Translate

Rabu, 31 Desember 2014

MEMOIRS III (The Triangle) Chapter 24 - Silly Me



REGHA



Aku tak pernah menyangka kalau aku akan mengatakan ini, tapi ku akui kalau aku lebih suka dibentak-bentak oleh Zaki, daripada didiamkan seperti ini. Sudah hampir seminggu ini dia mengacuhkanku. Menjawab pertanyaan-pertanyaanku dengan nada singkat dan dingin. Menganggap aku yang berada dalam satu ruang dengannya seperti sebuah hiasan dinding yang tak bisa bicara. Lebih suka memintaku mengerjakan sesuatu dengan cara tertulis. Kalau aku mencoba bertanya kenapa, dia hanya akan memandangku dengan kesal, hingga aku yang semula ingin protes, hanya mampu mundur.

UGH!!!!!!

Suasana kerja dirumahnya jadi lebih menekan daripada biasanya. Bukannya dulu kami hangat atau kompak. Tapi setidaknya sebelum ini, dia masih mau ngomong langsung,, marah dan terkadang menyebutku dengan berbagai nama panggilan yang mengesalkan. Tapi suasana hening yang sekarang ini, justru terasa lebih menekan daripada suasana itu.

"Gue musti gimana coba Gi, Vi?" curhatku pada mereka saat rapat redaksi siang ini. Meski kuliah baru dimulai minggu depan, Mas Angga tak ingin kami ikut-ikutan santai. Tugas bulletin kami terus berjalan seperti biasanya.

"Lu juga sih Gha! Asal mengap aja! Masa sih lu bisa berpikir kalo Zaki bakal nyuruh lu masuk kerja, padahal dia tahu banget kalo lu sakit," gerutu Vivi. Aku jelas bengong tak percaya. Masa dia juga mau berpihak pada Zaki?!!

"Em!!" timpal Regi sembari mengganyang camilan yang dibawanya, "Kalo ikke pikir ya Nek, si Zaki tuh orangnya baek lho! Dia cuman gak bisa berekspresi normal kek kita orang."

"Maksud lo dia biasa berekspresi kayak iblis biasanya?" ganti aku yang sekarang ngedumel.

Regi cuman tertawa dan menepuk punggungku, "Rumpik!! Bukan itu maksud ikke. Tapi si Zaki tuh cuman tinta bisa aja bersikap manis. Orangnya ya emang gitu. Nyolot, ngeseli bin semaunya sendiri. Tapi kalo jij mau berpikir, diana tetep bermaksud baek kok. Contohnya aja saat dia kasih kesempatan jij but kerja di panti buat gantiin mobil dia yang rusak. Dia juga orang yang dengan relanya ngadain pesta ulang taon buat jij. Padahal jij udah panggil dia bule setengah jadi pengidap megalomaniak sinting akut. Terus kemaren, dia dengan pedulinya nungguin jij. Kalo dese jahat, gak mungkin kan dese mawar ngelakuin itu semua. Em?"

Aku ganti memandang Regi yang tadi, dengan lancarnya menguraikan dosa dan hutang budiku pada Zaki.

"Ampar?" tanya Regi bingung dengan reaksiku.

"Sebenernya lo temen siapa sih?!!" sentakku dongkol.

Regi dan Vivi cuman mesem mendengarku, "Nggak gitu Nekk. Ikke cuman ungkapin fakta yang mungkin jij gak sadari. Kalo Zaki tuh sebenernya baek, cuman kadang lu jij yang salah sikap, dan selalu memandang Zaki dari sisi negatifnya doang. Em?" ujar Regi membela diri.

"Iya kok Gha! Kalo kemaren si Zaki agak marah, itu karena seeakan-akan lo nuduh dia buat lu kerja rodi, meski lu dlam kondisi gak fit. Itu aja kok. Hanya salah paham," timpal Vivi.

"Terus gue mesti gimana?" tanyaku setelah diam beberapa saat, memutuskan untuk mengalah dan menerima usul dua manusia sinting didepanku ini.

"Ya lu ajak bicara dia aja," kata Vivi lagi.

"Gue kan udah bilang kalo dia gak mau ngomong ma gue Vi!" gerutuku.

"Ikke ada ide yang mungkin bisa bikin dia ngomong ma jij!" seru Regi dan jejingkrakan.

Aku mengangkat sebelah alis, curiga. Kalo Regi sudah seperti ini, biasanya, apapun idenya itu hanya memiliki satu ema, kehebohan! Tapi akhirnya memutuskan untuk mendengarkannya.



Kalau ditanya, apa pendapatku tentang ide Regi, jawabanku adalah, konyol! Rasanya nggak masuk akal dan mustahil berhasil. Sama sekali gak nyambung. Tapi aku sudah putus asa sekarang. Dan ide apapun akan kucoba. Jadi hari ini, saat hampir jam pulang seperti biasanya, aku menunggu-nunggu dengan cemas. Aku meraih hape ku, yang hanya selang beberapa detik kemudian berdering dengan nyaringnya.

Aku segera mengangkatnya, "Ya Mas Rizky?" sahutku dengan suara agak keras, "Apa? Mau jemput?! Sekarang??! Lagi 
dirumah Zaki Mas. Mo nonton? Enggak kok! Bentar lagi udah mau balik, dan bi.."

Hapeku sudah direbut dengan kasar oleh Zaki, "Regha harus lembur dan pulang larut malam ini. Jadi tak usah menunggu apalagi menjemputnya, karena sopirku yang akan mengantarnya!" kata Zaki, lalu melempar kembali hapeku padaku setelah menutupnya. Tanpa berkata apa-apa lagi dia melangkah ke mejanya dan meraih setumpuk dokumen yang kemudian diletakkannya di mejaku, "Masukkan semua transaksi itu kedalam laporan sekarang," perintahnya singkat padaku yang cuma bengong kaget. Tanpa menunggu reaksiku, dia langsung berbalik kembali ke mejanya.

Masih sedikit termangu kaget, aku meraih salah satu berkas yang teratas. Keningku langsung berkerut membacanya, "Ki..... ini bukannya berkas yang biasanya kamu kerjain sendiri?" tanyaku padanya.

"Tidak lagi. Selesaikan itu sekarang juga, karena aku harus segera mengirimkannya," sahut Zaki tanpa mengangkat wajahnya.

Aku sedikit tersenyum simpul. Luar biasa! Rencana Regi berjalan dengan lancar. Gimana coba reaksi Zaki kalau dia tahu bahwa yang menelepon tadi adalah Regi, bukannya Mas Rizky? Sampai sekarang aku tak mengerti, apa yang menyebabkan Zaki tak menyukai Mas Rizky. Coba saja mereka bisa akur. Kan bakalan seru! Aku menghela nafas dengan pemikiranku tadi. Sadar kalau mengingat sifat Zaki, rasa-rasanya hal itu mustahil.

Aku lalu bangkit, "Aku mau minta mbak Ayu buat bikin kopi dulu. Kamu mau?" tanyaku padanya.

"Terserah!" sahut Zaki singkat. Dengan senyum simpul aku melangkah keluar menuju dapur.
Setidaknya ada sedikit perubahan!




ZAKI



Aku diam termangu sambil memandang Regha yang asyik berkonsentrasi dengan berkas yang dia kerjakan. Keningnya sesekali berkerut seperti sedang menghitung suatu soal matematika rumit. Tak jarang dia menggigit bibir bawahnya lalu mendesah. Dilain waktu dia bergumam kecil, menyenandungkan lagu yang tak kukenal. Tak jarang pula kekikukannya muncul. Entah sudah berapa kali pulpen, kertas laporan ataupun benda-benda lain yang ada di mejanya jatuh, tersenggol oleh lengan atau bagian tubuhnya yang lain. Bibirnya akan cemberut kalau itu terjadi. Gerutuan pelan akan terdengar dari mulutnya, kemudian dia akan membungkuk, mengambil benda yang jatuh itu. Selang kurang dari sejam kemudian, hal yang sama akan terulang. Entah itu benda yang sama, ataukah benda lain yang ada disekitarnya. Mengherankan sekali bagaimana seorang mahasiswa bisa seceroboh dia.

Seringkali aku dibuat tersenyum kecil sekaligus gemas oleh tingkahnya itu. Sometimes I think that he's helpless. Bahkan saat dia telah pulang,  aku terkadang duduk diam dimejaku ini, membayangkan sosoknya yang bekerja tak jauh disana,  dengan tingkahnya yang biasa. Bagaimana dia berbicara, ekspresi wajahnya yang berubah-ubah dan juga bagaimana dia bergerak disekitarku. Semua itu sering terlintas dibenakku saat aku sendiri. Terlalu kerap terlintas hingga terkadang membuatku heran.

Dan terganggu.

Aku mulai merasa aneh, karena rasa-rasanya aku jadi terlalu akrab oleh kehadiran Regha. Aku jadi terbiasa oleh kecerobohan dan kebisingannya. Ada bahkan saat-saat gila dimana kadang aku berpikir kalau aku merindukan sosoknya saat dia tak ada. And that ain't right! Karena tidak seharusnya aku merasakan itu. Semula aku mencoba mengacuhkan hal itu. Berpikir kalau itu cuma kilasan pikiran bodoh. Tapi saat pikiran itu melintas dengan intensitas yang lumayan, aku mulai agak khawatir. Dulu, Regha kuanggap selayaknya pegawai baru yang perlu kulatih. Hell, I even thought that he was such a cute and clumsy puppy which is need to be trained into a good pet. Kehadirannya menjadi hiburan tersendiri yang membuatku hari-hariku sedikit berwarna. Lingkungan sosial dan caranya dibesarkan cukup membuatku tertarik untuk mendekatinya. Bahkan cenderung sedikit protektif. Apalagi kalau Rizky muncul didalam gambar.

Instingku mengatakan untuk menjauhkan Regha dari lelaki itu. Tak membolehkan Rizky untuk terlibat dalam kehidupan Regha. Karena dia milikku!

DAMN!!!!

How sick is that?!!!!!

Apa sebenarnya yang kupikirkan hingga pikiran itu terlintas! Sepertinya aku sudah terlalu lama sendiri. I need to get laid! And soon! Karena itu, kemarin malam, untuk pertama kalinya, aku menanggapi godaan nakal seorang cewek yang kutemui di klub. Biasanya aku jarang keluar ke klub sendirian. Lebih sering aku keluar bersama Jordan dan yang lain. But I was a bit panick. Jadi aku memutuskan untuk pergi.

Salah satu klub ternama di Bandung itu cukup ramai meski bukan weekend. Musik yang menghentak dan bau minuman serta rokok yang mengambang diudara menyapaku dengan akrab. Aku langsung menuju bar dan memesan minuman ringan. Aku kesini untuk mencari seorang, dan berhati-hati merupakan tindakan yang perlu sekarang ini. Kita tak akan pernah tahu apa yang kita dapatkan nanti.

Saat aku menyesap minumanku, tiba-tiba saja ada seseorang yang duduk disebelahku dan memesan minuman yang sama. Tangannya dengan samar, seolah-olah tanpa sengaja menyenggol lenganku. Aku menurunkan gelasku dan memperhatikannya.




Rambutnya panjang, hampir mencapai siku. Terlihat lurus dan terawat. Tubuhnya terbalut kemeja hitam berleher rendah dengan pas membalut tubuhnya, menunjukkan lekuk-lekuk tubuhnya yang cukup bisa dibanggakan. Bau parfumnya yang lembut cukup menggodaku. Dia berpaling dan berkedip beberapa kali dengan pandangan menilai, kemudian tersenyum.
Wajah yang terlalu muda untuk dipoles oleh tebalnya make up yang dia pakai, batinku. Padahal menurutku, tanpa make up yang berlebihan, dia sudah terlihat menarik.

"Sendirian?" tanyanya membuatku sedikit mengangkat alis. Dia tertawa kecil dengan reaksiku, "Biasanya aku melihatmu 
dengan beberapa orang temanmu yang cukup berisik itu," jelasnya lagi padaku.

Aku membalas senyumnya, "Yep! I'm all alone tonight! Mau menemaniku?" tanyaku santai.

Sejenak dia cuma memandangku, berpikir. Dia lalu mengangkat bahunya, "Sure! Pay my drink, ok?!" sahutnya lalu mengulurkan tangannya padaku. Mengajakku untuk turun kelantai dansa. Kami bergerak mengikuti alunan musik. Dia dengan lihai bergerak dengan sensual, menggesekkan tubuhnya padaku, memancing. Saat suasana makin memanas, aku meletakkan kedua tanganku dipinggangnya, menariknya mendekat dan membisikkan sesuatu ditelinganya.

Dia tersenyum dan tanpa berkata apapun dia menarikku keluar dari sana. Kami mencari hotel terdekat yang bisa kami temukan. Kami melanjutkan apa yang kami mulai tadi dilantai dansa. Dan saat semuanya meledak dalam pencapaian hasrat yang liar, aku terbaring lemas diranjang sementara dia tergeletak disebelahku kehabisan tenaga.

I'm okay! I'm normal! pikirku waktu itu dan melirik wanita disebelahku yang masih mencoba mengatur nafasnya. Saat itulah aku baru sadar kalau aku bahkan belum menanyakan namanya.




Aku merasa konyol sesudahnya. Untuk apa aku melakukan semua itu. Aku bukan tipe orang yang senang berkencan dengan orang asing yang baru aku temui. Casual sex isn't a new thing. But with a complete stranger, that's new. Lagipula, why should I doubt my manhood? Benar-benar konyol dan tidak masuk akal. Apa yang aku rasakan pada Regha bukan hal yang patut aku resahkan. Dia tak ubahnya seperti hewan peliharaan yang lucu dan asyk untuuk diajak bermain. Hanya itu kan? Karena sudah pasti kalau aku bukan gay, dan aku tak mungkinn menyukai......................

Tapi...... kenapa tak sedikitpun aku merasa tenang? Apalagi sekarang! Saat aku berada didekatnya, melihatnya dengan jelas sekarang. Semua ketenangan yang kurasakan sebelumnya jadi terasa samar dan lupertanyakan keabsahannya. Apa yang sebenarnya terjadi padaku? Apa yang sebenarnya kurasakan sekarang ini? pikirku. If I were really gay, then I won't get turned on by a girl right?  Kenyatannya, aku masih ngiler dengan cewek. seksi. I could f#ck them senseless.Gay guys won't be able to do so! Lalu............ penjelasan apa yang bisa menjabarkan apa yang kurasakan ini?

Selama beberapa hari aku memikirkan hal itu, tapi aku tak pernah bisa menemukan jawaban yang bisa memuaskanku. Tak bisa dipercaya. Kalau berurusan dengan Regha, seakan-akan aku tak bisa berpikir normal. Segala hal mengenai dia selalu bisa membuatku bereaksi lain seperti biasanya. Contoh konyolnya saja tadi. Setelah beberapa hari sukses mendiamkannya, aku langsung melupakan hal itu saat kudengar dia menerima telepon dari Rizky. Tubuhku bergerak dengan sendirinya. Dengan cepat aku menyambar hapenya, dan mengatakan pada Rizky bahwa hari ini, dia tak akan bisa bersama dengan Regha seperti keinginannya.

Yeah, konyol! Tapi Regha dan juga Rizky bisa membuatku mampu melakukan hal itu.

"Ki..?!"

Aku sedikit tersentak kaget, apalagi saat mendapati Regha yang berdiri didepanku dengan segelas kopi hangat ditangannya. Aku celingukan sebentar, mencoba melakukan sesuatu, entah apa itu. Namun akhirnya sadar, kalau aku hanya akan mempermalukan diri sendiri didepannya, ""W-what?" tanyaku agak gugup tanpa memandangnya.

"Kopimu," jawab Regha dan mengangsurkannya padaku.

"J-just put it. Aku akan meminumnya nanti," jawabku lagi dan kembali tak melihatnya. Aku lebih memilih menancapkan pandanganku pada laptop dihadapanku. Berusaha terlihat biasa meski bisa kurasakan debaran aneh didadaku. Entah karena alasan apa, jantungku meningkatkan kekuatan detakannya, sehingga nyaris bisa kurasakan denyutannya disekujur tubuhku.

What the hell is wrong with me?!!!!




REGHA


Aku mencuri-curi pandang pada Zaki yang asyik menyantap ayam lalapan didepanku dengan sambel pedasnya. Ini nih yang paling bikin gak nahan ngeliatnya!! batinku sedikit stress. Ternyata aku paling nggak bisa kalau ngeliat Zaki makan makanan pedas. Bibirnya itu lho. Jadi keliatan makin memerah basah dan...... menggoda.

HUWANJEEEEZZZ!!!!!!

GELOOOO!!!! Gue mikir apaan coba?!!! Ya alloooohhh!!! Sadar, sadar Reghaaaa!!!! Istighfar!!!

Aku mencoba mengusir pikiran-pikiran sinting itu dari otakku. Mencoba menyibukkan otakku dengan imej-imej lain yang kupikir bisa mengalihkan perhatianku. Tapi lagi-lagi mataku bergerak sendiri, kembali mencuri-curi pandang ke arah bibir Zaki. Beeuuhhhh!!! Tuh bibir dikasih apa ya bisa keliatan kayak gitu? Beda banget ma bibir orang-orang kebanyakan, ataupun bibir cewek yang dikasih produk kecantikan macem lipstik ataupun lip gloss yang serng dipake Regi. Kalo bibir Regi aja, meski terlihat basah abis make lip gloss, tetap aja gak keliatan imut begitu. Bibirnya cuman pink basah aja. Tapi coba liat deh si Zaki. GUSTIIIIIIII!!!!!!!! Berapa kali gue kudu nelen ludah sih?!!!

"Gha?!!" tegur Regi dari arah sampingku.

"Bibir," gumamku pelan tanpa berpaling dari bibir Zaki.

"Bibir? Bibir siapa?" tanya Regi heran.

Detik itu aku baru sadar dan sontan berpaling pada Regi dan Vivi yang duduk disebelahku, "Eh apa?!!" tanyaku mencoba menutupi salah tingkahku, meski aku tahu passti kalau wajahku memerah. Anjiiiiss!!! Gue tadi ngomongnya keras apa?!! DODOOOOLLL!!!!

Regi tak menjawab, tapi matanya langsung terarah pada Zaki yang duduk didepan kami. Jelas dia tahu bibir siapa yang ku maksud tadi. Dan detik berikutnya dia langsung menyikut. Vivi untuk memberitahunya. Saat ini kami berada disebuah rumah makan jawa. Zaki lagi bolong hatinya. Tadi kami sedang mengerjakan laporan panti dirumahnya ketika Regi meneleponku dan ngajak hang out bareng. Dia dengan santainya mengundang dirinya sendiri untuk ikut bergabung dengan kami. Kami menjemput Regi yang menunggu di kostan ku. Meski heran, tapi Regi bisa segera menguasai dirinya. 

Dia segera masuk ke mobil Zaki. Kami lalu menuju Vivi yang saat kami telepon sedang menunggu didepan BIP.
Vivi yang tadi mengusulkan untuk makan di Rumah Makan Jawa ini. Mulanya Zaki tampak heran dengan pilihan Vivi. Tapi saat dia melihat menunya, aku bisa melihat kalau dia mulai tertarik. Tanpa ragu dia memilih ayam lalapan dengan sambal pedasnya. Sepertinya bule sinting itu sedang tergila-gila dengan sambal.

"Bibir?" celetuk Zaki yang sepertinya juga mendengar apa yang menarik perhatian Vivi dan Regi tadi. Dia menoleh ke arah kami dengan tatapan tanya. Saat kami tak menjawab, dia menegakkan punggungnya, "What? There's something on my lips?" tanyanya dan mengambil tissue untuk mengusap bibirnya.

Aku menendang kaki Regi yang ada dibawah meja.

"Eh tuyul bencong!!!!" pekiknya yang jadi kumat latahnya karena kaget, "Sakit banci!" umpatnya sembari meringis.

"Nggak pake corong sekalian?" gerundengku pelan dengan geraham terkatup kesal. Coba bayangin gimana reaksi Zaki kalo dia tahu aku tadi asyik ngecengin bibirnya. Bisa bisa aku dia anggap bencong mesum kan?!

Vivi hanya tersenyum dengan kelakuan kami, "Your lips," ujarnya santai pada Zaki dengan nada santai. Aku yang mendengarnya langsung mendelik marah. Tapi Vivi dengan santaimalah meraih gelas orange juice nya, seakan-akan dia tak melihat tatapanku.

"Apa yang salah dengan bibirku?" tanya Zaki heran.

"Nothing!" jawab Vivi kalem, "Hanya saja bibirmu terlihat seperti memakai lipstik sekarang. Terlihat merah," lanjutnya lagi dan melemparkan senyum.

"Really?" tanyanya dan menjlat bibir bawah dengan lidahnya. Tindakan yang buruk, karena sekarang bibirnya terlihat semakin basah dan berkilat, membuatku tanpa sadar menelan ludah.

TOLOOOOOOONNGG!!!!!! GUA MIKIR APAAN SIIHHH??!!!!

"Mungkin karena sambalnya yang terlalu pedas," gumam Zaki dan meraih gelas minumannya. Dan mataku tak ppernah lepas dari bibirnya yang menempel digelas itu, dan gerakannya yang menghirup isi gelasnya dengan perlahan. Dimataku, semua gerakannya tampak terlihat seperti film yang bergerak dengan lambat dan jelas, juga................... menggoda.

"Aku harus kebelakang sebentar!" pamitku dan cepat-cepat bangkit. Aku bisa beneran gila dan melakukan hal konyol kalau aku tetap disini. Aku butuh jeda sejenak! pikirku kalut. Saat berada di kamar mandi, baru aku bisa menghembuskan nafas. Aku lalu mencoba menarik nafas panjang, mengisi paru-paruku dengan bau kamper kamar mandi yang normalnya, sama sekali tak kusukai. Tapi kali justru lebih kupilih daripada harus duduk diluar sana. Aku mendekat ke wastafel untuk mencuci mukaku.

"Sadaaarr!! Sadaaaarr Regha. Maneh teh lain awewe. Maneh lalaki. Sadaaaar Regha, sadaaaaarr," gumamku beberapa kali sembari membasuh mukaku dengan air kran yang cukup dingin. Aku mengangkat wajahku, dan langsung tertegun saat kutemukan Regi yang sedang membasuh tangannya disebelahku.

"Sepertinya kita harus bicara," ujarnya santai sembari menoleh padaku dari arah cermin. Lalu tanpa menunggu jawabanku, dia melangkah keluar.

Gawat!!!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar