku.
"AOOWW!!!" pekikku keras. "Sakit bencong!" gerundengku padanya yg cuma kembali mencibir. Aku segera kembali berpaling pada Emma yg masih menunggu jawabanku. "Eh. . . a-anu Em. Ini, buat artikel buletin kampus," jawabku dan tersenyum grogi.
"Terus, elo yg wawancara Babe gue?" tanyanya dengan tangan yg melingkar dilengan Zaki.
Aku cuma diam melihat tangan mereka yg bertautan dengan iri. Kenapa cowok sengak ini selalu memiliki yg terbaik sih? Nggak adil, batinku kesel. Aku segera mencoba menguasai diri dan mengangkat wajahku. Baru kusadari kalau Zaki menatapku dengan pandangan aneh.
"Kamu belom jawab pertanyaannya," tegurnya kemudian membuatku semakin gugup.
"Eh. . . , i-iya Em!" jawabku pada Emma.
"Fine! Kalo gitu, gue mau lo juga yg interview gue. Gue gak mau ama yg laen. Right Babe?" rajuk Emma manja dan menatap Zaki dengan tatapan memuja.
Anjrit!!
Aku berpaling pada Vivi yg sedari tadi diem dg muka masam Jelas-jelas tidak menyukai kehadirannya disini. Juga Regi yg masih cemberut kesal. "Gimana nih?" tanyaku pada mereka.
"Lo hubungi aja Mas Angga. Tanya bisa apa nggak. Gue ga tahu siapa yg ditugasin kemaren," usul Vivi akhirnya.
"Sebentar!" kataku pada mereka dan mengeluarkan ponselku. Setelah menerangkan sejenak situasinya, akhirnya Mas Angga membolehkanku. "Ya Mas. Baiklah!" jawabku dan langsung menutup ponselnya.
"Hei Zake! Mau apa bencong-bencong ini?" tanya salah seorang teman Zaki yg tahu-tahu sudah ada didekat kami. Aku menoleh sedikit kaget. Keningku sontan berkerut tak senang dengan komentarnya tadi. Aku tahu aku sering menggunakan kata bencong untuk mencela Regi, tapi aku memakainya dalam konteks bercanda. Tapi saat cowok itu memakainya, aku bisa merasakan kesinisan kata itu dengan jelas.
"Buta ya lo? Gue cewe!" bentak Vivi tanpa menutupi kemarahannya.
"WHOAAAHH!!! Ada patung Ganesha bisa ngomong?!!" seru cowok tengil tadi dengan ekspresi takut yg dibuat-buat.
"Bisa kita lakukan ditempat lain?" tanyaku cepat pada Zaki sembari berusaha menahan diri. Zaki mengangkat bahu dan mengikuti kami.
"Hei Zake?!!" panggil temannya tadi.
"Tunggu sebentar disana. I'll be quick!" sahut Zaki tanpa menoleh.
Moodku jadi buruk selama wawancara berlangsung. Dan hal itu masih ditambah dengan hasil interviewku dengan Emma.Sepertinya ungkapan 'Dumb Blond' di Amrik sana harus diganti dengan 'Dumb Black' dinegara kita. Imej Emma yg selalu keren dimataku langsung roboh dalam hitungan menit. Baru aku sadari kalo dia ga lebih dari cewek cantik yg shallow, narsis dan hanya bagus dibungkusnya doang. Selama wawancara, dia cuma menjawab pertanyaan-pertanyaanku dengan jawaban singkat sementara matanya menatap Zaki terus dengan memuja. Sesekali dia cekikikan.
Saat kutanya cita-citanya apa, dia menjawab ingin jadi Ibu Rumah Tangga dan membesarkan anak-anak Zaki. Ambisi terbesarnya apa? Menikah dengan Zaki. Hal yg paling disukainya? Shopping, spa dan Zaki. Aku hampir putus asa dan menoleh pada Regi dan Vivi untuk bantuan.
"Kalo gitu, giliran gue yang nanya ya Em, Zaki?" kata Vivi. Dan dia segera mengajukan beberapa pertanyaan pada mereka berdua. Satu hal yang harus kalian ketahui, dibalik tubuh suburnya, Vivi adalah salah satu cewek dikampus ini yg punya pengetahuan luas. Dia hobi banget baca dan ngikutin semua berita-berita di tv, koran dan internet. Hampir dalam semua bidang dia bisa nyambung. Dan kali ini dia menunjukkannya dengan mengajukan beberapa pertanyaan yang berhubungan dengan politik dinegara kita, pelanggaran hak asasi manusia di Jalur Gaza, perkembangan teknologi di Jepang, sampe isu perang nuklir.
Zaki sih tenang-tenang saja dan menjawab semua pertanyaan Vivi dengan mata yg diliputi kegelian dan sedikit heran. Tapi Emma tak bisa menjawab satupun pertanyaan-pertanyaan itu. Dia cuma tertawa kecil sembari kembali mengibaskan rambutnya.
Aku dan Vivi sejenak saling berpandangan dengan reaksinya. Regi mendengus keras.
"Minggir capcus! Kalian mah nanyain pertanyaan yang salah," serobotnya sedikit sinis. Dia berpaling pada Emma dan mengeluarkan senyum manisnya yg berarti dia sedang luar biasa jengkel. "Emma, sepatunya bagus deh. Pasti beli di butik ya? Jimmy Choo kan?" tanyanya dengan nada halus.
"Eh lu tau ya? Emang. Kemaren ada diskon gede di gerai langganan gue. Koleksinya bener-bener keren abis!" Dan untuk beberapa menit kemudian mereka ngerumpi asyik soal sepatu, baju, designer, salon sampe tempat ngeceng yang gaul.
Kali ini aku dan Vivi yang bengong. Giliran aku yang melongo gak ngerti. Siapa juga yang kenal nama designer asal Italia yang ditembak mati oleh gigolo nya? Vivi sendiri ngeh kalo Emma nggak akan nyambung diajakin ngomong soal isu penting dunia. Tapi kalo soal fashion, kecantikan dan entertainment sih langsung connect.
Aku langsung ilang feeling jadinya.
Beberapa saat kemudian Emma pamit untuk kekamar kecil."Taruhan! Begitu diana balik, kuntilanak sarap itu pasti bakal tambah tebel bedak ma lisptiknya. Dan siapin kalian hidung kalian, karena dia bakal ngehabisin stok parfumnya," kata Regi pada kami dengan senyum kecilnya. Dia lalu berpaing pada Zaki. "Seriously Zaki! Why does a jock like you always going out with a bimbo like her? So typical!" sindirnya dengan bahasa Inggris yang membuatku salut. Bener-bener gak nyangka kalo Regi fasih ngecess inggrisnya.
Zaki hanya mengangkat bahu. "She's hot and easy. Bukankah itu sudah cukup!" Hampir bersamaan Regi dan Vivi mendengus kesal.
"Bukankah inner beauty jauh lebih menarik?" celetukku membuat Zaki dan yang lain sontan berpaling padaku. "Nggak bermaksud sok atau muna. Tapi orang sepertimu," aku menunjuk Zaki dengan dagu, ". . . , kukira akan suka dengan orang yang smart!"
"Please! I just wanna have fun! Aku cuma kencan dengannya. Aku ingin orang dengan kualitas yang lebih kalo soal istri. But I'm not about to get married ok? So chill! Lagipula kau tak bisa menyangkal kalau Emma menarik kan? Aku bisa melihat dari caramu memandangnya" sanggahnya santai dengan senyum geli.
"Of course he does!" ujar Regi sinis.
Dan bener saja. Saat Emma kembali, wajahnya terlihat lebih cerah, lipstiknya lebih rata, dan tubuhnya menyebarkan harum parfum diudara.
Ya Tuhan! Regi ternyata bisa dengan benar menebaknya. Sejak itu, she goes from 9 to 5ish in my opinion.
Lalu yang terakhir Mas Rizky!
Mas Rizky yg selama ini kukenal adalah gambaran umum dari cowok pendiam,misterius, dingin dan bahkan sedikit menyeramkan. Seperti yg kukatakan bahwa kami tak pernah sekalipun 'ngobrol' akrab. Setidaknya tidak sebelum aku mengalami insiden yg melibatkan mobil sial si Zaki. Aku akan merasa beruntung kalo bisa ngobrol lebih dari 5 menit dengannya. Selama beberapa bulan bekerja dengan Bu Indri, aku nyaris tak mengenal sosoknya yg sebenarnya. Dia tetap menjadi cowok dingin yg mungkin tak pernah tahu akan keberadaanku, selain sebagai karyawan Ibunya.
Tapi semua itu kini berubah!
Mas Rizky adalah sosok yg hangat, super baik, humoris, santai dan enak banget diajak ngobrol. Kekagetanku saat dia dengan hangatnya menghiburku saat aku menangis dipelukannya, kedermawanannya saat membantuku membayar kerugian Zaki, keramahannya saat berbicara dengan Vivi dan Regi, atau kesantaiannya saat membawaku makan di warung Jawa Timur, tak berhenti sampai disana saja.Kini Mas Rizky dan aku jadi rajin sms an. Bukan sms heboh atau apa. Hanya sms biasa, atau sekedar saling bertukar pesan lucu. Tak jarang pula dia meneleponku. Biasanya kami melakukannya dimalam hari saat Mas Rizky pulang dari Rumah Sakit. Atau pagi hari saat dia hendak berangkat koas.
Aku sering tertawa kecil dengan sms-sms konyol yg dia kirim, sehingga Mbak Rasti, rekan kerjaku di Rumah Makan Bu Indri pernah ngatain kalo aku kesurupan. Aku bisa merasakan kehangatan pribadi Mas Rizky dari sms-sms yg dia kirim. Aku bisa sedikit mengenal bagaimana sosoknya yg asli saat kami ngobrol ditelepon. Sesekali kami saling mengingatkan tentang ibadah,makan atau sekedar beristirahat. Dia membuatku merasa nyaman dan terbuka. Sosoknya benar-benar lain dari orang yg dulu ada di benakku. Malam minggu saat kami nonton di Cineplex adalah saat dimana sosok Mas Rizky yg dingin acuh dan menyeramkan, sirna dari pikiranku. Mas Rizky adalah orang yg menyenangkan, hangat, santai dan nyaman untuk hang out bareng. Dia menghargaiku yg semula sedikit minder krn harus hang out dengannya. Bukannya apa, tapi kami benar-benar dua kutub yg berlawanan.
Saat di Cineplex, aku bisa merasakan perhatian orang-orang disekitar kami pada Mas Rizky. Perawakannya yg tinggi,putih, ganteng dan dengan selera bagus dalam berbusana, mau tak mau membuat kaum hawa memperhatikannya. Bahkan aku bisa melihat beberapa orang cowok yg ikut ngecengin dia.Jelas saja aku minder. Aku yg waktu itu cuma pake jeans belel dan t-shirt jadi ngerasa lusuh banget dibandingkan dia yg rapi dan keren bin gaul abis. Rambutku berantakan dan hanya kusisir dengan jari, sementara rambut Mas Rizky tertata dengan gel. Tampak berkilat dan bergaya. Aku cuma pake sandal jepit murah, sementara Mas Rizky pake sepatu kets yg sebenarnya sudah pernah kulihat, tapi herannya jadi tampak hip di kakinya. Bau tubuhnya pun wangi dengan parfum yg jelas mahal. Aku cuma memakai cologne murah yg iklannya sering tayang di tvv.
Sumpah! Aku ngerasa gembel habis disampingnya. Gak heran kalo ada orang yg berpikir kalo aku jongosnya. Bisa kurasakan pandangan orang-orang disekitar kami.
Tapi yang membuatku heran dan salut, Mas Rizky seolah-olah tak perduli. Dia cuek bebek dengan mereka yang ada disekeliling kami. Perhatiannya jelas tertuju padaku. Dia mengajakku bicara dengan akrab, bercanda dan kadang meraih bahuku. Perbedaan antara kami jelas tak berefek padanya. Dan dia memperlakukanku seakan-akan aku obyek yg menarik. Memperlakukanku seakan-akan aku istimewa. Beberapa cewek cakep bin bohay yang mencoba menarik perhatiannya seolah-olah tak terlihat.Jujur, aku sangat tersanjung dengan sikapnya. Rasa segan dan hormatku padanya kian membesar. Maen bareng dimalam minggu akhirnya menjadi kegiatan rutin kami yang kutunggu-tunggu.
Aku melihat kalender didinding. Hari jum'at besok kuliah libur. Sabtu aku tak ada jadwal kuliah. Hari senin ini tanggal merah. Jadi aku punya hari libur yang cukup panjang. Ingin sekali pulang ke kampung di Majalengka. Sudah kangen sama Mamah, Abah, Asti dan Agus adikku. Aku bisa minta ijin dengan mudah pada Bu Indri, tapi kira-kira aku bisa dapet ijin dari Zaki nggak ya? Aku baru bekerja dengannya selama sebulan, dan dia masih belum mau melepaskanku dari pengawasannya. Entah karena aku memang belum becus, atau memang karena dia seneng ngamuk-ngamuk padaku. Aku pengen banget bisa libur hari minggu ini. Jadi aku nggak perlu buru-buru pulang. Tapi kalo ngebayangin reaksi Zaki. . . .
Hiiiiiihhh!!!!!!
Sedari tadi aku perang batin, antara menghubungi Zaki atau enggak. Kerinduanku dengan keluarga melawan ketakutanku pada Zaki. Jalan mondar-mandir didalam kamar kost tidak membantuku. Entah sudah berapa lama aku melakukannya, sembari bergumam pelan.
Sial! Pokoknya coba aja dulu deh! Perkara ntar diamuk, anggap aja musibah lain, putusku dan segera mencari nomor Zaki yang dulu pernah dia kasih di hp ku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar