REGHA
Siapa sangka kalau berjalan, bisa menjadi sesulit ini,
pikirku ngeri. Aktifitas yang sehari-hari telah kulakukan dan nyaris tak pernah
ku sadari, kini seolah-olah menjadi temuan baru bagiku. Di altar sana menunggu
Zaki dengan tuxedo putihnya. Tersenyum dengan mata yang berbinar dan senyum
sumringah. Aku menelan ludah dengan gugup.
“A…..” tegur Agus pelan dengan satu tangan menepuk
pelan punggungku. Aku menoleh padanya. Dia pasti bisa melihat kepanikan di
mataku, karena Agus tersenyum dan mengangguk menenangkan. Aku balas
mengangguknya dengan gerakan seidkit kaku.
Kamipun kembali melangkah, semakin mendekat ke Zaki.
Mataku jelalatan melihat ke beberapa tamu yang turut hadir di rumah Zaki.
Halaman belakangnya yang luas kini ditempati oleh sebuah tenda putih besar
tempat kami mengucapkan sumpah setia kami. Commitment ceremony!
Kemarin aku cukup dibuat kagum akan dekorasi tenda
yang juga akan menjadi tempat pesta resepsi kami ini. Lapangan berumput dibawah
kami telah dilapisi dengan karpet merah yang bersih. Tiang-tiang dibungkus
dengan kain putih berlipit serta hiasan karangan bunga yang di dominasi oleh
lily putih. Meja-meja denga taplak putih
di tata melingkar. Di tengahnya dibuat altar pernikahan kami yang menebarkan
bau harum oleh karangan bungan yang membelitnya.
Aku harus mengakui kehebatan
wedding organizer yang di sewa Mommy.
Sebenarnya tak begitu banyak tamu yang di undang oleh
kami. Hanya keluarga dan teman-teman terdekat. Tapi……….demi sopan santun, Mommy
telah mengatur sebuah pesta resepsi lain yang di khususkan untuk kolega dan
rekan kerja kami. Pesta yang akan dilaksanakan dua hari ke depan. Sementara
acara hari ini lebih bersifat pribadi.
Regi hadir dengan Nick dan dia masih manyun melihat ke
arahku meski aku bisa melihat sebuah cincin pertunangan di jari manisnya. Dia
masih belum bisa terima aku mendahuluinya menikah. Aku hanya mampu nyengir
dengan tatapan geramnya, sementara Nick tersenyum lebar padaku.
Vivi, untungnya bisa hadir berdua dengan Jordan. Kedua
anaknya berada di hotel bersama dengan baby sitternya. Vivi yang sering ngomel
karena kebandelan anaknya nurun dari Jordan berjanji kalau hari ini adalah
khusus untukku dan Zaki. No kids allowed! Padahal dia sendiri sebenarnya ingin
memiliki waktu berdua dengan Jordan. Sejak melahirkan anak pertama dan di susul
yang kedua tak lama kemudian, dia mengeluh karena kurang memiliki waktu luang berdua
dengan suaminya. Dia cukup sering mengeluh sementara Jordan justru tak keberatan.
Malah menurut Vivi, dia justru pihak yang paling dekat dan sabar dalam
menghadapi kedua anak mereka. Siapa sangka kalau Jordan adalah ‘a kid person’,
seperti kata Zaki. Vivi hanya mendengus keras bila Zaki mengatakannya.
“Apa gunanya dong gua mati-matian nurunin berat badan
sampe 5 kilo kalo gua cuma dijablay-in!” omelnya waktu itu. Tubuhnya memang
terlihat lebih bagus sekarang dibandingkan setelah dia melahirkan anak pertama
mereka. Jordan lebih memilih bungkam meski sebenarnya dia pernah mengaku pada
Zaki kalau dia lebih menyukai saat tubuh Vivi bertambah besar.
Lalu ada keluargaku. Asti yang duduk bersama Mommy.
Mamah yang ketakutan saat aku ajak ke Australia dan harus naik pesawat, hanya
memberiku restu untuk menjalani kehidupan yang aku mau. Apapun itu. Beliau
bilang kalau beliau hanya bisa mendoakan yang terbaik, selalu. Aku menganggap
itu adalah restu tertinggi yang bisa beliau berikan padaku, jadi aku hanya
mampu mengucapkan terimakasih waktu itu. Sementara Zaki yang berada di
sampingku, meneteskan airmata dalam diam. Selama kami berpamitan, dia tidak
nyaris hanya bisa diam dengan tubuh tegang. Dan saat Mamah memberikan restunya,
aku bisa melihat kelegaan yang dia rasakan dari pipinya yang basah. Zaki
menyadari kalau dengan merestui kami, Mamah melakukan perubahan yang besar
dalam dirinya, mengingat apa yang kami lakukan sekarang, jauh dari apa yang
beliau tahu dan yakini. Zaki sangat menghargai hal itu.
Dan yang sangat ku syukuri adalah Asti dan agus yang
bisa menemaniku. Agus bahkan bersedia menjadi pendamping priaku. Dia juga yang
membawa cincin pernikahan kami. Dukungan mereka berdua menjadi obat penyejuk
hatiku. Setidaknya ada sebagian keluargaku yang ada.
Ada juga Justin dan Robin. Lucunya, momen coming out
mereka terbantu oleh adanya Mommy. Mommylah yang meyakinkan dan memberi
pengertian pada keluarga Justin. Butuh beberapa waktu, tapi setidaknya reputasi
dan nama besar Mommy menjadi factor pendukung sehingga keluarga Justin akhirnya
bisa menerima Justin sepenuhnya. Kini
dia dan Robin tak perlu lagi menyembunyikan hubungan mereka. Tentu saja anggota
gank mereka yang lain cukup terkejut dengan berita tentang Zaki dan Justin
secara bersamaan. Tapi tak membutuhkan waktu lama bagi mereka semua untuk
menerimanya. Mereka semua juga hadir hari ini, memberikan restu mereka.
Aku masih ingat saat aku pertama kali bertemu dengan
mereka. Entah karena pada dasarnya mereka sudah begitu atau memang karena
mereka berasal dari keluarga berada, menurutku semua teman-teman Zaki tampan
dan menarik. Penampilan dan gaya mereka jelas meneriakkan kata-kata berkelas.
Cara mereka bersikap, meski santai dan rame, sangat terlihat menawan dan
beradab. Zaki yang tahu aku memperhatikan karuan aja menggeram kesal dan
tak melepaskan tatapan tajamnya dariku.
“Don’t you think that I don’t know, what’s going on in
that head of yours!” gerutunya, “You’re mine and they’re straight! Jadi lupakan
saja!”
Aku tertawa keras mendengarnya, “Just because I’m
yours tidak berarti aku buta dan tak mampu menghargai keindahan, kan?” godaku
sembari mengerling. Dia kembali menggeram karenanya.
Dan kami semua kini berada disini. Dalam suasana dan
hari yang begitu tenang dan indah. Bahkan music yang mengiringi langkahku
mendekat kea rah Soni yang menunggu nyaris mirip sebuah musik latar dalam
film-film roman picisan. Aku sempat protes kenapa aku harus menjadi pihak yang
berjalan menuju altar seperti mempelai wanita, sementara dia menunggu disana
layaknya mempelai pria. Zaki hanya mengangkat bahu dan berkata, “You’re my
bitch! Better get used to it!”
Aku menolak bercinta dengannya mulai hari itu hingga
malam bulan madu kami!!! Semua bujukan dan tawaran Zaki untuk berdamai tak ku
hiraukan. Satu hal yang tak akan pernah aku akui di depannya, aku sudah sangat
merindukan kembali terlelap nyenyak dalam pelukan hangatnya.
ZAKI
Aku mengulurkan tanganku saat Regha sudah dekat. Dia
menyambutnya dengan sebuah senyum lebar. Gosh!! Aku sangat ingin menyingkir
dari tempat ini dan membawanya ke kamar kami. Sudah hampir satu bulan sejak
terakhir kali kami tidur bersama. Semua gara-gara komentarku yang semula hanya
bercanda dan membuatnya ngambek.
Salah satu alas an kenapa aku harus mengikat hidupku
dengannya, pikirku bahagia. Aku tak bisa
menjauhkan diri dari Regha. Dan dengan pernikahan ini, aku mengukuhkan ikatan
kami menjadi sebuah hubungan yang sakral. Meski bagi sebagian orang mungkin
akan terasa konyol dan salah. But the hell with them. Bukan mereka yang membuat
hidupku terasa lengkap. Bukan mereka yang ku butuhkan untuk menjalani
kehidupanku. Cukup dengan adanya Regha, keluarga dan teman-teman yang mendukung
kami. Itu sudah cukup bagiku. Dan Regha cukup gila untuk mau menjalaninya
denganku.
Kami akan membangun dunia kami sendiri, bersama dengan
calon anak kami..
Aku melirik pada Caroline dan Marie, my children’s
surrogate mother. Our children’s surrogate mother. Caroline seorang wanita asal
Sidney yang bekerja sebagai pustakawati sementara Marie adalah seorang guru.
Aku tak tahu bagaimana Mommy mengenal ataupun menemukan mereka. Tapi dari semua
kandidat yang Mommy dapatkan, hanya dia dan Marie, wanita pirang lain dari
Melbourne yang nantinya akan mengandung benih dari Regha. Baru belakangan aku
tahu kalau keduanya memiliki simpati akan kaum gay karena masa lalu mereka.
Kakak Caroline bunuh diri karena di bully oleh
teman-temannya, karena dia gay. Caroline yang saat itu masih kecil tidak begitu
memahami penyebabnya. Baru saat dia SMA dia menyadari semua penyebab mengapa
kakaknya yang selalu lembut dan perhatian padanya sering menangis di tengah
malam.
Sementara Marie memiliki mantan tunangan yang gay. Dia
sebenarnya sempat membenci kaum gay. Tapi kemudian dia tahu bahwa mantan
tunangannya itu mengidap kanker stadium akhir dan salah satu alasannya
meninggalkan Marie adalah karena dia tak ingin menyakiti Marie dengan menuruti
keinginan keluarganya agar menikah. Dia tak sanggup menipu Marie, berpura-pura
menjadi normal, sementara sesungguhnya dia menyukai pria lain. Butuh waktu lama
bagi keduanya untuk bisa saling menerima. Dan pada akhirnya Marie bisa memahami
niat baik tunangannya dan berdamai dengannya. Dia akhirnya bisa melihat dan
bersimpati dengan dunia mantan tunangannya itu.
Aku dan Regha pernah menawarkan hak asuh bersama pada
mereka. Tapi keduanya menolak dan mengatakan bahwa mereka percaya bahwa kedua
anak kami nanti akan mendapatkan semua yang di butuhkan dari kami. Dan kami
sangat menghargai keputusan mereka dan berjanji kalau kami akan terus menjadi
teman. Karena itu kami mengundangnya hari ini. Kandungan mereka berdua telah
memasuki bulan kedua. Dan semua sehat, menurut dokter.
“Apa yang kau pikirkan?” bisik Regha padaku pelan
sebelum kami menghadap petugas yang akan menikahkan kami.
“I’m happy,” jawabku dengan senyum lebar, “Here I am,
standing in front of the altar, dimana aku akan mengikat hidupku denganmu. Di
kelilingi oleh keluarga, teman-teman dan anak-anakku. This is the most beautiful
day ever!”
Regha meremas tanganku sementara matanya memancarkan
kebahagiaan sama yang kurasakan. Aku membalasnya.
Aku tahu, tidak selamanya hidupku akan berjalan
sedamai dan setenang ini. Tidak mungkin aku akan merasakan kebahagiaan yang
nyaris tak tertahankan seperti sekarang ini. Akan ada masa-masa dimana aku
jatuh dan luka. Akan ada kerikil-kerikil tajam yang nantinya mungkin bisa
melukaiku. Tapi setidaknya saat itu aku tidak sendiri.
Aku memiliki Regha, anak-anakku.
Keluargaku!
Dan aku bersumpah akan melakukan apapun untuk bisa
membahagiakan mereka. Aku susah menemukan tempatku di dunia ini bersama mereka.
Tentu saja masih ada Mommy, Mamah, Asti, Agus, Regi,
Vivi, Jordan, Nick, Justin dan juga yang lainnya.
Keluargaku….
Aku sudah menemukan mereka di dunia ini. Dan aku akan
membina kehidupanku di kolong
langit ini bersama mereka. Membangun kebahagiaan
bersama mereka. Memberi sebuah cerita lain pada warna-warni pelangi dunia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar