ZAKI
Tubuhku membelah air yang terasa menyegarkan di
siang ini. Cuaca Bandung yang beberapa hari belakangan cukup gerah membuatku
tak tahan untuk menceburkan diri. Kilauan air di kolam renangku tadi terlihat
begitu mengundang. Jadi tanpa pikir panjang aku segera mencari celana renangku
dan terjun. Saat pertama kali tubuhku tersentuh air, terasa seakan-akan ada
energi baru yang merasuk ke dalam tubuhku. Benar-benar menyegarkan. Biasanya
aku berenang minimal seminggu 3 kali. Tapi sejak kesibukan di panti dan melatih
Regha, hampir sebulan kemarin aku tak melakukannya. Kali ini aku tak bisa
menahannya lagi.
Berenang bisa membantuku melepas tekanan kebosanan
yang kadang kurasakan. Bahkan saat pikiranku sudah terlalu kalut dan penat, aku
lebih memilih untuk berenang. Setelah melakukannya, tubuhku jadi rileks.
Kombinasi kelelahan setelah berenang dan rasa segar air membuatku segera
terlelap tanpa sempat memikirkan hal lainnya. Terapi kecil yang kutemukan
sendiri
Aku sudah hampir berenang dua kali bolak balik tanpa
henti saat dari ujung mataku, kulihat bayangan Regha yang muncul dari panel
pintu dengan Mbak Ayu dibelakangnya. Aku segera berenang menuju sisi kolam.
"Sudah datang?" sapaku padanya setelah
sampai tanpa naik, "Mbak Ayu tolong bikinin minuman hangat ya? Kamu nggak
ikutan?" tanyaku pada Regha sementara Mbak Ayu langsung masuk kembali ke
rumah
Regha menggeleng sedikit kikuk, "A-apa yang
akan kita kerjakan hari ini?" tanya Regha agak menunduk seakan-akan
mencoba menghindar dari tatapanku.
Tanpa menjawabnya aku naik ke atas. Tingkahnya yang
tampak lebih gugup dari biasanya membuatku heran, "Regha, look at me.
Are you okay?" tanyaku dan mendekat. Regha mengangkat mukanya perlahan
dan melihatku.
Untuk sejenak dia hanya diam dengan mata yang
sedikit membelalak, dan saat berikutnya dia kembali menunduk dengan wajah
memerah hebat. Sebelah alisku terangkat sampai kemudian aku menyadari kalau dia
risih melihatku yang hanya memakai celana renangku. Sedikit mengherankanku
karena bahkan saat ke Majalengka dulu, aku tahu kalau saat mandi di sungai,
Agus dan yang lainnya justru telanjang bulat. Jadi seharusnya Regha tak perlu
risih kan?
"Regha?" tegurku.
"A-aku nggak papa kok," jawabnya cepat dan
sedikit melangkah mundur.
Aku kembali mengangkat alis melihatnya, "Kamu
mau berenang? Airnya cukup menyegarkan. Tugas kita tak terlau banyak hari ini,
jadi kita bisa agak santai," tawarku.
Regha hanya menggeleng tanpa melihatku.
"Hei, are you sure you're okay?"
tanyaku lagi, "Regha, lihat aku!" pintaku lagi. Dia memang
melakukannya, tapi bisa kulihat keengganannya. Semburat merah di wajahnya
semakin jelas terlihat. Dan pada saat itulah aku baru sadar. I think he
likes me, pikirku senang. Karena kalau tidak, dia tak akan bermasalah
dengan keadaanku sekarang. Guy sees other guys naked is not weird, is it? We
do it all the time. At gym, locker room or else. Tapi........... kalau dia
bereaksi seperti Regha, bukankah hanya terjadi pada mereka yang memiliki
ketertarikan khusus. I mean, look at him! Dia terlihat mati-matian
berusaha menguasai diri dan wajahnya benar--benar memerah. Dia bahkan tak
sanggup melihatku lebih dari semenit dan buru-buru berpaling.
Tanpa sadar aku tersenyum dan tak mampu menahan tawa
kecilku, "Bisa tolong ambilkan handukku?" pintaku dan menunjuk pada
handuk yang tadi kusampirkan di kursi malas yang ada di bawah payung besar.
Regha tak menjawab, tapi dia langsung berbalik dan melangkah menuju kursi.
Tapi begitu dia berbalik aku langsung meraih
pinggangnya dan memondongnya di bahuku. Regha terpekik kaget.
"WHOOAAH!!! KI!! APA-APAAN?!! TURUNIIN!!"
serunya dan mencoba berontak. Aku memegangi pantatnya yang coba dia gerakkan
untuk melepaskan diri, membiarkan wajahnya berada di punggungku.
"Wajahmu terlihat merah, sepertinya kau
kepanasan. Jadi kukira kau butuh menyegarkan diri. You know what I
mean?"
ujarku dengan senyum lebar.
"APA?!! JANGAN BERCANDA!! Aku nggak bawa baju
ganti!!" serunya panik.
"I got plenty in there. Don't worry," sahutku
santai dan langsung terjun kekolam diiringi oleh teriakan Regha. Aku hanya
tertawa keras, bahkan saat Regha menggeliatkan tubuhnya lepas dariku dan
memukul bahuku keras, lalu berenang menjauh.
"GUA GAK BAWA BAJU GANTI, DODOOOLL!!!!"
bentaknya kesal sembari menyiratkan air ke wajahku.
Aku kembali tertawa, "It's fine. Kamu
bisa pakai punyaku dulu. Come on! Let's just swim for awhile. Airnya
sangat menyegarkan. Wait here. I'll get you a swim trunk!" ujarku
dan segera naik.
"Tunggu!! A trunk?!!" tanya Regha
yang kemudian buru-buru naik, mengikutiku.
"Yeah!! Emang apa lagi?" tanyaku yang
telah berbalik ke arahnya, heran.
"Eeeuuhh...... tak usah. Aku pakai ini saja,
ok?!" sahutnya, kembali mencoba mengindarkan tatapannya dariku, sehingga
aku jadi kembali memikirkan dugaanku tadi.
"What?!! Jangan konyol! Kau mau berenang
dengan celana jeans dan kemeja?" tanyaku lagi. Regha hanya nyengir kecut
dan melirikku sekilas. Aku kembali mengangkat alis sampai kemudian aku sadar. Dia
malu!! Tentu saja! pikirku dan mengamatinya. Regha memiliki tubuh yang
ramping dan padat. Seharusnya dia tak perlu malu dengan fisiknya. Sure, dia
tak setinggi aku. Tapi tubuhnya cukup proposional. Berat dengan tinggi badannya
sesuai kok. Dan cukup padat serta berbentuk. Aku bisa melihat perutnya
langsingnya di balik kemejanya yang basah dan menempel itu, dan lumayan
berbentuk. Dadanya juga lumayan, terolah alami. Aku bisa melihat puting dadanya
yang tercetak jelas karena kemejanya bewarna putih. Dia memiliki aerola yang
lebih lebar dari cowok kebanyakan, mirip dengan milik cewek. Aku bisa
membayangkan bagaimana aku bisa mengulum putingnya itu dan membiarkannya
mengeras dalam mulutku, seperti yang kulakukan pada....
WAIT!!!!! What the hell am I thinking?!!!!
"Why are you lo-looking me like
that?!" tanya Regha membuat aku sedikit
terhenyak.
"N-nothing!" jawabku cepat dan
buru-buru berbalik untuk meraih handukku. Aku menyampirkan handuk tebal itu dI
sekeliling tubuhku dan membuat simpul sederhana persis di bagian depan tubuh
untuk menutupi bagian pribadiku yang kurasakan telah menegang. Celana renangku
sangat sesak dengan kecepatan yang mengagumkan.
DAMN!!!
"Y-you wa-wait here, okay?" kataku
pada Regha lalu segera masuk ke dalam rumah. Begitu tiba di kamar, aku langsung
berdiri didepan cermin besar dan melepas handukku. Ku tatap bayanganku di
cermin dengan mata yang terbelalak lebar tak percaya. Bagian pribadi tubuhku
menyeruak keluar dari celana renangku dengan tegangnya. Gelenyar akrab yang
sering kurasakan saat bersama teman kencanku menggelegak liar dalam tubuhku.
Dan beberapa detik berikutnya, memakai celana renang tiba-tiba saja terasa
begitu menyiksa.
GILA!!! pikirku dan cepat-cepat melepas celana
renangku yang mulai menyakitiku. Aku kembali terperangah dengan bagaimana
tegangnya bagian tubuhku itu, juga bagaimana cepatnya gairahku bergolak hanya
dengan menyadari bahwa Regha ada diluar sana. Bagaimana aku bisa kembali keluar
dan berenang dalam keadaan seperti ini? Aku harus segera melepas 'dorongan' ini.
Karena kalau tidak, aku akan mempermalukan diriku sendiri.
Aku segera masuk ke kamar mandi.
Dan hanya kurang dari lima menit kemudian, aku
melenguh keras saat gairahku terdorong keluar!!!
Aku baru kembali saat tubuhku yang tegang mulai
rileks, dan memakai celana renang sudah memungkinkan bagiku. Kukira setelah
semenku keluar di kamar mandi tadi, aku bisa sedikit menguasai diri. Tapi saat
hendak mencapai pintu yang menuju kolam renang, aku harus berhenti dan mengatur
nafasku.
Baiklah!! Tarik nafas dulu, Zaki. Kau
bukan anak SMA yang belum pernah bercinta. Jangan konyol! Tarik nafas panjang.
Control your body and your dick, for God sake. That's just Regha out there! Kau
tak akan mau mempermalukan dirimu didepannya, makiku
dalam hati. Setelah nafasku benar-benar teratur dan aku bisa berpikir jernih,
akupun keluar.
"Here!" kataku dan melemparkan
sebuah celana renang padanya.
Regha menangkapnya dan untuk beberapa saat lamanya
dia cuma mampu memegang kedua ujung celana itu dengan kedua
tangannya,
sementara matanya terbelalak lebar dan berpaling padaku.
"What?! Kau
tak pernah melihat celana renang sebelumnya?" ujarku kalem.
"Apa kau tak punya celana pendek biasa? Aku
sama saja telanjang dengan ini!" keluhnya dengan tampang memelas.
Justru itu tujuannya kan? pikirku
yang hanya tersenyum. "Jangan konyol! Setahuku di kampung kau biasa mandi
di sungai dengan telanjang bulat. Lagipula, apa yang bisa terjadi sih? Kau
tidak berpikir kalau aku akan menerkammu kan?" tanyaku sedikit sinis.
Regha hanya mampu nyengir untuk membalasku, tampak sangat salah tingkah.
"Ta-tapi......."
"Lepas baju basahmu dan biarkan Mbak Ayu yang
mengurusnya. Ini! Gunakan handuk ini," kataku dan melempar sebuah handuk
besar yang tadi juga ku bawa dari belakang.
Semula Regha tampak ragu. Tapi karena merasa tak
punya pilihan, dia akhirnya mulai melepas kancing kemejanya yang basah. Dan
begitu mataku melihat kilasan lingkaran coklat puting dadanya yang ujungnya
tampak mengeras itu, aku langsung buru-buru kembali terjun ke dalam kolam.
Celana renangku langsung kembali terasa sesak!
GOD!!!!!! I"M DOOMED!!!!
REGHA
Nih orang kenapa sih?!! pikirku
heran. Dari beberapa hari kemaren aku nggak habis pikir, kenapa Zaki jadi
bertingkah aneh? Kalo tak salah ingat, hal itu dimulai sejak kejadian di kolam
renang waktu lalu. Siang itu, seperti biasanya aku datang ke rumah Zaki untuk
bekerja. Mbak Ayu yang membuka pintu mengatakan kalau Zaki sedang berenang di
belakang rumah. Dari itu saja aku mulai heran. Zaki berenang? Pada jam kerja
begini?!!
Pikiran yang melintas sekilas itu segera kutepis,
dan aku ganti menggerutu dalam hati. Gitu tuh gak adilnya seorang Bos, pikirku
waktu itu. Pasti hari ini gue bakal disuruh kerja sendiri, sementara dia
asyik kecipukan maenan aer. Sial!!! batinku kesal ssembari melangkah ke bagian
belakang rumah Zaki. Dulu pertama kali diajak keliling di rumah ini, aku sempet
ngiler mampus dengan taman dibelakang rumah Zaki. Pekarangan belakangnya
ditumbuhi oleh beberapa pohon buah rindang. Ada sebuah gazebo yang memiliki
satu set sova empuk dan sebuah kursi malas besar yang ada di sayap kanan. Kolam
renang berada di tengah halaman, dikelilingi oleh rindangnya beberapa pohon
dengan payung-payung besar yang dibawahnya berjejer beberapa kursi malas yang
digunakan untuk berjemur. Sementara di sayap kiri ada sejenis saung yang
berukuran cukup besar dan cukup dipakai sebagai tempat berbaring sekelompok
orang dewasa. Tanah di pekarangan belakang itu dilapisi oleh rumput hijau tebal
yang sepertinya dirawat secara teratur. Sementara ada sebuah jalur jalan yang
terbuat dari bebatuan alam yang menyambungkan semua tempat utama. Dan ada
sebuah taman bunga mini plus kolam kecil yang dibuatkan sejenis saluran air
mirip sungai yang mengalir dari kolam renang. Letajnya diujung pekarangan yang
luas itu. Taman dan kolam itu dibuat dengan sentuhan tradisional yang suara
gemericiknya mengingatkanku akan rumah.
Sial!!!!!
Nggak adil!! Dia memiliki semua yang ku
inginkan!!! gerutuku. Saat aku keluar dari pintu
geser besar yang terbuat dari kaca itu, aku melihat tubuh Zaki yang membelah
air dengan gerakan tangkas. Tubuh putihnya melaju dengan kecepatan konstan dan
cukup mengagumkanku. Lihat itu!! Dia bahkan ahli dalam berenang! pikirku
kecut. Dan sepertinya dia menyadari kehadiranku, karena kulihat dia berenang
mendekat.
"Sudah datang?" sapanya.
Waktu itu aku tak menjawab, hanya mampu termangu
saat sadar bahwa saat itu dia berada dalam kondisi nyaris telanjang.
Seperti
umumnya para bule yang kulihat di tv, dia hanya mengenakan secarik kain yang
cuma menutupi bagian genital tubuhnya. Aku bisa melihat bayangan celana renang
tipisnya dari kejernihan air kolam. Aku tak begitu mendengar apa yang dia
katakan kemudian, karena mataku kembali menyusuri wajah basahnya yang tampak
segar, kemudian berhenti pada bibir basahnya yang kembali terlihat memerah
basah.
Ya Allooohh!! Coba liat itu! Cuma orang
sarap aja yang bakal mengatakan kalo bibir Zaki itu nggak imut! batinku.
Namun detik berikutnya, aku segera berusaha untuk menguasai diri. Pikiran setan
itu mulai kembali!! Aku menggelengkan kepalaku, mencoba mengumpulkan pikiran
warasku.
Eling Egha, eliiiiiinngg!!! Maneh teh
lain homo!! Lu gak boleh memperhatikan cowok lain kayak gitu!! Nggak boleh!!!
Nyebut Egha, nyebut!! batinku pada diriku sendiri.
"A-apa yang akan kita kerjakan hari ini?"
tanyaku dengan suara yang sedikit terlalu pelan. Kucoba mengatur nafas serta
debaran dadaku yang jadi berantakan. Aku menunduk, mencoba mengalihkan mata
dari sosok Zaki. Sampai kemudian Zaki mulai mengangkat tubuhnya dari air. Dan
di mataku, seakan-akan waktu berjalan lambat seperti dalam film-film roman
murahan Hollywood. Dimana si aktor utama, si cowok sempurna yang menawan,
muncul dalam scene utama. Aku bisa melihat otot-otot lengan Zaki yang
berkontraksi, membentuk lekukan-lekukan yang menakjubkan bisep dan trisep di
lengannya. Dadanya yang bidang dan penuh dengan bulu-bulu kehitamannya yang
basah muncul perlahan dari air. Hingga kemudian perutnya dengan otot-otot
sixpacknya yang juga berkontraksi seiring dengan gerakannya yang mengangkat
tubuhnya, turut mengikuti. Aku sadar bagaimana mataku mengawasi lajur basah
dari bulu dadanya yang menyambung ke pusar dan kemudian hilang ke dalam secarik
kain tipis yang ia gunakan untuk menutupi bagian genitalnya, yang kini tercetak
dengan nyata. Ukurannya yang jelas lebih dari ukuran cowok pribumi membuatku
tanpa sadar menahan nafas. Sekarang aku tahu kenapa waktu itu Agus, adikku,
bisa terkesan dengan Zaki.
Aku kontan memejamkan mataku!
Ya alloooohh!!!! Gua mikir apaan sih
iniii??!!!! Sadar!! Sadar Egha!!!!!
Waktu itu aku bisa mendengar Zaki yang bertanya
padaku. Kalau bisa aku lebih memilih untuk menjauh saja darinya. Tapi aku yakin
itu justru akan membuatnya heran. Jadi aku hanya kembali menggeleng.
"A-aku ng-nggak papa kok," sahutku gugup
dan kakiku bergerak mundur dengan sendirinya. Aku masih memilih untuk
menundukkan kepala.
"Kamu mau berenang? Airnya cukup menyegarkan.
Tugas kita tak begitu banyak hari ini, jadi kita bisa sedikit santai,"
katanya.
Berenang? Gue? Dengan dia?!! Gila aja!!!
sergahku
dalam hati. Aku segera saja menggeleng.
"Hei, are you sure you're okay? Regha,
lihat aku!" pintanya. Beneran deh! Hal pertama yang aku inginkan
sekarang adalah pergi dari sana secepat mungkin! Kalo disuruh memilih, ngeliat
Zaki dalam kondisinya sekarang atau ngeliat Regi yang goyang dombret seharian
penuh, aku lebih memilih ngeliat si Regi aja. Karena setidaknya aku yakin hal
itu nggak akan membuatku belingsatan seperti sekarang.
Tapi aku tak punya pilihan kan? Aku kemudian
mengangkat wajahku melihat Zaki sekilas. Salah besar!! Karena dalam waktu
beberapa detik itu, mataku bisa menelusuri wajahnya yang basah. Pandanganku
kemudian beralih dengan cepat ke dadanya yang juga basah dan kini begitu dekat
denganku. Aku bisa melihat dadanya yang mengembang dan mengempis perlahan saat
dia mengambil nafas.
Detik berikutnya aku langsung memalingkan wajahku
yang kemudian terasa memanas dengan kecepatan yang luar biasa. Ya Allah, apa
artinya ini?!! batinku resah. Bisa kurasakan tanganku yang sedikit
gemetaran.
"Bisa tolong ambilkan handuk?" pinta Zaki
kemudian. Aku merasa terlalu lega karena bisa lolos dari penyelidikannya,
sehingga tanpa membantahnya lagi aku segera melangkah untuk mengambil handuk
yang ia sampirkan di bahu salah satu kursi malas di pinggir kolam. Dan itulah
kesalahanku. Aku terlalu cepat merasa lega bisa sedikit menjauh darinya,
sehingga aku tak curiga sedikitpun padanya. Hanya selang beberapa detik setelah
aku berbalik, tiba-tiba saja kurasakan tangan Zaki yang menyambar pinggangku.
Dan tahu-tahu, aku sudah berada dalam pondongannya dengan wajah yang berada
persis diatas pantatnya. Pantatku sendiri sudah berada diatas bahu Zaki, dan
dia menahan kedua pahaku yang ada didadanya dengan kedua tangan.
Jelas aja aku terpekik kaget dan kontan berusaha
untuk berontak.
"WHOOAAHH!!! APA-APAAN INII KI??!!!
TURUNIIIIN!!" teriakku yang sudah kelabakan mampus. Aku berusaha
sedapat
mungkin menjaga agar wajahku jangan sampai menyentuh kulitnya yang basah. Plus
aku tak bisa membayangkan apa reaksi Zaki kalau saja dia tahu apa yang kurasakan
sekarang. Gelenyar aneh di perutku tiba-tiba bergolak cepat.
"Wajahmu terlihat merah, sepertinya kau
kepanasan. Kau butuh menyegarkan diri! You know what I mean?!!" katanya
santai. Aku tahu kalau terjemahan persisnya adalah, 'aku akan menceburkanmu ke
kolam!'. Tentu saja aku kembali berontak dan berteriak mengingatkannya kalau
aku tak membawa baju ganti. Tapi kapan sih Zaki mau mendengarkan protesku?
Santai saja dia mengatakan kalau aku bisa meminjam bajunya. Dan kemudian dia
langsung terjun ke kolam dengan aku yang masih dalam pondongannya. Aku hanya
bisa berteriak keras.
Tubuhku basah seketika. Aku langsung berontak keras,
melepaskan diri darinya.
"GUA GAK BAWA BAJU GANTI DODOOOLL!!!!"
bentakku keras sembari menyiratkan air padanya jengkel. Zaki hanya
tertawa
padaku.
"It's fine. Kamu
bisa pakai punyaku dulu. Come on! Let's just swim for awhile. Airnya
sangat menyegarkan. Wait here. I'll get you a swim trunk!" ujarnya
lalu berbalik untuk kemudian naik lagi ke atas. Sementara aku yang mendengarnya
dengan jelas, tentu aja kaget. Aku harus memakai selembar celana renang
seperti dia lalu renang bareng gitu?!! Gila aja!!! pikirku. Untuk sesaat
kukira aku salah dengar.
"Tunggu!! A trunk?!!" ulangku
sedikit keras sembari mengikutinya naik.
"Yeah!! Emang apa lagi?" tanya dia heran.
Kenapa ga sekalian lo suruh gue renang
telanjang aja?!!! gerutuku dalam hati, mangkel,
"Eeeuuhh...... tak usah. Aku pakai ini saja, ok?!" sahutku
"What?!! Jangan konyol! Kau mau berenang
dengan celana jeans dan kemeja?" tanya dia lagi.
Nih orang bener-bener seenak udel ya?
Dia gak mikir gimana perasaan gue. Kalo ngeliat dia dalam kondisinya sekarang
saja sudah bikin gue empot-empotan, gimana gue ntar kalo renang bareng pake cawat doang?!!! Yang ada ntar
cawat gue jadi berdiri kayak antena pemancar radio. Gimana coba? gerundengku dalam hati.
Yang bikin aku tambah grogi, Zaki kemudian menelusuriku dengan pandangannya
yang menyelidik. Aku hanya mampu membiarkannya selama beberapa detik. Jengah
luar biasa kalau dia melakukan itu.
"Why are you lo-looking me like
that?!" tanyaku yang sudah tak tahan.
"N-nothing!" jawabnya cepat dan
buru-buru berbalik untuk meraih handuknya. Dia berdiri membelakangiku sembari
menyampirkan handuk itu di pinggangnya. "Y-you wa-wait here,
okay?" katanya padaku dan langsung berjalan ke dalam rumah tanpa
menoleh padaku lagi.
Aku gunakan waktu saat dia menghilang ke dalam untuk
menenangkan diri. Ku tarik nafas panjang berulang kali sembari menggumamkan
kalimat kalimat bodoh seperti "Kuasai otakmu Regha!', 'Singkirkan pikiran
sinting itu!', atau kalimat favoritku akhir-akhir ini, 'Sadar Regha,
sadaaaarrrr!!!!!!'. Benar-benar gila!
Aku tak bisa mengerti, apa yang membuat kehadiran bule edan itu begitu
mempengaruhiku. Aku sudah melihat cowok telanjang berkali-kali. Bahkan seperti
yang Zaki bilang tadi, dikampungku, mandi telanjang bareng bukanlah hal baru.
Dan selama ini, tak ada satupun yang membuatku tersipu, apalagi belingsatan
gini. Sialan!! Aku dulu bahkan sempat 'adu panjang' dengan beberapa teman
sebaya!!
Waktu itu aku malah jadi kepikiran dengan kata-kata
Regi dan Vivi. Hingga detik ini, aku yakin sepenuhnya kalau apa yang mereka
simpulkan waktu itu salah. SEPENUHNYA!!!! Aku tak pernah tertarik secara
romantis apalagi secara seksual dengan cowok manapun. Aku tak pernah
melakukannya DULU, dan aku jelas tak akan memulainya SEKARANG!!! Pasti ada
penjelasan lain dari apa yang kurasakan. Pasti ada penjelasan yang masuk akal
kenapa tubuhku bereaksi aneh tiap kali dia ada di dekatku.Kenapa tiap kali dia
menyentuhku, aliran darahku jadi berantakan, kenapa saat dia nyaris telanjang
tadi, aku hampir-hampir tak sanggup melihatnya tanpa membuat wajahku panas, dan
kenapa tiap kali aku melihat bibirnya yang memerah basah, aku tak tahan untuk
mendekat dan menci.....
TUNGGU DULU!!!!
Itu salah!! Aku tak boleh merasa seperti
itu!!! Regha bodoh!!!! Aku mengacak-acak rambutku
sehingga jadi berantakan dan mencuat kemana-mana.
Dengan kesal aku menghempaskan diri, duduk di salah
satu kursi malas yang ada di sana. Ini konyol!! Aku tak boleh membiarkan
bule sinting itu mempengaruhiku. Aku harus bisa mengenyahkan kekonyolan ini.
Aku baik-baik saja. Tarik nafas Regha! Tenangkan dirimu. Sudah cukup sering kau
mempermalukan dirimu didepan Zaki. JANGAN
MELAKUKANNYA LAGI!!!
Akhirnya aku diam disana sampai beberapa menit
kemudian Zaki kembali dan memberikan celana renangnya padaku. Dan sial bagiku,
karena saat dia muncul kembali dengan keadaannya yang setengah telanjang itu,
aku kembali tertunduk jengah. Aku tak bisa mengendalikan tubuhku yang bereaksi
dengan sendirinya. Bahkan mataku seakan-akan memperlihatkan ilusi aneh, karena
aku hampir berani bersumpah, bahwa gundukan kain yang menutupi organ vital Zaki
menjadi tampak lebih
besar dari sebelumnya.
SINTING!!!
Dan akhirnya hari itu aku berenang tanpa sekalipun
berani berada dalam jarak kurang dari 3 meter dengannya. Dan tidak sekalipun
aku naik ke permukaan sampai Zaki mendahuluiku. Baru saat itulah aku berani
untuk naik dan buru-buru menyambar handuk besar untuk menutupi hampir seluruh
tubuhku.
Lalu 2 hari kemarin, Zaki juga bersikap aneh. Waktu
itu kami baru bekerja selama 3 jam saat kemudian terdengar suara gemuruh petir
yang beberapa detik kemudian diikuti oleh hujan deras. Aku yang tadi sempat
kaget hanya mampu mendesah. Aku sudah bosan dengan hujan yang masih sering
datang akhir-akhir ini. Intensitasnya memang sudah berkurang, tapi tetap saja
aku tak suka.
"Kau tak suka hujan?" tegur Zaki
tiba-tiba.
Aku menoleh padanya sebentar dan mengangkat bahu,
"Aku sudah mulai bosan," sahutku singkat.
"Apa yang biasanya kau lakukan kalau hujan
begini?" tanyanya lagi.
Aku kembali mengarahkan mataku pada screen komputer
yang ada didepanku, "Kalau dirumah dulu, saat hujan deras gini, aku paling
suka nonton film sembari tiduran. Pake selimut tebel yang hangat, sembari di
temani oleh camilan bikinan Mamah," sahutku tanpa menoleh dan kembali
mengetik. Tak ada sahutan dari Zaki. Tapi saat aku mengangkat wajahku beberapa
menit kemudian, dia telah menghilang dari mejanya. Aku bahkan tak mendengar
kapan dia keluar. Jadi aku hanya mengangkat bahu acuh!
"Ikut aku!"
Aku yang asyik mengetik sedikit kaget saat tiba-tiba
saja dia muncul didepan mejaku. Aku
memandangnya heran, "Apa?"
"Simpan dulu hasil kerjamu. Ayo, ikut
aku!" ajaknya lagi. Meski heran, aku pun bangkit dan mengikutinya. Kami
naik ke lantai dua rumahnya. Keherananku makin bertumpuk saat dia melangkah
masuk ke kamarnya. Mau apa coba?
pikirku. Tapi aku berusaha menahan diri. Begitu masuk, dia lalu menuju
ke sebuah pintu yang terhubung di ruang pribadinya. Dia membukanya dan
menungguku di pinggir pintu sembari membuka alas kakinya.
"Kita mo ngapain?" tanyaku penasaran.
"Masuk aja dulu," ujarnya tanpa menjawabku
sembari memegangi handle pintu, menahannya untukku. Aku semula ragu dan ingin
segera pergi. Tapi Zaki memberi kode dengan kepalanya agar aku masuk. Aku
memberanikan diri untuk melangkah meski tanpa sadar aku menahan napas, tegang.
Begitu masuk, aku terperangah kagum. Ruangan itu
benar-benar tipe ruangan bersantai idamanku. Ruangan yang cukup luas, berukuran
sekitar 5x5 m yang seluruh lantainya berlapis permadani tebal yang empuk di
bawah kakiku. Pada dinding sebelah kanan ada tv plasma berukuran super gede
yang menempel didinding. Pada rak dinding bawahnya ada seperangkat home theatre
canggih yang aku yakin berharga jutaan dengan barisan ratusan dvd yang ada di
rak bawahnya. Di sepanjang dinding kiri kanannya juga berjejer dvd, cd dan
entah apa lagi. Di depan tv itu ada bantal-bantal besar yang kelihatan empuk.
Juga ada 4 buah sova besar yang bersandar pada dinding di seberang dinding tv
itu. Sova besar rendah yang jelas terlihat empuk dengan sandaran kaki yang bisa
dilipat. Gorden besar yang ada diujung menutupi jendela kaca seukuran ruangan
itu, menghalangi pemandangan halaman belakang rumah Zaki yang asri. Ada sebuah
meja dan kulkas kecil di pojok ruangan.
BUSYEEETT!!!! Kalo gua punya kamar
menonton kek gini, gak bakal mau gua keluar rumah lagi,
batinku.
"Ini ruang audio visual ku. Biasanya kalau
ingin bersantai aku diam disini. Berbaring di lantai sembari menonton atau
mendengarkan musik," jelasnya sembari melangkah menuju bantal-bantal besar
itu. Dia berbaring santai dan melihatku, sepertinya menungguku bereaksi.
"Dan kita kesini untuk?" tanyaku.
"Bersantai. Kau bilang kalo hujan-hujan begini
kau lebih suka berbaring santai sambil nonton kan? Kita santai saja dulu.
Aku
juga lagi malas kerja," katanya santai. Aku masih terdiam tak bisa
menjawab.
Dia tadi bilang bersantai kan? Dan mau
nonton bareng dengan ku? Dia masih waras gak sih?
pikirku super heran. Semakin kesini tingkahnya semakin aneh aja nih orang.
Kesurupan jin apa sih?
"Kamu pilih aja filmnya," katanya lagi.
Masih ssedikit termangu aku melangkah ke arah rak dvd itu. Koleksinya cukup
untuk membuka sebuah rental kecil, dan aku yakin semua dvd ini original, dan
bukan produksi dalam negeri. Genre-nya juga beragam. Aku menemukan film-film
action, drama romantis sampai dengan horor.
"Kamu............. suka film apa?" tanyaku
sembari membaca judul-judul dari dvd itu.
"Aku tak punya jenis khusus. Apapun yang
bagus," jawab Zaki yang kemudian bangkit dan menuju kulkas di pojokan,
"Kau sendiri?" tanyanya sembari membuka pintu kulkas itu.
Aku yang tadi melihatnya, kembali berpaling membaca
judul-judul film yang ada di rak, "Sama saja. Aku suka berbagai jenis film,"
jawabku tanpa menoleh.
"Really? Apa saja film-film
favoritmu?" tanya Zaki yang diikuti suara mendesis minuman bersoda yang
dia buka.
"Dari apa? Action? Aku suka banget Speed-nya
Keanu Reeves. The Terminator 2, The Judgement Day-nya Arnold, semua seri
Transformer dan Die Hard-nya Bruce Willis, Independece Day-nya Will Smith,
X-Men, Spiderman, Superman, Batman,"
"Superhero movies?" potong Zaki.
Aku hanya tersenyum dengan nada heran dalam
suaranya, "Yah! Kenapa?" tanyaku kembali tanpa melihatnya.
"Nothing! What about drama?" tanyanya lagi.
"Drama? Aku suka The bodyguard-nya Whitney
Houston dan Kevin Costner, Ghost,"
"Those are classic movies," potongnya
lagi.
"He's just not that into you, The Proposal, The
holiday, Yes Man dan masih banyak lagi," lanjutku tanpa memperdulikan
potongannya tadi, "Rata-rata atas rekomendasi dari Regi."
"Chick movies?" tanyanya.
Aku berbalik dan berkacak pinggang mendengar nadanya
yang mencemooh, "Hei!! Film-film itu sangat bagus dan layak tonton. Dan
kalau aku tak salah lihat, sebagian dari yang aku sebutkan tadi ada dalam
koleksimu," sahutku nyolot.
Zaki hanya mengangkat bahunya, "Banyak dari
film-film itu belum ku tonton. Bukan aku yang memilih. Biasanya aku cuma
memesan film-film box office tanpa melihat judulnya. Bagaimana kalau kita lihat
salah satu film yang kau sebutkan tadi?"
"Which one?" tanyaku.
"I don't know. Just pick one!" sahutnya.
Aku mengangkat sebelah alisku mendengarnya. Akhirnya
aku mencomot film Jim Carrey, Yes Man! Film yang dulu pernah ku tonton bareng
Mas Rizky. Terus terang aku penasaran dengan pendapat Zaki nanti tentang film
itu. Aku memberikannya pada Zaki yang telah berdiri di belakangku.
"Let's see what you think about this
one," kataku.
Zaki mengambilnya dari tanganku dan meraih remote
kontrol. Aku hanya tersenyum dan berjalan menuju tumpukan bantal itu. Aku
mengambil satu kemudian duduk bersandar pada sove pendek yang terasa empuknya
di punggungku. Benar-benar kamar bersantai yang nyaman.
"Can I ask you something?" tanya
Zaki yang masih berkutat dengan remote-nya tanpa melihatku.
"Sure! Tanya saja," jawabku.
"Ingat saat kita pulang ke rumahmu di
Majalengka? Saat nonton tivi bersama, ku perhatikan kau selalu berbaring pada
Mamah. Why did you do that? Agus dan Asti tak pernah melakukannya."
Aku hanya mengangkat bahu acuh, "I just like
it! Nyaman aja," sahutku.
Zaki berbalik dan menoleh dengan heran, "Really?
You're a big boy. Not a kid anymore. Don't you think that's..............
childish?"
Aku mendengus keras, "Says who? Kalopun
ada yang berkata seperti itu, maka menurutku mereka cuma iri saja. Apa yang aku
lakukan hanya ungkapan sayang saja. Semua orang waras juga pasti ngerti,"
kataku membela diri.
Zaki hanya tergelak kecil dan melangkah menjauh dari
tivi, "Baiklah, aku percaya padamu. Kau tak keberatan kalau aku
membuktikannya kan?" selorohnya singkat dan kemudian, tanpa kuduga sama
sekali, dia berbaring disebelahku dan menggunakan pahaku sebagai bantalnya
sementara kedua tangannya memeluk sebuah bantal besar yang tadi dia, ambil
seperti guling.
Untuk sesaat kurasakan tubuhku kaku mendadak. Aku
yang tak menyangka akan tindakannya jelas hanya mampu terpaku. Pikiranku terasa
kosong untuk beberapa saat. Baru ketika Zaki menggerakkan kepalanya sedikit
untuk mengatur posisi, aku bisa menarik nafas dan sadar kalau aku sedang
melihat Zaki yang berbaring dengan kepala diatas pahaku.
"Wha-what are you do-doing?" tanyaku
gugup.
"What?! Aku hanya ingin membuktikan
ucapanmu tadi. Let's just watch the movie," sahutnya santai tanpa
menolehku.
Enak aja lu ngomong!! Lu pikir gua
bantal apa? pikirku dongkol. Kalau saja dia tahu
efek dari tindakannya ini padaku, dia gak akan mungkin sesantai ini. Aku
mencoba beringsut menjauhkan diri, "Well, apa kau juga ingin aku membelai
rambutmu seperti yang dilakukan Mamah?" sindirku dengan nada sinis.
Dia tak langsung menjawab, dan tepat saat aku hendak
kembali nyolot, dia membuka mulutnya, "Yeah....... you can do
that," sahutnya pelan sembari bergerak sedikit untuk membetulkan
posisinya. Aku yang saat itu tak bisa melihat ekspresinya hanya mampu tercenung
super kaget. Nih bule bener-bener kesurupan kali ya? Atau nggak salah makan
detergent sepertinya, pikirku.
"Zaki, ak....."
"Ssstt.... filmnya mulai," potongnya tanpa
menghiraukanku.
Aku akhirnya hanya mampu terdiam dan menancapkan
pandanganku pada layar plasma gede didepanku, mencoba mengacuhkan Zaki yang ada
di pangkuanku. Aku suka film Yes Man! Film Jim Carrey ini menceritakan tentang
Carl(Jim Carrey) yang menjadi penyendiri sejak perceraiannya dengan istrinya.
Dia menjauhkan diri dari pergaulan sosialnya. Di lingkungan kerja, dia selalu
gagal mendapat promosi. Bahkan teman-teman akrabnya menjadi kesal dengan
sikapnya yang terus-terusan menghindar dan tak mau lagi peduli dengan sekitar.
Sampai akhirnya dia bertemu seorang teman lamanya. Temannya itu menganjurkannya
untuk mengikuti seminar YES MAN! Seminar yang mengharuskan para membernya untuk
mengatakan YES setiap kali ada kesempatan/undangan/ajakan yang disampaikan
padanya. Carl mulanya skeptis akan metode itu. Tak dinyana, petualangan awalnya
dalam mengatakan YES itu mempertemukannya dengan Allison. Cewek yang kemudian
mengisi kekosongan hatinya setelah ditinggalkan sang istri. Dan Carl yang
semula penyendiri, pemurung dan selalu depresi berubah menjadi. pribadi yang hangat, spontan dan kembali menemukan gairah.
hidupnya.
Bagiku film ini sebagai pengingat bahwa terkadang
kita hanya perlu membuka diri untuk bisa menjadi pribadi yang sempurna. Banyak
dari kita yang lebih memilih jalur aman dalam menjalani kehidupan. Terlalu
terlelap dalam zona aman kita. Terlalu takut akan resiko, rasa sakit serta luka
yang nantinya akan timbul. Padahal rasa sakit itu yang akhirnya membuat kita
menjadi pribadi yang kuat dan tegar. Dan terkadang kita memang harus hijrah
dari kehidupan kita sebelumnya yang terkadang terlalu menekan dan menyesakkan,
karena tak ada hal lain disana selain depresi dan sakit. Masa lalu bisa menjadi
pil penguat dan pengingat kita dalam menghadapi masa depan, tapi bisa juga
penghambat kita dalam meraih kebahagiaan kaalu kita membiarkannya menjerat
pikiran dan jiwa kita.
"Hei..... mana tanganmu?" cetus Zaki.
Tangannya bergerak ke belakang meraih tangan kiriku lalu meletakkannya
dikepalanya, "You said you wanna rub me," ujarnya.
Sumpah mampus aku hampir tersedak saking kagetnya. Gawat!
Nih orang bener-bener lagi gak beres otaknya, pikirku. Tapi anehnya,
tanganku yang sudah menempel di kepalanya kini bergerak pelan mengelus rambut
Zaki yang terasa halus dan lembut di telapakku. Dan yang semakin membuatku
heran adalah saat aku dengar desahan pelan yang keluar dari bibir
Zaki.
Seakan-akan dia sungguh menikmatinya. Dia tampak rileks dan.........nyaman
dengan semuanya. Sesekali dia tertawa kecil saat ada adegan konyol di layar.
Bahkan juga menggumamkan komentar-komentar singkat seperti, 'Konyol!', atau
'Bodoh sekali'. Tinggal aku yang semakin terheran-heran dan tak habis pikir.
Aku jadi langsung teringat akan ucapanku bersama
Ari, Mas Alvian, Regi dan Vivi. Waktu itu, setelah pembicaraan kami di kampus
yang sedikit mengguncangku, bahwa Kak Alvian dan Ari pacaran, Kak Alvian
mengajak kami makan. Tapi sebelumnya Ari mengajak kami ke sebuah area perumahan
di pinggir kota. Kak Alvian menghentikan mobilnya disebelah sebuah warung
makan. Semula kukira kami akan makan disana. Tapi Alvian menunjuk pada sebuah
rumah yang ada di seberang jalan.
"Lo tau itu rumah siapa?" tanya Ari yang
tentu saja kujawab dengan gelengan. Aku melihat rumah itu. Rumah tembok
sederhana yang tidak begitu besar meski cukup asri dengan berbagai macam
tanaman bunga dan buah didepannya. Halamannya cukup lebar. Ada dua orang anak
kecil yang asyik bermain disana. Berusia sekitar 5 dan 7 tahun. Aku sudah
hendak kembali bertanya saat sebuah sepeda motor melaju pelan dan kemudian
masuk ke pekarangan rumah itu. Aku tercengang melihat wanita yang
menaikinya.
"Mbak Sri?!!" seruku kaget.
Ari tersenyum mendengarku, "Yep! Itu rumah Mbak
Sri," jawabnya.
Aku kembali bengong dan kembali berpaling ke rumah
tadi, tak percaya. Dari dalam rumah, keluar seorang remaja cowok yang mungkin
sudah kelas 1 SMA atau kalau tidak SMP kelas 3. Dia segera menyambut Mbak Sri
yang baru datang dengan meraih tangannya. Menciumnya dan membawakan tas yang
tadi dibawa Mbak Sri. Mbak Sri sendiri kemudian tampak asyik bercanda dengan
dua anak lainnya yang tadi asyik bermain. Aku kembali menoleh pada Ari.
"Mbak Sri yang lo kenal selama ini adalah
seorang janda penjual buah-buahan centil dan super genit di pasar kan? Lo dan
hampir semua anak kost lain gak pernah mau deket-deket dia. Tapi lo tau gak, kalo
sebenarnya Mbak Sri adalah seorang Ibu hebat yang membesarkan sendiri 3 orang
anaknya? Suami pertamanya meninggal, dan meninggalkan Adi, anak cowok sulungnya
tadi. Suami keduanya meninggalkan Mbak Sri, selingkuh dengan wanita lain.
Meninggalkan dua orang putrinya, Zahra dan Ashti. Dulu Mbak Sri adalah seorang
ibu rumah tangga biasa dan tak tahu apa-apa. Cuma wanita kampung lulusan SD
yang di peristri lelaki biasa. Tapi perjalanan hidup memaksanya menjadi seorang
single parent dengan 3 kepala yang harus dia nafkahi.
Dulu, saat Mbak Sri pertama kali berdagang, dia
sering mendapat kesulitan. Dia tidak tahu bagaimana berinteraksi dengan orang.
Ngomong seadanya dan cuma pasrah menunggu barang dagangannya. Tapi seiring
waktu, dia belajar bagaimana dia harus bersikap. Sikap genit, centil bahkan
cenderung menggodanya justru membuat Mbak Sri mudah dikenal dan di hapal.
Banyak sopir truk pengangkut buah yang mengenal Mbak Sri. Jadi dia memiliki
akses yang lebih baik dari teman-teman pedagangnya. Yeaahh............ tentu saja ada efek buruknya. Dia dikenal
sebagai janda gatel yang suka merayu. Beberapa bahkan mencoba bersikap kurang
ajar. Tapi Mbak Sri sudah bisa menanganinya dengan baik sekarang. Gunjingan dan
gosip memang terus bermunculan. Tapi Mbak Sri tak mau ambil pusing. Baginya itu
hanya trik yang dia lakukan untuk menarik pelanggan dan relasi dagangnya.
Anak-anaknya lebih penting. Asal semua keperluan mereka terpenuhi, Mbak Sri tak
akan peduli hal lainnya."
Aku memandang Ari bengong. Begitu juga Regi dan Vivi,
sementara Kak Alvian hanya tersenyum.
"L-lo... tau sedetil itu dari mana?"
tanyaku heran setelah bisa menguasai diri.
Ari tertawa kecil, "Beberapa bulan kemaren, pas
gue jogging, gue papasan ma Mbak Sri yang sedang digoda ma seorang sopir truk.
Urusannya sudah hampir rusuh, jadi gue langsung turun tangan. Sopir truk itu
urung kurang ajar karena ada gue. Mbak Sri waktu itu cuma bisa berterimakasih
sambil nangis. Gue nganter dia pulang kesini. Dan..... dia bercerita
semuanya," kata Ari dan kembali memandang ke rumah itu, dimana Mbak Sri
sedang asyik bercanda dengan kedua putrinya, "Dimata orang lain Mbak Sri
mungkin cuma sekedar seorang janda penjual buah yang genit dan menjijikkan,
tapi bagi gue, dia seorang wanita dan ibu yang hebat. Sosok dia di pasar dan di
rumah itu, benar-benar jauh berbeda Gha. Karena itu gue bilang, kalo tampilan luar seseorang, tak selalu menggambarkan isi orang tersebut.
Ada banyak lapis fakta dalam diri seseorang. Jangan terlalu percaya pada
bungkus luar, karena terkadang, lo bisa kaget dengan isi didalamnya," ujar
Ari.
Waktu itu, Regi, Aku dan Vivi hanya tercenung dengan
fakta yang dia sampaikan. Dan yang membuatku senang, aku langsung mendapatkan
pemecahan masalah dari tugasku. Aku langsung menelpon Zaki. Aku usulkan untuk
memberi bingkisan parcel buah untuk pesta ulang tahun di panti nanti. Zaki
menyetujuinya dan memintaku mengurusnya sampai kelar. Aku tersenyum lebar
sembari menutup ponselku, sementara Vivi dan Regi memandangku dengan alis
terangkat sebelah.
"Gue dapet tugas buat nyari parcel. Ada
seseorang yang hendak merayakan ulang tahunnya. Dan gue usulin buat kasih
parcel buah aja sebagai bingkisannya. Kita bisa pesen buahnya ke Mbak Sri.
Mudah-mudahan itu bisa membantu dia. Tapi..........." aku memandang mereka
semua, "Gua mungkin bakal butuh bantuan buat bikin parcelnya. Kalian bisa
bantu?"
Ari tersenyum lebar dan mengangguk.
Regi mendengus keras, "Emang lo bisa bikin
parcelnya? Lo kan kudu bisa nata buahnya terus dihias agar lebih
menarik,"sergahnya.
"Karena itu gue butuh bantuan elu Gi. Lu kan
jago buat bikin sesuatu jadi imut dan menarik," sahutku dan nyengir.
"Rumpik!! Tapi ntar traktir ikke nonton
ya?"
Aku tertawa kecil, "Sip deh!" Aku menoleh
pada Vivi yang juga mengangguk.
"Aku juga siap membantu," ujar Kak Alvian sementara
matanya menatap bangga pada Ari.
Dan kini, saat aku berada diruangan ini, aku
teringat akan ucapan Ari waktu itu, kadang apa yang kita lihat diluar, kadang
berbeda dengan isinya. Aku mulai bertanya-tanya apakah hal itu juga berlaku
untuk Zaki. Dari luar dia memang sosok yang nyaris sempurna. Matang, dewasa,
berkarakter, cakep, fisik yang mempesona, tajir, memiliki kedudukan mapan dan
mandiri. Tapi mungkin ada yang lain dari semua bravado itu. Pikiranku
mulai menebak-nebak apa.
"Kamu masih belum punya pacar Gha?" tanya
Zaki tiba-tiba.
Gerakan tanganku yang mengusap rambutnya langsung
berhenti. Pikiranku yang sedikit melayang-layang juga seakan-akan disentak
kembali ke alam nyata. Sekali lagi, aku kira aku sudah salah dengar lagi untuk
ke sekian kalinya, tapi aku tahu kalau apa yang ku dengar tadi adalah benar.
Aku semakin merasa aneh dengan semua yang terjadi.
"Eeuuhh... belum sih," jawabku sedikit
merasa tak enak, karena seolah-olah aku merasa merendahkan diriku dengan
berkata begitu.
"Kenapa?"
"Mau jawaban yang bagaimana? Diplomatis atau
yang. sebenernya?" tanyaku agak sinis.
"The truth,"sahutnya tanpa
mengalihkan pandangannya dari layar tv.
"Well kau cuma harus melihat aku. Aku nggak
cakep. Nggak punya kendaraan, muka ngepas, duit cekak dan sama sekali gak
modis. Regi bilang, Ivan Gunawan bakal nangis sengsara kalo ngeliat gayaku
berpakaian. Aku cuma mahasiswa perantauan yang masih beruntung memiliki tempat
kost Ki. I can't afford having fun like most guys do. Clubbing or hanging
out in the club are not my thing. Out of my reach. So obviously, gak ada
cewek Bandung yang tertarik padaku.
Aku belom pernah nemuin mahasisiwi di
kampus yang rela kuajak kencan dengan modalku yang tipis ini," sahutku.
Tak ada sahutan dari Zaki, tapi kemudian dia kembali
mengejutkanku dengan meraih tanganku lagi dan meletakkannya di kepalanya,
"Don't stop," pintanya pelan.
Aku menurutinya. Kembali kuusap rambutnya dengan
lembut, meski keanehan yang kurasakan semakin memuncak dan hampir-hampir
membuatku berteriak untuk meminta penjelasan. Tapi aku hanya menarik nafas. dan
kembali menatap screen tv yang sedang memperlihatkan Jim Carrey belajar
bahasa Korea.
"Kau sendiri masih dengan siapa sekarang?
Seluruh kampus sempet heboh waktu kau putus dengan Emma," tukasku.
Dia menarik nafas panjang, "Nobody. Kau
bisa mendekati Emma kalau mau. I remember how you looked at her that time,"
katanya.
"Huh? Kapan?" tanyaku.
"Saat kau mewawancariku dan Emma untuk buletin
sekolah," sahut Zaki.
Aku berpikir sejenak dan kemudian ingat. Aku tertawa
kecil, "Believe it or not, itu adalah saat terakhir aku tertarik
pada Emma. Dengar, mumpung kau sudah putus dengannya, can I say something
bad about her?"
"Please do."
"She's dumb!!" komentarku singkat.
Tak ku sangka, Zaki justru tertawa sedikit keras sehingga
tubuhnya berguncan-guncang. Sepertinya dia benar-benar geli dengan pendapatku
tadi, "Berani taruhan kalau kau dulu tertarik padanya hanya karena dia
cantik kan?"
"And hot!" sambungku cepat.
"You think she's hot?" tanyanya
setelah diam beberapa saat.
"Well.... tentu saja. Hampir semua mahasiswa di
kampus kita juga berpendapat begitu," sahutku. Tak ada tanggapan dari
Zaki. Dia hanya diam dan menonton tv. Aku sendiri mulai bertanya-tanya kemana
ujung dari pembicaraan kami yang tak jelas ini.
"What about me? Am I hot?"
Rasa-rasanya ada tulisan super gede dengan banyak
sekali tanda seru yang kemudian keluar dari kepalaku. WHAT THE
FUCK??!!!!!!!! Okay, ini sudah mulai sangaaaaaaat aneh!! Apa coba maunya dia
menanyakan hal itu padaku? Sekarang aku lagi dimana sih? Wonderland-nya si
Alice?!!
"A-ap-apa maksud..."
"Sudahlah! Lupakan saja. Filmnya mulai seru
tuh," potongnya dan kemudian kembali meletakkan tanganku dikepalanya,
memintaku kembali mengusapnya.
Dan hari ini, dia malah mengajakku nonton!!
"Huh? Apaan? Nonton?" tanyaku memastikan.
Aku sudah khawatir kalau aku perlu ke rumah sakit untuk memeriksakan kondisi
telingaku.
"Yup! Aku bosan hari ini. Bisa temani aku
kan?" pinta Zaki santai seolah-olah dia sudah biasa melakukannya.
Mengajakku nonton maksudku.
"Kamu sadar kan kalo kita masih punya pekerjaan
yang harus kita selesaikan?" tanyaku.
Dia mendecak mendengarku, "Oh, come on!!
Kita sudah menyelesaikan laporan mingguan kemarin. Aku sudah benar-benar mulai
bosan disini. Aku ingin keluar nonton dan makan-makan," protesnya setengah
merajuk.
Aku hanya menggelengkan kepalaku, tak habis pikir.
INI SEBENERNYA ADA APA SEEEHH???!!!! Kalau saja ini acara tv, ini sudah pasti
masuk acara Ripley's Believe it or not! Aku cuma mengangkat tanganku,
"Fine! You're the boss!" sahutku dan bangkit.
"Awesome!!" komentarnya dengan
senyum penuh kemenangan, "Kamu tunggu di depan, aku mau ambil jaket
sebentar,"
katanya dan segera pergi.
Aku cuma kembali menggelengkan kepalaku. Keanehan
sikap Zaki semakin menjadi akhir-akhir ini. Bukannya aku mengeluh sih.
Kelakuannya justru berdampak baik padaku. Dia sudah tidak lagi sinis ataupun
berkomentar sengit dengan semua yang aku lakukan. Sekitar sebulan yang lalu,
aku bisa mengatakan bahwa saat dimana Zaki mengajakku nonton, hanya akan
terjadi saat Regi berubah jadi cowok macho dan straight! Which is
IMPOSSIBLE!! Tapi lihat sekarang! Dia terihat luar biasa senang saat aku
menyetujui ajakannya. Besok mungkin Zaki akan mengajakku bulan madu ke Bali!
SINTING!!!
Aku menjitak kepalaku sendiri karena pikiranku tadi.
Sepertinya aku mulai ketularan gilanya Zaki nih, gerundengku dalam hati dan
melangkah keluar dari ruang kerja kami.
Beberapa saat kemudian kami melaju di jalanan,
memecah arus lalu lintas Bandung yang lumayan macet dan berantakan. Dalam satu
jam kedepan mungkin akan lebih macet lagi. Rush hour pada jam pulang
kantor bisa bikin stress orang sekota.
"Kita mau nonton dimana?" tanyaku sembari
memperhatikan lalu lalang kendaraan yang melintas. Ac di mobil Zaki cukup
membuatku kedinginan, hingga tanpa sadar aku agak menggigil.
Zaki melempar jaket yang ada di dashboard mobilnya
padaku tanpa menoleh, "I don't know. Kau punya rekomendasi?"
tanyanya sembari mengecilkan ac mobil. Sepertinya sadar akan kondisiku. Aku
tidak langsung menjawab, tapi malah mengangsurkan jaket yang tadi dilemparnya.
Zaki memutar bola matanya dengan tingkahku, "Pakai saja! Aku tak mau kau
menuntutku gara-gara masuk angin dimobilku," katanya lagi.
"Nggak perlu. Aku bisa...."
"Pakai saja," potong Zaki masih tanpa
melihatku
Belajar dari pengalaman, aku tahu kalau melawannya
adalah percuma. Jadi aku diam saja dan menurutinya. Jaket itu agak kebesaran.
Tapi saat aku memakainya aku diliputi perasaan hangat yang aneh namun
menyenangkan. Harum Zaki yang biasa bisa ku hirup dari jaket itu. Harumnya
menimbulkan sensasi tersendiri yang tak kupahami.
"Well...? Any idea?" tanya Zaki
lagi membuatku sadar kalau aku belum menjawab pertanyaannya.
"Aku biasa nonton di BIP ma Mas Rizky,"
jawabku kalem. Detik berikutnya aku menyesali jawabanku tadi. Ekspresi wajah
Zaki langsung berubah tak enak.
"Kalo begitu kita tak akan kesana bukan?"
sahutnya sinis.
"Jadi kemana?" tanyaku lagi.
"PVJ sepertinya lebih menarik bagiku. Tempatnya
juga lebih cozy, don't you think?" katanya. Aku hanya mengangkat
bahuku. Kalau bagiku sih, yang terdekat saja. Tapi jelas Zaki tak akan mau
didebat. Jadi biarkan saja. Toh dia yang punya rencana. Dan mungkin aku
sebaiknya tak menyebut nama Mas Rizky didepannya. Yang masih membuatku
penasaran adalah apa yang menyebabkan keanehan sikapnya beberapa hari
belakangan ini. Seingatku tak ada kejadian yang diluar kebiasaan selama ini.
Beberapa hari yang lalu dia masih seorang Zaki yang menyebalkan dan selalu
mengkritik apapun yang aku lakukan. Pasti ada sesuatu yang membuatnya jadi
jinak seperti ini. Tapi apa?
"Ki.......... boleh tanya sesuatu?"
tanyaku saat kami melewati terminal Leuwi Panjang. Aku tak memandangnya
langsung.
Aku hanya duduk sembari menatap kepadatan lalu lintas di sekeliling
kami.
"Yeah. Shoot," jawabnya.
"Are you okay?" tanyaku.
"What? What do you mean?" tanya
Zaki sembari menolehku sekilas.
"Well.......... mungkin kau tak merasa,
tapi menurutku, you're acting kinda a bit weird lately," ujarku
perlahan. Aku tahu kalau aku harus menyampaikan hal ini dengan berhati-hati
padanya.
"Weird? Aneh gimana?" tanyanya.
Aku meliriknya, tapi dia sedang melihat lurus
kedepan. Entah dia memang sedang konsen dengan menyetir, atau hanya mencoba
menghindar saja, "Well..... you know, this!" jelasku sambil
mengangkat tanganku, "Mengajakku nonton begini. Bukankah ini di luar
kebiasaanmu?"
Dia mendengus keras karenanya, "Aku pernah
menginap selama 2 hari di kampung halamanmu. Kita bekerja di tempat
sama.
Bahkan beberapa hari ini kita terus bersama dalam menyelesaikan pekerjaan kita.
Aneh kalau aku mengajak rekan kerjaku nonton?" tanya dia balik.
"Kalau kau yang melakukannya, iya!"
"Aku juga membuat pesta ulang tahunmu. Apa itu
juga aneh?" lanjutnya lagi seolah-olah tak pernah ada interupsi dariku.
Aku sendiri jadi terdiam dengan argumennya. Padahal kalau dipikir bener juga
ya? Tanpa aku sadari dia telah banyak membantuku. Dia membuatkan pesta ulang
tahun untukku. Dia membantu Abah dalam menghadapi masalahnya. Bahkan dia mau
menungguiku yang sedang sakit. Aku banyak berhutang pada bule sinting di
sebelahku ini.
"I guess you're right," gumamku
lirih, sedikit melamun.
"Aren't I? Lalu apa yang aneh dengan aku
mengajakmu nonton sebuah film?"
Aku menggelengkan kepalaku kuat-kuat. Mencoba
mengibaskan jauh-jauh pikiran aneh yang ada di otakku, "Nope! Tak
ada yang aneh. Aku aja yang agak error. Maaf.
Sepertinya aku sedikit kacau hari ini," ujarku
"Kau memang selalu aneh kok," sahut Zaki
enteng. Aku hanya menggerutu pelan mendengarnya. Aku akhirnya lebih
memilih
untuk diam saja. Lebih aman. Karena sepertinya aku selalu mengatakan hal yang
salah didepannya.
Aku terus diam sampai kami tiba di PVJ. Setelah
memarkir mobil, kami pun menuju cineplex PVJ yang ada underground. sudah
ada cukup banyak orang yang ada di cineplex saat itu.
"Kamu punya ide? Apa yang sebaiknya kita
tonton?" tanya Zaki.
Aku tak menjawabnya, tapi justru melangkah ke arah
satu pasangan yang sedang memperhatikan sebuah poster film. Sejak masuk tadi,
mataku tak sengaja tertancap pada mereka. Aku merasa mengenal mereka, meski
semula ragu. Karena kebanyakan teman-temanku lebih memilih nonton di BIP yang
aksesnya lebih dekat dan gampang untuk kami jangkau.
"Regha?" panggil Zaki. Aku tak
menghiraukannya dan terus melangkah mendekati pasangan yang ada didepanku.
Hingga kemudian mereka berbalik. Aku terbelalak kaget melihat mereka.
"Regha?!" seru Vivi dengan ekspresi yang
super terkejut, jelas dia tak menyangka akan bertemu denganku di tempat ini.
Sementara Jordan yang berdiri di sebelahnya kontan terdiam dan melihatku.
Wajahnya langsung berubah saat melihat Zaki yang berhenti melangkah di
belakangku.
"Jordan?" sapa Zaki heran.
Aku menatap mereka berdua yang berdiri didepanku
dengan resah, bergantian.
Vivi dan si sengak bermulut pedas yang
homophoic Jordan??!!!!!!! Cowok yang dulu pernah memanggil Vivi dengan sebutan
Ganesha??!!!!
APA-APAAN LAGI INIII????!!!!!!!!!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar