Translate

Rabu, 31 Desember 2014

MEMOIRS III (The Triangle) Chapter 26 - Temptation



ZAKI



Tubuhku membelah air yang terasa menyegarkan di siang ini. Cuaca Bandung yang beberapa hari belakangan cukup gerah membuatku tak tahan untuk menceburkan diri. Kilauan air di kolam renangku tadi terlihat begitu mengundang. Jadi tanpa pikir panjang aku segera mencari celana renangku dan terjun. Saat pertama kali tubuhku tersentuh air, terasa seakan-akan ada energi baru yang merasuk ke dalam tubuhku. Benar-benar menyegarkan. Biasanya aku berenang minimal seminggu 3 kali. Tapi sejak kesibukan di panti dan melatih Regha, hampir sebulan kemarin aku tak melakukannya. Kali ini aku tak bisa menahannya lagi.

Berenang bisa membantuku melepas tekanan kebosanan yang kadang kurasakan. Bahkan saat pikiranku sudah terlalu kalut  dan penat, aku lebih memilih untuk berenang. Setelah melakukannya, tubuhku jadi rileks. Kombinasi kelelahan setelah berenang dan rasa segar air membuatku segera terlelap tanpa sempat memikirkan hal lainnya. Terapi kecil yang kutemukan sendiri

Aku sudah hampir berenang dua kali bolak balik tanpa henti saat dari ujung mataku, kulihat bayangan Regha yang muncul dari panel pintu dengan Mbak Ayu dibelakangnya. Aku segera berenang menuju sisi kolam.

"Sudah datang?" sapaku padanya setelah sampai tanpa naik, "Mbak Ayu tolong bikinin minuman hangat ya? Kamu nggak ikutan?" tanyaku pada Regha sementara Mbak Ayu langsung masuk kembali ke rumah

Regha menggeleng sedikit kikuk, "A-apa yang akan kita kerjakan hari ini?" tanya Regha agak menunduk seakan-akan mencoba menghindar dari tatapanku.

Tanpa menjawabnya aku naik ke atas. Tingkahnya yang tampak lebih gugup dari biasanya membuatku heran, "Regha, look at me. Are you okay?" tanyaku dan mendekat. Regha mengangkat mukanya perlahan dan melihatku.

Untuk sejenak dia hanya diam dengan mata yang sedikit membelalak, dan saat berikutnya dia kembali menunduk dengan wajah memerah hebat. Sebelah alisku terangkat sampai kemudian aku menyadari kalau dia risih melihatku yang hanya memakai celana renangku. Sedikit mengherankanku karena bahkan saat ke Majalengka dulu, aku tahu kalau saat mandi di sungai, Agus dan yang lainnya justru telanjang bulat. Jadi seharusnya Regha tak perlu risih kan?

"Regha?" tegurku.

"A-aku nggak papa kok," jawabnya cepat dan sedikit melangkah mundur.

Aku kembali mengangkat alis melihatnya, "Kamu mau berenang? Airnya cukup menyegarkan. Tugas kita tak terlau banyak hari ini, jadi kita bisa agak santai," tawarku.

Regha hanya menggeleng tanpa melihatku.

"Hei, are you sure you're okay?" tanyaku lagi, "Regha, lihat aku!" pintaku lagi. Dia memang melakukannya, tapi bisa kulihat keengganannya. Semburat merah di wajahnya semakin jelas terlihat. Dan pada saat itulah aku baru sadar. I think he likes me, pikirku senang. Karena kalau tidak, dia tak akan bermasalah dengan keadaanku sekarang. Guy sees other guys naked is not weird, is it? We do it all the time. At gym, locker room or else. Tapi........... kalau dia bereaksi seperti Regha, bukankah hanya terjadi pada mereka yang memiliki ketertarikan khusus. I mean, look at him! Dia terlihat mati-matian berusaha menguasai diri dan wajahnya benar--benar memerah. Dia bahkan tak sanggup melihatku lebih dari semenit dan buru-buru berpaling.

Tanpa sadar aku tersenyum dan tak mampu menahan tawa kecilku, "Bisa tolong ambilkan handukku?" pintaku dan menunjuk pada handuk yang tadi kusampirkan di kursi malas yang ada di bawah payung besar. Regha tak menjawab, tapi dia langsung berbalik dan melangkah menuju kursi.

Tapi begitu dia berbalik aku langsung meraih pinggangnya dan memondongnya di bahuku. Regha terpekik kaget.

"WHOOAAH!!! KI!! APA-APAAN?!! TURUNIIN!!" serunya dan mencoba berontak. Aku memegangi pantatnya yang coba dia gerakkan untuk melepaskan diri, membiarkan wajahnya berada di punggungku.

"Wajahmu terlihat merah, sepertinya kau kepanasan. Jadi kukira kau butuh menyegarkan diri. You know what I mean?"  
ujarku dengan senyum lebar.

"APA?!! JANGAN BERCANDA!! Aku nggak bawa baju ganti!!" serunya panik.

"I got plenty in there. Don't worry," sahutku santai dan langsung terjun kekolam diiringi oleh teriakan Regha. Aku hanya tertawa keras, bahkan saat Regha menggeliatkan tubuhnya lepas dariku dan memukul bahuku keras, lalu berenang menjauh.

"GUA GAK BAWA BAJU GANTI, DODOOOLL!!!!" bentaknya kesal sembari menyiratkan air ke wajahku.

Aku kembali tertawa, "It's fine. Kamu bisa pakai punyaku dulu. Come on! Let's just swim for awhile. Airnya sangat menyegarkan. Wait here. I'll get you a swim trunk!" ujarku dan segera naik.

"Tunggu!! A trunk?!!" tanya Regha yang kemudian buru-buru naik, mengikutiku.

"Yeah!! Emang apa lagi?" tanyaku yang telah berbalik ke arahnya, heran.

"Eeeuuhh...... tak usah. Aku pakai ini saja, ok?!" sahutnya, kembali mencoba mengindarkan tatapannya dariku, sehingga aku jadi kembali memikirkan dugaanku tadi.

"What?!! Jangan konyol! Kau mau berenang dengan celana jeans dan kemeja?" tanyaku lagi. Regha hanya nyengir kecut dan melirikku sekilas. Aku kembali mengangkat alis sampai kemudian aku sadar. Dia malu!! Tentu saja! pikirku dan mengamatinya. Regha memiliki tubuh yang ramping dan padat. Seharusnya dia tak perlu malu dengan fisiknya. Sure, dia tak setinggi aku. Tapi tubuhnya cukup proposional. Berat dengan tinggi badannya sesuai kok. Dan cukup padat serta berbentuk. Aku bisa melihat perutnya langsingnya di balik kemejanya yang basah dan menempel itu, dan lumayan berbentuk. Dadanya juga lumayan, terolah alami. Aku bisa melihat puting dadanya yang tercetak jelas karena kemejanya bewarna putih. Dia memiliki aerola yang lebih lebar dari cowok kebanyakan, mirip dengan milik cewek. Aku bisa membayangkan bagaimana aku bisa mengulum putingnya itu dan membiarkannya mengeras dalam mulutku, seperti yang kulakukan pada....

WAIT!!!!! What the hell am I thinking?!!!!

"Why are you lo-looking me like that?!" tanya Regha membuat aku sedikit terhenyak.

"N-nothing!" jawabku cepat dan buru-buru berbalik untuk meraih handukku. Aku menyampirkan handuk tebal itu dI sekeliling tubuhku dan membuat simpul sederhana persis di bagian depan tubuh untuk menutupi bagian pribadiku yang kurasakan telah menegang. Celana renangku sangat sesak dengan kecepatan yang mengagumkan.

DAMN!!!

"Y-you wa-wait here, okay?" kataku pada Regha lalu segera masuk ke dalam rumah. Begitu tiba di kamar, aku langsung berdiri didepan cermin besar dan melepas handukku. Ku tatap bayanganku di cermin dengan mata yang terbelalak lebar tak percaya. Bagian pribadi tubuhku menyeruak keluar dari celana renangku dengan tegangnya. Gelenyar akrab yang sering kurasakan saat bersama teman kencanku menggelegak liar dalam tubuhku. Dan beberapa detik berikutnya, memakai celana renang tiba-tiba saja terasa begitu menyiksa.

GILA!!! pikirku dan cepat-cepat melepas celana renangku yang mulai menyakitiku. Aku kembali terperangah dengan bagaimana tegangnya bagian tubuhku itu, juga bagaimana cepatnya gairahku bergolak hanya dengan menyadari bahwa Regha ada diluar sana. Bagaimana aku bisa kembali keluar dan berenang dalam keadaan seperti ini? Aku harus segera melepas 'dorongan' ini. Karena kalau tidak, aku akan mempermalukan diriku sendiri.

Aku segera masuk ke kamar mandi.

Dan hanya kurang dari lima menit kemudian, aku melenguh keras saat gairahku terdorong keluar!!!




Aku baru kembali saat tubuhku yang tegang mulai rileks, dan memakai celana renang sudah memungkinkan bagiku. Kukira setelah semenku keluar di kamar mandi tadi, aku bisa sedikit menguasai diri. Tapi saat hendak mencapai pintu yang menuju kolam renang, aku harus berhenti dan mengatur nafasku.

Baiklah!! Tarik nafas dulu, Zaki. Kau bukan anak SMA yang belum pernah bercinta. Jangan konyol! Tarik nafas panjang. Control your body and your dick, for God sake. That's just Regha out there! Kau tak akan mau mempermalukan dirimu didepannya, makiku dalam hati. Setelah nafasku benar-benar teratur dan aku bisa berpikir jernih, akupun keluar.

"Here!" kataku dan melemparkan sebuah celana renang padanya.

Regha menangkapnya dan untuk beberapa saat lamanya dia cuma mampu memegang kedua ujung celana itu dengan kedua 

tangannya, sementara matanya terbelalak lebar dan berpaling padaku.

"What?! Kau tak pernah melihat celana renang sebelumnya?" ujarku kalem.

"Apa kau tak punya celana pendek biasa? Aku sama saja telanjang dengan ini!" keluhnya dengan tampang memelas.
Justru itu tujuannya kan? pikirku yang hanya tersenyum. "Jangan konyol! Setahuku di kampung kau biasa mandi di sungai dengan telanjang bulat. Lagipula, apa yang bisa terjadi sih? Kau tidak berpikir kalau aku akan menerkammu kan?" tanyaku sedikit sinis. Regha hanya mampu nyengir untuk membalasku, tampak sangat salah tingkah.

"Ta-tapi......."

"Lepas baju basahmu dan biarkan Mbak Ayu yang mengurusnya. Ini! Gunakan handuk ini," kataku dan melempar sebuah handuk besar yang tadi juga ku bawa dari belakang.

Semula Regha tampak ragu. Tapi karena merasa tak punya pilihan, dia akhirnya mulai melepas kancing kemejanya yang basah. Dan begitu mataku melihat kilasan lingkaran coklat puting dadanya yang ujungnya tampak mengeras itu, aku langsung buru-buru kembali terjun ke dalam kolam.

Celana renangku langsung kembali terasa sesak!

GOD!!!!!! I"M DOOMED!!!!




REGHA


Nih orang kenapa sih?!! pikirku heran. Dari beberapa hari kemaren aku nggak habis pikir, kenapa Zaki jadi bertingkah aneh? Kalo tak salah ingat, hal itu dimulai sejak kejadian di kolam renang waktu lalu. Siang itu, seperti biasanya aku datang ke rumah Zaki untuk bekerja. Mbak Ayu yang membuka pintu mengatakan kalau Zaki sedang berenang di belakang rumah. Dari itu saja aku mulai heran. Zaki berenang? Pada jam kerja begini?!!

Pikiran yang melintas sekilas itu segera kutepis, dan aku ganti menggerutu dalam hati. Gitu tuh gak adilnya seorang Bos, pikirku waktu itu. Pasti hari ini gue bakal disuruh kerja sendiri, sementara dia asyik kecipukan maenan aer. Sial!!! batinku kesal ssembari melangkah ke bagian belakang rumah Zaki. Dulu pertama kali diajak keliling di rumah ini, aku sempet ngiler mampus dengan taman dibelakang rumah Zaki. Pekarangan belakangnya ditumbuhi oleh beberapa pohon buah rindang. Ada sebuah gazebo yang memiliki satu set sova empuk dan sebuah kursi malas besar yang ada di sayap kanan. Kolam renang berada di tengah halaman, dikelilingi oleh rindangnya beberapa pohon dengan payung-payung besar yang dibawahnya berjejer beberapa kursi malas yang digunakan untuk berjemur. Sementara di sayap kiri ada sejenis saung yang berukuran cukup besar dan cukup dipakai sebagai tempat berbaring sekelompok orang dewasa. Tanah di pekarangan belakang itu dilapisi oleh rumput hijau tebal yang sepertinya dirawat secara teratur. Sementara ada sebuah jalur jalan yang terbuat dari bebatuan alam yang menyambungkan semua tempat utama. Dan ada sebuah taman bunga mini plus kolam kecil yang dibuatkan sejenis saluran air mirip sungai yang mengalir dari kolam renang. Letajnya diujung pekarangan yang luas itu. Taman dan kolam itu dibuat dengan sentuhan tradisional yang suara gemericiknya mengingatkanku akan rumah.
Sial!!!!!

Nggak adil!! Dia memiliki semua yang ku inginkan!!! gerutuku. Saat aku keluar dari pintu geser besar yang terbuat dari kaca itu, aku melihat tubuh Zaki yang membelah air dengan gerakan tangkas. Tubuh putihnya melaju dengan kecepatan konstan dan cukup mengagumkanku. Lihat itu!! Dia bahkan ahli dalam berenang! pikirku kecut. Dan sepertinya dia menyadari kehadiranku, karena kulihat dia berenang mendekat.

"Sudah datang?" sapanya.

Waktu itu aku tak menjawab, hanya mampu termangu saat sadar bahwa saat itu dia berada dalam kondisi nyaris telanjang. 
Seperti umumnya para bule yang kulihat di tv, dia hanya mengenakan secarik kain yang cuma menutupi bagian genital tubuhnya. Aku bisa melihat bayangan celana renang tipisnya dari kejernihan air kolam. Aku tak begitu mendengar apa yang dia katakan kemudian, karena mataku kembali menyusuri wajah basahnya yang tampak segar, kemudian berhenti pada bibir basahnya yang kembali terlihat memerah basah.

Ya Allooohh!! Coba liat itu! Cuma orang sarap aja yang bakal mengatakan kalo bibir Zaki itu nggak imut! batinku. Namun detik berikutnya, aku segera berusaha untuk menguasai diri. Pikiran setan itu mulai kembali!! Aku menggelengkan kepalaku, mencoba mengumpulkan pikiran warasku.

Eling Egha, eliiiiiinngg!!! Maneh teh lain homo!! Lu gak boleh memperhatikan cowok lain kayak gitu!! Nggak boleh!!! Nyebut Egha, nyebut!! batinku pada diriku sendiri.

"A-apa yang akan kita kerjakan hari ini?" tanyaku dengan suara yang sedikit terlalu pelan. Kucoba mengatur nafas serta debaran dadaku yang jadi berantakan. Aku menunduk, mencoba mengalihkan mata dari sosok Zaki. Sampai kemudian Zaki mulai mengangkat tubuhnya dari air. Dan di mataku, seakan-akan waktu berjalan lambat seperti dalam film-film roman murahan Hollywood. Dimana si aktor utama, si cowok sempurna yang menawan, muncul dalam scene utama. Aku bisa melihat otot-otot lengan Zaki yang berkontraksi, membentuk lekukan-lekukan yang menakjubkan bisep dan trisep di lengannya. Dadanya yang bidang dan penuh dengan bulu-bulu kehitamannya yang basah muncul perlahan dari air. Hingga kemudian perutnya dengan otot-otot sixpacknya yang juga berkontraksi seiring dengan gerakannya yang mengangkat tubuhnya, turut mengikuti. Aku sadar bagaimana mataku mengawasi lajur basah dari bulu dadanya yang menyambung ke pusar dan kemudian hilang ke dalam secarik kain tipis yang ia gunakan untuk menutupi bagian genitalnya, yang kini tercetak dengan nyata. Ukurannya yang jelas lebih dari ukuran cowok pribumi membuatku tanpa sadar menahan nafas. Sekarang aku tahu kenapa waktu itu Agus, adikku, bisa terkesan dengan Zaki.

Aku kontan memejamkan mataku!

Ya alloooohh!!!! Gua mikir apaan sih iniii??!!!! Sadar!! Sadar Egha!!!!!

Waktu itu aku bisa mendengar Zaki yang bertanya padaku. Kalau bisa aku lebih memilih untuk menjauh saja darinya. Tapi aku yakin itu justru akan membuatnya heran. Jadi aku hanya kembali menggeleng.

"A-aku ng-nggak papa kok," sahutku gugup dan kakiku bergerak mundur dengan sendirinya. Aku masih memilih untuk 
menundukkan kepala.

"Kamu mau berenang? Airnya cukup menyegarkan. Tugas kita tak begitu banyak hari ini, jadi kita bisa sedikit santai," katanya.

Berenang? Gue? Dengan dia?!! Gila aja!!! sergahku dalam hati. Aku segera saja menggeleng.

"Hei, are you sure you're okay? Regha, lihat aku!" pintanya. Beneran deh! Hal pertama yang aku inginkan sekarang adalah pergi dari sana secepat mungkin! Kalo disuruh memilih, ngeliat Zaki dalam kondisinya sekarang atau ngeliat Regi yang goyang dombret seharian penuh, aku lebih memilih ngeliat si Regi aja. Karena setidaknya aku yakin hal itu nggak akan membuatku belingsatan seperti sekarang.

Tapi aku tak punya pilihan kan? Aku kemudian mengangkat wajahku melihat Zaki sekilas. Salah besar!! Karena dalam waktu beberapa detik itu, mataku bisa menelusuri wajahnya yang basah. Pandanganku kemudian beralih dengan cepat ke dadanya yang juga basah dan kini begitu dekat denganku. Aku bisa melihat dadanya yang mengembang dan mengempis perlahan saat dia mengambil nafas.

Detik berikutnya aku langsung memalingkan wajahku yang kemudian terasa memanas dengan kecepatan yang luar biasa. Ya Allah, apa artinya ini?!! batinku resah. Bisa kurasakan tanganku yang sedikit gemetaran.

"Bisa tolong ambilkan handuk?" pinta Zaki kemudian. Aku merasa terlalu lega karena bisa lolos dari penyelidikannya, sehingga tanpa membantahnya lagi aku segera melangkah untuk mengambil handuk yang ia sampirkan di bahu salah satu kursi malas di pinggir kolam. Dan itulah kesalahanku. Aku terlalu cepat merasa lega bisa sedikit menjauh darinya, sehingga aku tak curiga sedikitpun padanya. Hanya selang beberapa detik setelah aku berbalik, tiba-tiba saja kurasakan tangan Zaki yang menyambar pinggangku. Dan tahu-tahu, aku sudah berada dalam pondongannya dengan wajah yang berada persis diatas pantatnya. Pantatku sendiri sudah berada diatas bahu Zaki, dan dia menahan kedua pahaku yang ada didadanya dengan kedua tangan.

Jelas aja aku terpekik kaget dan kontan berusaha untuk berontak.

"WHOOAAHH!!! APA-APAAN INII KI??!!! TURUNIIIIN!!" teriakku yang sudah kelabakan mampus. Aku berusaha 
sedapat mungkin menjaga agar wajahku jangan sampai menyentuh kulitnya yang basah. Plus aku tak bisa membayangkan apa reaksi Zaki kalau saja dia tahu apa yang kurasakan sekarang. Gelenyar aneh di perutku tiba-tiba bergolak cepat.
"Wajahmu terlihat merah, sepertinya kau kepanasan. Kau butuh menyegarkan diri! You know what I mean?!!" katanya santai. Aku tahu kalau terjemahan persisnya adalah, 'aku akan menceburkanmu ke kolam!'. Tentu saja aku kembali berontak dan berteriak mengingatkannya kalau aku tak membawa baju ganti. Tapi kapan sih Zaki mau mendengarkan protesku? Santai saja dia mengatakan kalau aku bisa meminjam bajunya. Dan kemudian dia langsung terjun ke kolam dengan aku yang masih dalam pondongannya. Aku hanya bisa berteriak keras.

Tubuhku basah seketika. Aku langsung berontak keras, melepaskan diri darinya.

"GUA GAK BAWA BAJU GANTI DODOOOLL!!!!" bentakku keras sembari menyiratkan air padanya jengkel. Zaki hanya 
tertawa padaku.

"It's fine. Kamu bisa pakai punyaku dulu. Come on! Let's just swim for awhile. Airnya sangat menyegarkan. Wait here. I'll get you a swim trunk!" ujarnya lalu berbalik untuk kemudian naik lagi ke atas. Sementara aku yang mendengarnya dengan jelas, tentu aja kaget. Aku harus memakai selembar celana renang seperti dia lalu renang bareng gitu?!! Gila aja!!! pikirku. Untuk sesaat kukira aku salah dengar.

"Tunggu!! A trunk?!!" ulangku sedikit keras sembari mengikutinya naik.

"Yeah!! Emang apa lagi?" tanya dia heran.

Kenapa ga sekalian lo suruh gue renang telanjang aja?!!! gerutuku dalam hati, mangkel, "Eeeuuhh...... tak usah. Aku pakai ini saja, ok?!" sahutku

"What?!! Jangan konyol! Kau mau berenang dengan celana jeans dan kemeja?" tanya dia lagi.

Nih orang bener-bener seenak udel ya? Dia gak mikir gimana perasaan gue. Kalo ngeliat dia dalam kondisinya sekarang saja sudah bikin gue empot-empotan, gimana gue ntar kalo renang  bareng pake cawat doang?!!! Yang ada ntar cawat gue jadi berdiri kayak antena pemancar radio. Gimana coba?  gerundengku dalam hati. Yang bikin aku tambah grogi, Zaki kemudian menelusuriku dengan pandangannya yang menyelidik. Aku hanya mampu membiarkannya selama beberapa detik. Jengah luar biasa kalau dia melakukan itu.

"Why are you lo-looking me like that?!" tanyaku yang sudah tak tahan.

"N-nothing!" jawabnya cepat dan buru-buru berbalik untuk meraih handuknya. Dia berdiri membelakangiku sembari menyampirkan handuk itu di pinggangnya. "Y-you wa-wait here, okay?" katanya padaku dan langsung berjalan ke dalam rumah tanpa menoleh padaku lagi.

Aku gunakan waktu saat dia menghilang ke dalam untuk menenangkan diri. Ku tarik nafas panjang berulang kali sembari menggumamkan kalimat kalimat bodoh seperti "Kuasai otakmu Regha!', 'Singkirkan pikiran sinting itu!', atau kalimat favoritku akhir-akhir ini, 'Sadar Regha, sadaaaarrrr!!!!!!'.  Benar-benar gila! Aku tak bisa mengerti, apa yang membuat kehadiran bule edan itu begitu mempengaruhiku. Aku sudah melihat cowok telanjang berkali-kali. Bahkan seperti yang Zaki bilang tadi, dikampungku, mandi telanjang bareng bukanlah hal baru. Dan selama ini, tak ada satupun yang membuatku tersipu, apalagi belingsatan gini. Sialan!! Aku dulu bahkan sempat 'adu panjang' dengan beberapa teman sebaya!!
Waktu itu aku malah jadi kepikiran dengan kata-kata Regi dan Vivi. Hingga detik ini, aku yakin sepenuhnya kalau apa yang mereka simpulkan waktu itu salah. SEPENUHNYA!!!! Aku tak pernah tertarik secara romantis apalagi secara seksual dengan cowok manapun. Aku tak pernah melakukannya DULU, dan aku jelas tak akan memulainya SEKARANG!!! Pasti ada penjelasan lain dari apa yang kurasakan. Pasti ada penjelasan yang masuk akal kenapa tubuhku bereaksi aneh tiap kali dia ada di dekatku.Kenapa tiap kali dia menyentuhku, aliran darahku jadi berantakan, kenapa saat dia nyaris telanjang tadi, aku hampir-hampir tak sanggup melihatnya tanpa membuat wajahku panas, dan kenapa tiap kali aku melihat bibirnya yang memerah basah, aku tak tahan untuk mendekat dan menci.....

TUNGGU DULU!!!!

Itu salah!! Aku tak boleh merasa seperti itu!!! Regha bodoh!!!! Aku mengacak-acak rambutku sehingga jadi berantakan dan mencuat kemana-mana.

Dengan kesal aku menghempaskan diri, duduk di salah satu kursi malas yang ada di sana. Ini konyol!! Aku tak boleh membiarkan bule sinting itu mempengaruhiku. Aku harus bisa mengenyahkan kekonyolan ini. Aku baik-baik saja. Tarik nafas Regha! Tenangkan dirimu. Sudah cukup sering kau mempermalukan dirimu didepan Zaki. JANGAN 
MELAKUKANNYA LAGI!!!

Akhirnya aku diam disana sampai beberapa menit kemudian Zaki kembali dan memberikan celana renangnya padaku. Dan sial bagiku, karena saat dia muncul kembali dengan keadaannya yang setengah telanjang itu, aku kembali tertunduk jengah. Aku tak bisa mengendalikan tubuhku yang bereaksi dengan sendirinya. Bahkan mataku seakan-akan memperlihatkan ilusi aneh, karena aku hampir berani bersumpah, bahwa gundukan kain yang menutupi organ vital Zaki menjadi tampak lebih 
besar dari sebelumnya.

SINTING!!!

Dan akhirnya hari itu aku berenang tanpa sekalipun berani berada dalam jarak kurang dari 3 meter dengannya. Dan tidak sekalipun aku naik ke permukaan sampai Zaki mendahuluiku. Baru saat itulah aku berani untuk naik dan buru-buru menyambar handuk besar untuk menutupi hampir seluruh tubuhku.




Lalu 2 hari kemarin, Zaki juga bersikap aneh. Waktu itu kami baru bekerja selama 3 jam saat kemudian terdengar suara gemuruh petir yang beberapa detik kemudian diikuti oleh hujan deras. Aku yang tadi sempat kaget hanya mampu mendesah. Aku sudah bosan dengan hujan yang masih sering datang akhir-akhir ini. Intensitasnya memang sudah berkurang, tapi tetap saja aku tak suka.

"Kau tak suka hujan?" tegur Zaki tiba-tiba.

Aku menoleh padanya sebentar dan mengangkat bahu, "Aku sudah mulai bosan," sahutku singkat.

"Apa yang biasanya kau lakukan kalau hujan begini?" tanyanya lagi.

Aku kembali mengarahkan mataku pada screen komputer yang ada didepanku, "Kalau dirumah dulu, saat hujan deras gini, aku paling suka nonton film sembari tiduran. Pake selimut tebel yang hangat, sembari di temani oleh camilan bikinan Mamah," sahutku tanpa menoleh dan kembali mengetik. Tak ada sahutan dari Zaki. Tapi saat aku mengangkat wajahku beberapa menit kemudian, dia telah menghilang dari mejanya. Aku bahkan tak mendengar kapan dia keluar. Jadi aku hanya mengangkat bahu acuh!

"Ikut aku!"

Aku yang asyik mengetik sedikit kaget saat tiba-tiba saja dia muncul didepan mejaku.  Aku memandangnya heran, "Apa?"

"Simpan dulu hasil kerjamu. Ayo, ikut aku!" ajaknya lagi. Meski heran, aku pun bangkit dan mengikutinya. Kami naik ke lantai dua rumahnya. Keherananku makin bertumpuk saat dia melangkah masuk ke kamarnya. Mau apa coba?  pikirku. Tapi aku berusaha menahan diri. Begitu masuk, dia lalu menuju ke sebuah pintu yang terhubung di ruang pribadinya. Dia membukanya dan menungguku di pinggir pintu sembari membuka alas kakinya.

"Kita mo ngapain?" tanyaku penasaran.

"Masuk aja dulu," ujarnya tanpa menjawabku sembari memegangi handle pintu, menahannya untukku. Aku semula ragu dan ingin segera pergi. Tapi Zaki memberi kode dengan kepalanya agar aku masuk. Aku memberanikan diri untuk melangkah meski tanpa sadar aku menahan napas, tegang.

Begitu masuk, aku terperangah kagum. Ruangan itu benar-benar tipe ruangan bersantai idamanku. Ruangan yang cukup luas, berukuran sekitar 5x5 m yang seluruh lantainya berlapis permadani tebal yang empuk di bawah kakiku. Pada dinding sebelah kanan ada tv plasma berukuran super gede yang menempel didinding. Pada rak dinding bawahnya ada seperangkat home theatre canggih yang aku yakin berharga jutaan dengan barisan ratusan dvd yang ada di rak bawahnya. Di sepanjang dinding kiri kanannya juga berjejer dvd, cd dan entah apa lagi. Di depan tv itu ada bantal-bantal besar yang kelihatan empuk. Juga ada 4 buah sova besar yang bersandar pada dinding di seberang dinding tv itu. Sova besar rendah yang jelas terlihat empuk dengan sandaran kaki yang bisa dilipat. Gorden besar yang ada diujung menutupi jendela kaca seukuran ruangan itu, menghalangi pemandangan halaman belakang rumah Zaki yang asri. Ada sebuah meja dan kulkas kecil di pojok ruangan.

BUSYEEETT!!!! Kalo gua punya kamar menonton kek gini, gak bakal mau gua keluar rumah lagi, batinku.

"Ini ruang audio visual ku. Biasanya kalau ingin bersantai aku diam disini. Berbaring di lantai sembari menonton atau mendengarkan musik," jelasnya sembari melangkah menuju bantal-bantal besar itu. Dia berbaring santai dan melihatku, sepertinya menungguku bereaksi.

"Dan kita kesini untuk?" tanyaku.

"Bersantai. Kau bilang kalo hujan-hujan begini kau lebih suka berbaring santai sambil nonton kan? Kita santai saja dulu. 
Aku juga lagi malas kerja," katanya santai. Aku masih terdiam tak bisa menjawab.

Dia tadi bilang bersantai kan? Dan mau nonton bareng dengan ku? Dia masih waras gak sih? pikirku super heran. Semakin kesini tingkahnya semakin aneh aja nih orang. Kesurupan jin apa sih?   

"Kamu pilih aja filmnya," katanya lagi. Masih ssedikit termangu aku melangkah ke arah rak dvd itu. Koleksinya cukup untuk membuka sebuah rental kecil, dan aku yakin semua dvd ini original, dan bukan produksi dalam negeri. Genre-nya juga beragam. Aku menemukan film-film action, drama romantis sampai dengan horor.

"Kamu............. suka film apa?" tanyaku sembari membaca judul-judul dari dvd itu.

"Aku tak punya jenis khusus. Apapun yang bagus," jawab Zaki yang kemudian bangkit dan menuju kulkas di pojokan, 

"Kau sendiri?" tanyanya sembari membuka pintu kulkas itu.

Aku yang tadi melihatnya, kembali berpaling membaca judul-judul film yang ada di rak, "Sama saja. Aku suka berbagai jenis film," jawabku tanpa menoleh.

"Really? Apa saja film-film favoritmu?" tanya Zaki yang diikuti suara mendesis minuman bersoda yang dia buka.

"Dari apa? Action? Aku suka banget Speed-nya Keanu Reeves. The Terminator 2, The Judgement Day-nya Arnold, semua seri Transformer dan Die Hard-nya Bruce Willis, Independece Day-nya Will Smith, X-Men, Spiderman, Superman, Batman,"

"Superhero movies?" potong Zaki.

Aku hanya tersenyum dengan nada heran dalam suaranya, "Yah! Kenapa?" tanyaku kembali tanpa melihatnya.

"Nothing! What about drama?"  tanyanya lagi.

"Drama? Aku suka The bodyguard-nya Whitney Houston dan Kevin Costner, Ghost,"

"Those are classic movies," potongnya lagi.

"He's just not that into you, The Proposal, The holiday, Yes Man dan masih banyak lagi," lanjutku tanpa memperdulikan 
potongannya tadi, "Rata-rata atas rekomendasi dari Regi."

"Chick movies?" tanyanya.

Aku berbalik dan berkacak pinggang mendengar nadanya yang mencemooh, "Hei!! Film-film itu sangat bagus dan layak tonton. Dan kalau aku tak salah lihat, sebagian dari yang aku sebutkan tadi ada dalam koleksimu," sahutku nyolot.

Zaki hanya mengangkat bahunya, "Banyak dari film-film itu belum ku tonton. Bukan aku yang memilih. Biasanya aku cuma memesan film-film box office tanpa melihat judulnya. Bagaimana kalau kita lihat salah satu film yang kau sebutkan tadi?"

"Which one?" tanyaku.

"I don't know. Just pick one!" sahutnya.

Aku mengangkat sebelah alisku mendengarnya. Akhirnya aku mencomot film Jim Carrey, Yes Man! Film yang dulu pernah ku tonton bareng Mas Rizky. Terus terang aku penasaran dengan pendapat Zaki nanti tentang film itu. Aku memberikannya pada Zaki yang telah berdiri di belakangku.

"Let's see what you think about this one," kataku.

Zaki mengambilnya dari tanganku dan meraih remote kontrol. Aku hanya tersenyum dan berjalan menuju tumpukan bantal itu. Aku mengambil satu kemudian duduk bersandar pada sove pendek yang terasa empuknya di punggungku. Benar-benar kamar bersantai yang nyaman.

"Can I ask you something?" tanya Zaki yang masih berkutat dengan remote-nya tanpa melihatku.

"Sure! Tanya saja," jawabku.

"Ingat saat kita pulang ke rumahmu di Majalengka? Saat nonton tivi bersama, ku perhatikan kau selalu berbaring pada Mamah. Why did you do that? Agus dan Asti tak pernah melakukannya."

Aku hanya mengangkat bahu acuh, "I just like it! Nyaman aja," sahutku.

Zaki berbalik dan menoleh dengan heran, "Really? You're a big boy. Not a kid anymore. Don't you think that's.............. childish?"

Aku mendengus keras, "Says who? Kalopun ada yang berkata seperti itu, maka menurutku mereka cuma iri saja. Apa yang aku lakukan hanya ungkapan sayang saja. Semua orang waras juga pasti ngerti," kataku membela diri.

Zaki hanya tergelak kecil dan melangkah menjauh dari tivi, "Baiklah, aku percaya padamu. Kau tak keberatan kalau aku membuktikannya kan?" selorohnya singkat dan kemudian, tanpa kuduga sama sekali, dia berbaring disebelahku dan menggunakan pahaku sebagai bantalnya sementara kedua tangannya memeluk sebuah bantal besar yang tadi dia, ambil seperti guling.

Untuk sesaat kurasakan tubuhku kaku mendadak. Aku yang tak menyangka akan tindakannya jelas hanya mampu terpaku. Pikiranku terasa kosong untuk beberapa saat. Baru ketika Zaki menggerakkan kepalanya sedikit untuk mengatur posisi, aku bisa menarik nafas dan sadar kalau aku sedang melihat Zaki yang berbaring dengan kepala diatas pahaku.

"Wha-what are you do-doing?" tanyaku gugup.

"What?! Aku hanya ingin membuktikan ucapanmu tadi. Let's just watch the movie," sahutnya santai tanpa menolehku.
Enak aja lu ngomong!! Lu pikir gua bantal apa? pikirku dongkol. Kalau saja dia tahu efek dari tindakannya ini padaku, dia gak akan mungkin sesantai ini. Aku mencoba beringsut menjauhkan diri, "Well, apa kau juga ingin aku membelai rambutmu seperti yang dilakukan Mamah?" sindirku dengan nada sinis.

Dia tak langsung menjawab, dan tepat saat aku hendak kembali nyolot, dia membuka mulutnya, "Yeah....... you can do that," sahutnya pelan sembari bergerak sedikit untuk membetulkan posisinya. Aku yang saat itu tak bisa melihat ekspresinya hanya mampu tercenung super kaget. Nih bule bener-bener kesurupan kali ya? Atau nggak salah makan detergent sepertinya, pikirku.

"Zaki, ak....."

"Ssstt.... filmnya mulai," potongnya tanpa menghiraukanku.

Aku akhirnya hanya mampu terdiam dan menancapkan pandanganku pada layar plasma gede didepanku, mencoba mengacuhkan Zaki yang ada di pangkuanku. Aku suka film Yes Man! Film Jim Carrey ini menceritakan tentang Carl(Jim Carrey) yang menjadi penyendiri sejak perceraiannya dengan istrinya. Dia menjauhkan diri dari pergaulan sosialnya. Di lingkungan kerja, dia selalu gagal mendapat promosi. Bahkan teman-teman akrabnya menjadi kesal dengan sikapnya yang terus-terusan menghindar dan tak mau lagi peduli dengan sekitar. Sampai akhirnya dia bertemu seorang teman lamanya. Temannya itu menganjurkannya untuk mengikuti seminar YES MAN! Seminar yang mengharuskan para membernya untuk mengatakan YES setiap kali ada kesempatan/undangan/ajakan yang disampaikan padanya. Carl mulanya skeptis akan metode itu. Tak dinyana, petualangan awalnya dalam mengatakan YES itu mempertemukannya dengan Allison. Cewek yang kemudian mengisi kekosongan hatinya setelah ditinggalkan sang istri. Dan Carl yang semula penyendiri, pemurung dan selalu depresi berubah menjadi. pribadi yang hangat,  spontan dan kembali menemukan gairah. hidupnya.
Bagiku film ini sebagai pengingat bahwa terkadang kita hanya perlu membuka diri untuk bisa menjadi pribadi yang sempurna. Banyak dari kita yang lebih memilih jalur aman dalam menjalani kehidupan. Terlalu terlelap dalam zona aman kita. Terlalu takut akan resiko, rasa sakit serta luka yang nantinya akan timbul. Padahal rasa sakit itu yang akhirnya membuat kita menjadi pribadi yang kuat dan tegar. Dan terkadang kita memang harus hijrah dari kehidupan kita sebelumnya yang terkadang terlalu menekan dan menyesakkan, karena tak ada hal lain disana selain depresi dan sakit. Masa lalu bisa menjadi pil penguat dan pengingat kita dalam menghadapi masa depan, tapi bisa juga penghambat kita dalam meraih kebahagiaan kaalu kita membiarkannya menjerat pikiran dan jiwa kita.   

"Hei..... mana tanganmu?" cetus Zaki. Tangannya bergerak ke belakang meraih tangan kiriku lalu meletakkannya dikepalanya, "You said you wanna rub me," ujarnya.

Sumpah mampus aku hampir tersedak saking kagetnya. Gawat! Nih orang bener-bener lagi gak beres otaknya, pikirku. Tapi anehnya, tanganku yang sudah menempel di kepalanya kini bergerak pelan mengelus rambut Zaki yang terasa halus dan lembut di telapakku. Dan yang semakin membuatku heran adalah saat aku dengar desahan pelan yang keluar dari bibir 
Zaki. Seakan-akan dia sungguh menikmatinya. Dia tampak rileks dan.........nyaman dengan semuanya. Sesekali dia tertawa kecil saat ada adegan konyol di layar. Bahkan juga menggumamkan komentar-komentar singkat seperti, 'Konyol!', atau 
'Bodoh sekali'. Tinggal aku yang semakin terheran-heran dan tak habis pikir.

Aku jadi langsung teringat akan ucapanku bersama Ari, Mas Alvian, Regi dan Vivi. Waktu itu, setelah pembicaraan kami di kampus yang sedikit mengguncangku, bahwa Kak Alvian dan Ari pacaran, Kak Alvian mengajak kami makan. Tapi sebelumnya Ari mengajak kami ke sebuah area perumahan di pinggir kota. Kak Alvian menghentikan mobilnya disebelah sebuah warung makan. Semula kukira kami akan makan disana. Tapi Alvian menunjuk pada sebuah rumah yang ada di seberang jalan.

"Lo tau itu rumah siapa?" tanya Ari yang tentu saja kujawab dengan gelengan. Aku melihat rumah itu. Rumah tembok 
sederhana yang tidak begitu besar meski cukup asri dengan berbagai macam tanaman bunga dan buah didepannya. Halamannya cukup lebar. Ada dua orang anak kecil yang asyik bermain disana. Berusia sekitar 5 dan 7 tahun. Aku sudah hendak kembali bertanya saat sebuah sepeda motor melaju pelan dan kemudian masuk ke pekarangan rumah itu. Aku tercengang melihat wanita yang menaikinya.  

"Mbak Sri?!!" seruku kaget.

Ari tersenyum mendengarku, "Yep! Itu rumah Mbak Sri," jawabnya.

Aku kembali bengong dan kembali berpaling ke rumah tadi, tak percaya. Dari dalam rumah, keluar seorang remaja cowok yang mungkin sudah kelas 1 SMA atau kalau tidak SMP kelas 3. Dia segera menyambut Mbak Sri yang baru datang dengan meraih tangannya. Menciumnya dan membawakan tas yang tadi dibawa Mbak Sri. Mbak Sri sendiri kemudian tampak asyik bercanda dengan dua anak lainnya yang tadi asyik bermain. Aku kembali menoleh pada Ari.

"Mbak Sri yang lo kenal selama ini adalah seorang janda penjual buah-buahan centil dan super genit di pasar kan? Lo dan hampir semua anak kost lain gak pernah mau deket-deket dia. Tapi lo tau gak, kalo sebenarnya Mbak Sri adalah seorang Ibu hebat yang membesarkan sendiri 3 orang anaknya? Suami pertamanya meninggal, dan meninggalkan Adi, anak cowok sulungnya tadi. Suami keduanya meninggalkan Mbak Sri, selingkuh dengan wanita lain. Meninggalkan dua orang putrinya, Zahra dan Ashti. Dulu Mbak Sri adalah seorang ibu rumah tangga biasa dan tak tahu apa-apa. Cuma wanita kampung lulusan SD yang di peristri lelaki biasa. Tapi perjalanan hidup memaksanya menjadi seorang single parent dengan 3 kepala yang harus dia nafkahi.

Dulu, saat Mbak Sri pertama kali berdagang, dia sering mendapat kesulitan. Dia tidak tahu bagaimana berinteraksi dengan orang. Ngomong seadanya dan cuma pasrah menunggu barang dagangannya. Tapi seiring waktu, dia belajar bagaimana dia harus bersikap. Sikap genit, centil bahkan cenderung menggodanya justru membuat Mbak Sri mudah dikenal dan di hapal. Banyak sopir truk pengangkut buah yang mengenal Mbak Sri. Jadi dia memiliki akses yang lebih baik dari teman-teman pedagangnya. Yeaahh............  tentu saja ada efek buruknya. Dia dikenal sebagai janda gatel yang suka merayu. Beberapa bahkan mencoba bersikap kurang ajar. Tapi Mbak Sri sudah bisa menanganinya dengan baik sekarang. Gunjingan dan gosip memang terus bermunculan. Tapi Mbak Sri tak mau ambil pusing. Baginya itu hanya trik yang dia lakukan untuk menarik pelanggan dan relasi dagangnya. Anak-anaknya lebih penting. Asal semua keperluan mereka terpenuhi, Mbak Sri tak akan peduli hal lainnya."

Aku memandang Ari bengong. Begitu juga Regi dan Vivi, sementara Kak Alvian hanya tersenyum.

"L-lo... tau sedetil itu dari mana?" tanyaku heran setelah bisa menguasai diri.

Ari tertawa kecil, "Beberapa bulan kemaren, pas gue jogging, gue papasan ma Mbak Sri yang sedang digoda ma seorang sopir truk. Urusannya sudah hampir rusuh, jadi gue langsung turun tangan. Sopir truk itu urung kurang ajar karena ada gue. Mbak Sri waktu itu cuma bisa berterimakasih sambil nangis. Gue nganter dia pulang kesini. Dan..... dia bercerita semuanya," kata Ari dan kembali memandang ke rumah itu, dimana Mbak Sri sedang asyik bercanda dengan kedua putrinya, "Dimata orang lain Mbak Sri mungkin cuma sekedar seorang janda penjual buah yang genit dan menjijikkan, tapi bagi gue, dia seorang wanita dan ibu yang hebat. Sosok dia di pasar dan di rumah itu, benar-benar jauh berbeda Gha. Karena itu gue bilang,  kalo tampilan luar seseorang,  tak selalu menggambarkan isi orang tersebut. Ada banyak lapis fakta dalam diri seseorang. Jangan terlalu percaya pada bungkus luar, karena terkadang, lo bisa kaget dengan isi didalamnya," ujar Ari.

Waktu itu, Regi, Aku dan Vivi hanya tercenung dengan fakta yang dia sampaikan. Dan yang membuatku senang, aku langsung mendapatkan pemecahan masalah dari tugasku. Aku langsung menelpon Zaki. Aku usulkan untuk memberi bingkisan parcel buah untuk pesta ulang tahun di panti nanti. Zaki menyetujuinya dan memintaku mengurusnya sampai kelar. Aku tersenyum lebar sembari menutup ponselku, sementara Vivi dan Regi memandangku dengan alis terangkat sebelah.

"Gue dapet tugas buat nyari parcel. Ada seseorang yang hendak merayakan ulang tahunnya. Dan gue usulin buat kasih parcel buah aja sebagai bingkisannya. Kita bisa pesen buahnya ke Mbak Sri. Mudah-mudahan itu bisa membantu dia. Tapi..........." aku memandang mereka semua, "Gua mungkin bakal butuh bantuan buat bikin parcelnya. Kalian bisa bantu?"

Ari tersenyum lebar dan mengangguk.

Regi mendengus keras, "Emang lo bisa bikin parcelnya? Lo kan kudu bisa nata buahnya terus dihias agar lebih menarik,"sergahnya.

"Karena itu gue butuh bantuan elu Gi. Lu kan jago buat bikin sesuatu jadi imut dan menarik," sahutku dan nyengir.

"Rumpik!! Tapi ntar traktir ikke nonton ya?"

Aku tertawa kecil, "Sip deh!" Aku menoleh pada Vivi yang juga mengangguk.
"Aku juga siap membantu," ujar Kak Alvian sementara matanya menatap bangga pada Ari.

Dan kini, saat aku berada diruangan ini, aku teringat akan ucapan Ari waktu itu, kadang apa yang kita lihat diluar, kadang berbeda dengan isinya. Aku mulai bertanya-tanya apakah hal itu juga berlaku untuk Zaki. Dari luar dia memang sosok yang nyaris sempurna. Matang, dewasa, berkarakter, cakep, fisik yang mempesona, tajir, memiliki kedudukan mapan dan mandiri. Tapi mungkin ada yang lain dari semua bravado itu. Pikiranku mulai menebak-nebak apa.

"Kamu masih belum punya pacar Gha?" tanya Zaki tiba-tiba.

Gerakan tanganku yang mengusap rambutnya langsung berhenti. Pikiranku yang sedikit melayang-layang juga seakan-akan disentak kembali ke alam nyata. Sekali lagi, aku kira aku sudah salah dengar lagi untuk ke sekian kalinya, tapi aku tahu kalau apa yang ku dengar tadi adalah benar. Aku semakin merasa aneh dengan semua yang terjadi.

"Eeuuhh... belum sih," jawabku sedikit merasa tak enak, karena seolah-olah aku merasa merendahkan diriku dengan berkata begitu.

"Kenapa?"

"Mau jawaban yang bagaimana? Diplomatis atau yang. sebenernya?" tanyaku agak sinis.

"The truth,"sahutnya tanpa mengalihkan pandangannya dari layar tv.

"Well kau cuma harus melihat aku. Aku nggak cakep. Nggak punya kendaraan, muka ngepas, duit cekak dan sama sekali gak modis. Regi bilang, Ivan Gunawan bakal nangis sengsara kalo ngeliat gayaku berpakaian. Aku cuma mahasiswa perantauan yang masih beruntung memiliki tempat kost Ki. I can't afford having fun like most guys do. Clubbing or hanging out in the club are not my thing. Out of my reach. So obviously, gak ada cewek Bandung yang tertarik padaku. 
Aku belom pernah nemuin mahasisiwi di kampus yang rela kuajak kencan dengan modalku yang tipis ini," sahutku.

Tak ada sahutan dari Zaki, tapi kemudian dia kembali mengejutkanku dengan meraih tanganku lagi dan meletakkannya di kepalanya, "Don't stop," pintanya pelan.

Aku menurutinya. Kembali kuusap rambutnya dengan lembut, meski keanehan yang kurasakan semakin memuncak dan hampir-hampir membuatku berteriak untuk meminta penjelasan. Tapi aku hanya menarik nafas. dan kembali menatap screen tv yang sedang memperlihatkan Jim Carrey belajar bahasa Korea.

"Kau sendiri masih dengan siapa sekarang? Seluruh kampus sempet heboh waktu kau putus dengan Emma," tukasku.

Dia menarik nafas panjang, "Nobody. Kau bisa mendekati Emma kalau mau. I remember how you looked at her that time," katanya.

"Huh? Kapan?" tanyaku.

"Saat kau mewawancariku dan Emma untuk buletin sekolah," sahut Zaki.

Aku berpikir sejenak dan kemudian ingat. Aku tertawa kecil, "Believe it or not, itu adalah saat terakhir aku tertarik pada Emma. Dengar, mumpung kau sudah putus dengannya, can I say something bad about her?"

"Please do."

"She's dumb!!" komentarku singkat.

Tak ku sangka, Zaki justru tertawa sedikit keras sehingga tubuhnya berguncan-guncang. Sepertinya dia benar-benar geli dengan pendapatku tadi, "Berani taruhan kalau kau dulu tertarik padanya hanya karena dia cantik kan?"

"And hot!" sambungku cepat.

"You think she's hot?" tanyanya setelah diam beberapa saat.

"Well.... tentu saja. Hampir semua mahasiswa di kampus kita juga berpendapat begitu," sahutku. Tak ada tanggapan dari Zaki. Dia hanya diam dan menonton tv. Aku sendiri mulai bertanya-tanya kemana ujung dari pembicaraan kami yang tak jelas ini.

"What about me? Am I hot?"

Rasa-rasanya ada tulisan super gede dengan banyak sekali tanda seru yang kemudian keluar dari kepalaku. WHAT THE FUCK??!!!!!!!! Okay, ini sudah mulai sangaaaaaaat aneh!! Apa coba maunya dia menanyakan hal itu padaku? Sekarang aku lagi dimana sih? Wonderland-nya si Alice?!!

"A-ap-apa maksud..."

"Sudahlah! Lupakan saja. Filmnya mulai seru tuh," potongnya dan kemudian kembali meletakkan tanganku dikepalanya, memintaku kembali mengusapnya.




Dan hari ini, dia malah mengajakku nonton!!

"Huh? Apaan? Nonton?" tanyaku memastikan. Aku sudah khawatir kalau aku perlu ke rumah sakit untuk memeriksakan kondisi telingaku.

"Yup! Aku bosan hari ini. Bisa temani aku kan?" pinta Zaki santai seolah-olah dia sudah biasa melakukannya. Mengajakku nonton maksudku.

"Kamu sadar kan kalo kita masih punya pekerjaan yang harus kita selesaikan?" tanyaku.

Dia mendecak mendengarku, "Oh, come on!! Kita sudah menyelesaikan laporan mingguan kemarin. Aku sudah benar-benar mulai bosan disini. Aku ingin keluar nonton dan makan-makan," protesnya setengah merajuk.

Aku hanya menggelengkan kepalaku, tak habis pikir. INI SEBENERNYA ADA APA SEEEHH???!!!! Kalau saja ini acara tv, ini sudah pasti masuk acara Ripley's Believe it or not! Aku cuma mengangkat tanganku, "Fine! You're the boss!" sahutku dan bangkit.

"Awesome!!" komentarnya dengan senyum penuh kemenangan, "Kamu tunggu di depan, aku mau ambil jaket sebentar," 
katanya dan segera pergi.

Aku cuma kembali menggelengkan kepalaku. Keanehan sikap Zaki semakin menjadi akhir-akhir ini. Bukannya aku mengeluh sih. Kelakuannya justru berdampak baik padaku. Dia sudah tidak lagi sinis ataupun berkomentar sengit dengan semua yang aku lakukan. Sekitar sebulan yang lalu, aku bisa mengatakan bahwa saat dimana Zaki mengajakku nonton, hanya akan terjadi saat Regi berubah jadi cowok macho dan straight! Which is IMPOSSIBLE!! Tapi lihat sekarang! Dia terihat luar biasa senang saat aku menyetujui ajakannya. Besok mungkin Zaki akan mengajakku bulan madu ke Bali!

SINTING!!!

Aku menjitak kepalaku sendiri karena pikiranku tadi. Sepertinya aku mulai ketularan gilanya Zaki nih, gerundengku dalam hati dan melangkah keluar dari ruang kerja kami.



Beberapa saat kemudian kami melaju di jalanan, memecah arus lalu lintas Bandung yang lumayan macet dan berantakan. Dalam satu jam kedepan mungkin akan lebih macet lagi. Rush hour pada jam pulang kantor bisa bikin stress orang sekota.

"Kita mau nonton dimana?" tanyaku sembari memperhatikan lalu lalang kendaraan yang melintas. Ac di mobil Zaki cukup membuatku kedinginan, hingga tanpa sadar aku agak menggigil.

Zaki melempar jaket yang ada di dashboard mobilnya padaku tanpa menoleh, "I don't know. Kau punya rekomendasi?" tanyanya sembari mengecilkan ac mobil. Sepertinya sadar akan kondisiku. Aku tidak langsung menjawab, tapi malah mengangsurkan jaket yang tadi dilemparnya. Zaki memutar bola matanya dengan tingkahku, "Pakai saja! Aku tak mau kau menuntutku gara-gara masuk angin dimobilku," katanya lagi.


"Nggak perlu. Aku bisa...."

"Pakai saja," potong Zaki masih tanpa melihatku

Belajar dari pengalaman, aku tahu kalau melawannya adalah percuma. Jadi aku diam saja dan menurutinya. Jaket itu agak kebesaran. Tapi saat aku memakainya aku diliputi perasaan hangat yang aneh namun menyenangkan. Harum Zaki yang biasa bisa ku hirup dari jaket itu. Harumnya menimbulkan sensasi tersendiri yang tak kupahami.

"Well...? Any idea?" tanya Zaki lagi membuatku sadar kalau aku belum menjawab pertanyaannya.

"Aku biasa nonton di BIP ma Mas Rizky," jawabku kalem. Detik berikutnya aku menyesali jawabanku tadi. Ekspresi wajah Zaki langsung berubah tak enak.

"Kalo begitu kita tak akan kesana bukan?" sahutnya sinis.

"Jadi kemana?" tanyaku lagi.

"PVJ sepertinya lebih menarik bagiku. Tempatnya juga lebih cozy, don't you think?" katanya. Aku hanya mengangkat bahuku. Kalau bagiku sih, yang terdekat saja. Tapi jelas Zaki tak akan mau didebat. Jadi biarkan saja. Toh dia yang punya rencana. Dan mungkin aku sebaiknya tak menyebut nama Mas Rizky didepannya. Yang masih membuatku penasaran adalah apa yang menyebabkan keanehan sikapnya beberapa hari belakangan ini. Seingatku tak ada kejadian yang diluar kebiasaan selama ini. Beberapa hari yang lalu dia masih seorang Zaki yang menyebalkan dan selalu mengkritik apapun yang aku lakukan. Pasti ada sesuatu yang membuatnya jadi jinak seperti ini. Tapi apa?

"Ki.......... boleh tanya sesuatu?" tanyaku saat kami melewati terminal Leuwi Panjang. Aku tak memandangnya langsung. 

Aku hanya duduk sembari menatap kepadatan lalu lintas di sekeliling kami.

"Yeah. Shoot," jawabnya.

"Are you okay?" tanyaku.

"What? What do you mean?" tanya Zaki sembari menolehku sekilas.

"Well.......... mungkin kau tak merasa, tapi menurutku, you're acting kinda a bit weird lately," ujarku perlahan. Aku tahu kalau aku harus menyampaikan hal ini dengan berhati-hati padanya.

"Weird? Aneh gimana?" tanyanya.

Aku meliriknya, tapi dia sedang melihat lurus kedepan. Entah dia memang sedang konsen dengan menyetir, atau hanya mencoba menghindar saja, "Well..... you know, this!" jelasku sambil mengangkat tanganku, "Mengajakku nonton begini. Bukankah ini di luar kebiasaanmu?"

Dia mendengus keras karenanya, "Aku pernah menginap selama 2 hari di kampung halamanmu. Kita bekerja di tempat 
sama. Bahkan beberapa hari ini kita terus bersama dalam menyelesaikan pekerjaan kita. Aneh kalau aku mengajak rekan kerjaku nonton?" tanya dia balik.

"Kalau kau yang melakukannya, iya!"

"Aku juga membuat pesta ulang tahunmu. Apa itu juga aneh?" lanjutnya lagi seolah-olah tak pernah ada interupsi dariku. Aku sendiri jadi terdiam dengan argumennya. Padahal kalau dipikir bener juga ya? Tanpa aku sadari dia telah banyak membantuku. Dia membuatkan pesta ulang tahun untukku. Dia membantu Abah dalam menghadapi masalahnya. Bahkan dia mau menungguiku yang sedang sakit. Aku banyak berhutang pada bule sinting di sebelahku ini.

"I guess you're right," gumamku lirih, sedikit melamun.

"Aren't I? Lalu apa yang aneh dengan aku mengajakmu nonton sebuah film?"

Aku menggelengkan kepalaku kuat-kuat. Mencoba mengibaskan jauh-jauh pikiran aneh yang ada di otakku, "Nope! Tak ada yang aneh. Aku aja yang agak error. Maaf.  Sepertinya aku sedikit kacau hari ini," ujarku

"Kau memang selalu aneh kok," sahut Zaki enteng. Aku hanya menggerutu pelan mendengarnya. Aku akhirnya lebih 
memilih untuk diam saja. Lebih aman. Karena sepertinya aku selalu mengatakan hal yang salah didepannya.

Aku terus diam sampai kami tiba di PVJ. Setelah memarkir mobil, kami pun menuju cineplex PVJ yang ada underground. sudah ada cukup banyak orang yang ada di cineplex saat itu.

"Kamu punya ide? Apa yang sebaiknya kita tonton?" tanya Zaki.

Aku tak menjawabnya, tapi justru melangkah ke arah satu pasangan yang sedang memperhatikan sebuah poster film. Sejak masuk tadi, mataku tak sengaja tertancap pada mereka. Aku merasa mengenal mereka, meski semula ragu. Karena kebanyakan teman-temanku lebih memilih nonton di BIP yang aksesnya lebih dekat dan gampang untuk kami jangkau.

"Regha?" panggil Zaki. Aku tak menghiraukannya dan terus melangkah mendekati pasangan yang ada didepanku. Hingga kemudian mereka berbalik. Aku terbelalak kaget melihat mereka.

"Regha?!" seru Vivi dengan ekspresi yang super terkejut, jelas dia tak menyangka akan bertemu denganku di tempat ini. Sementara Jordan yang berdiri di sebelahnya kontan terdiam dan melihatku. Wajahnya langsung berubah saat melihat Zaki yang berhenti melangkah di belakangku.

"Jordan?" sapa Zaki heran.

Aku menatap mereka berdua yang berdiri didepanku dengan resah, bergantian.

Vivi dan si sengak bermulut pedas yang homophoic Jordan??!!!!!!! Cowok yang dulu pernah memanggil Vivi dengan sebutan Ganesha??!!!!

APA-APAAN LAGI INIII????!!!!!!!!!!!    

Tidak ada komentar:

Posting Komentar