Translate

Selasa, 29 September 2015

MEMOIRS (The Triangle) special part!!



REGHA


Siapa sangka kalau berjalan, bisa menjadi sesulit ini, pikirku ngeri. Aktifitas yang sehari-hari telah kulakukan dan nyaris tak pernah ku sadari, kini seolah-olah menjadi temuan baru bagiku. Di altar sana menunggu Zaki dengan tuxedo putihnya. Tersenyum dengan mata yang berbinar dan senyum sumringah. Aku menelan ludah dengan gugup.

“A…..” tegur Agus pelan dengan satu tangan menepuk pelan punggungku. Aku menoleh padanya. Dia pasti bisa melihat kepanikan di mataku, karena Agus tersenyum dan mengangguk menenangkan. Aku balas mengangguknya dengan gerakan seidkit kaku.

Kamipun kembali melangkah, semakin mendekat ke Zaki. Mataku jelalatan melihat ke beberapa tamu yang turut hadir di rumah Zaki. Halaman belakangnya yang luas kini ditempati oleh sebuah tenda putih besar tempat kami mengucapkan sumpah setia kami. Commitment ceremony!
Kemarin aku cukup dibuat kagum akan dekorasi tenda yang juga akan menjadi tempat pesta resepsi kami ini. Lapangan berumput dibawah kami telah dilapisi dengan karpet merah yang bersih. Tiang-tiang dibungkus dengan kain putih berlipit serta hiasan karangan bunga yang di dominasi oleh lily putih. Meja-meja denga  taplak putih di tata melingkar. Di tengahnya dibuat altar pernikahan kami yang menebarkan bau harum oleh karangan bungan yang membelitnya. 

Aku harus mengakui kehebatan wedding organizer yang di sewa Mommy.
Sebenarnya tak begitu banyak tamu yang di undang oleh kami. Hanya keluarga dan teman-teman terdekat. Tapi……….demi sopan santun, Mommy telah mengatur sebuah pesta resepsi lain yang di khususkan untuk kolega dan rekan kerja kami. Pesta yang akan dilaksanakan dua hari ke depan. Sementara acara hari ini lebih bersifat pribadi.

Regi hadir dengan Nick dan dia masih manyun melihat ke arahku meski aku bisa melihat sebuah cincin pertunangan di jari manisnya. Dia masih belum bisa terima aku mendahuluinya menikah. Aku hanya mampu nyengir dengan tatapan geramnya, sementara Nick tersenyum lebar padaku.
Vivi, untungnya bisa hadir berdua dengan Jordan. Kedua anaknya berada di hotel bersama dengan baby sitternya. Vivi yang sering ngomel karena kebandelan anaknya nurun dari Jordan berjanji kalau hari ini adalah khusus untukku dan Zaki. No kids allowed! Padahal dia sendiri sebenarnya ingin memiliki waktu berdua dengan Jordan. Sejak melahirkan anak pertama dan di susul yang kedua tak lama kemudian, dia mengeluh karena kurang memiliki waktu luang berdua dengan suaminya. Dia cukup sering mengeluh sementara Jordan justru tak keberatan. Malah menurut Vivi, dia justru pihak yang paling dekat dan sabar dalam menghadapi kedua anak mereka. Siapa sangka kalau Jordan adalah ‘a kid person’, seperti kata Zaki. Vivi hanya mendengus keras bila Zaki mengatakannya.

“Apa gunanya dong gua mati-matian nurunin berat badan sampe 5 kilo kalo gua cuma dijablay-in!” omelnya waktu itu. Tubuhnya memang terlihat lebih bagus sekarang dibandingkan setelah dia melahirkan anak pertama mereka. Jordan lebih memilih bungkam meski sebenarnya dia pernah mengaku pada Zaki kalau dia lebih menyukai saat tubuh Vivi bertambah besar.

Lalu ada keluargaku. Asti yang duduk bersama Mommy. Mamah yang ketakutan saat aku ajak ke Australia dan harus naik pesawat, hanya memberiku restu untuk menjalani kehidupan yang aku mau. Apapun itu. Beliau bilang kalau beliau hanya bisa mendoakan yang terbaik, selalu. Aku menganggap itu adalah restu tertinggi yang bisa beliau berikan padaku, jadi aku hanya mampu mengucapkan terimakasih waktu itu. Sementara Zaki yang berada di sampingku, meneteskan airmata dalam diam. Selama kami berpamitan, dia tidak nyaris hanya bisa diam dengan tubuh tegang. Dan saat Mamah memberikan restunya, aku bisa melihat kelegaan yang dia rasakan dari pipinya yang basah. Zaki menyadari kalau dengan merestui kami, Mamah melakukan perubahan yang besar dalam dirinya, mengingat apa yang kami lakukan sekarang, jauh dari apa yang beliau tahu dan yakini. Zaki sangat menghargai hal itu.

Dan yang sangat ku syukuri adalah Asti dan agus yang bisa menemaniku. Agus bahkan bersedia menjadi pendamping priaku. Dia juga yang membawa cincin pernikahan kami. Dukungan mereka berdua menjadi obat penyejuk hatiku. Setidaknya ada sebagian keluargaku yang ada.

Ada juga Justin dan Robin. Lucunya, momen coming out mereka terbantu oleh adanya Mommy. Mommylah yang meyakinkan dan memberi pengertian pada keluarga Justin. Butuh beberapa waktu, tapi setidaknya reputasi dan nama besar Mommy menjadi factor pendukung sehingga keluarga Justin akhirnya bisa menerima  Justin sepenuhnya. Kini dia dan Robin tak perlu lagi menyembunyikan hubungan mereka. Tentu saja anggota gank mereka yang lain cukup terkejut dengan berita tentang Zaki dan Justin secara bersamaan. Tapi tak membutuhkan waktu lama bagi mereka semua untuk menerimanya. Mereka semua juga hadir hari ini, memberikan restu mereka.
Aku masih ingat saat aku pertama kali bertemu dengan mereka. Entah karena pada dasarnya mereka sudah begitu atau memang karena mereka berasal dari keluarga berada, menurutku semua teman-teman Zaki tampan dan menarik. Penampilan dan gaya mereka jelas meneriakkan kata-kata berkelas. Cara mereka bersikap, meski santai dan rame, sangat terlihat menawan dan beradab. Zaki yang tahu aku memperhatikan karuan aja menggeram kesal dan tak  melepaskan tatapan tajamnya dariku.

“Don’t you think that I don’t know, what’s going on in that head of yours!” gerutunya, “You’re mine and they’re straight! Jadi lupakan saja!”

Aku tertawa keras mendengarnya, “Just because I’m yours tidak berarti aku buta dan tak mampu menghargai keindahan, kan?” godaku sembari mengerling. Dia kembali menggeram karenanya.

Dan kami semua kini berada disini. Dalam suasana dan hari yang begitu tenang dan indah. Bahkan music yang mengiringi langkahku mendekat kea rah Soni yang menunggu nyaris mirip sebuah musik latar dalam film-film roman picisan. Aku sempat protes kenapa aku harus menjadi pihak yang berjalan menuju altar seperti mempelai wanita, sementara dia menunggu disana layaknya mempelai pria. Zaki hanya mengangkat bahu dan berkata, “You’re my bitch! Better get used to it!”

Aku menolak bercinta dengannya mulai hari itu hingga malam bulan madu kami!!! Semua bujukan dan tawaran Zaki untuk berdamai tak ku hiraukan. Satu hal yang tak akan pernah aku akui di depannya, aku sudah sangat merindukan kembali terlelap nyenyak dalam pelukan hangatnya.




ZAKI



Aku mengulurkan tanganku saat Regha sudah dekat. Dia menyambutnya dengan sebuah senyum lebar. Gosh!! Aku sangat ingin menyingkir dari tempat ini dan membawanya ke kamar kami. Sudah hampir satu bulan sejak terakhir kali kami tidur bersama. Semua gara-gara komentarku yang semula hanya bercanda dan membuatnya ngambek.

Salah satu alas an kenapa aku harus mengikat hidupku dengannya, pikirku  bahagia. Aku tak bisa menjauhkan diri dari Regha. Dan dengan pernikahan ini, aku mengukuhkan ikatan kami menjadi sebuah hubungan yang sakral. Meski bagi sebagian orang mungkin akan terasa konyol dan salah. But the hell with them. Bukan mereka yang membuat hidupku terasa lengkap. Bukan mereka yang ku butuhkan untuk menjalani kehidupanku. Cukup dengan adanya Regha, keluarga dan teman-teman yang mendukung kami. Itu sudah cukup bagiku. Dan Regha cukup gila untuk mau menjalaninya denganku.

Kami akan membangun dunia kami sendiri, bersama dengan calon anak kami..

Aku melirik pada Caroline dan Marie, my children’s surrogate mother. Our children’s surrogate mother. Caroline seorang wanita asal Sidney yang bekerja sebagai pustakawati sementara Marie adalah seorang guru. Aku tak tahu bagaimana Mommy mengenal ataupun menemukan mereka. Tapi dari semua kandidat yang Mommy dapatkan, hanya dia dan Marie, wanita pirang lain dari Melbourne yang nantinya akan mengandung benih dari Regha. Baru belakangan aku tahu kalau keduanya memiliki simpati akan kaum gay karena masa lalu mereka.

Kakak Caroline bunuh diri karena di bully oleh teman-temannya, karena dia gay. Caroline yang saat itu masih kecil tidak begitu memahami penyebabnya. Baru saat dia SMA dia menyadari semua penyebab mengapa kakaknya yang selalu lembut dan perhatian padanya sering menangis di tengah malam.

Sementara Marie memiliki mantan tunangan yang gay. Dia sebenarnya sempat membenci kaum gay. Tapi kemudian dia tahu bahwa mantan tunangannya itu mengidap kanker stadium akhir dan salah satu alasannya meninggalkan Marie adalah karena dia tak ingin menyakiti Marie dengan menuruti keinginan keluarganya agar menikah. Dia tak sanggup menipu Marie, berpura-pura menjadi normal, sementara sesungguhnya dia menyukai pria lain. Butuh waktu lama bagi keduanya untuk bisa saling menerima. Dan pada akhirnya Marie bisa memahami niat baik tunangannya dan berdamai dengannya. Dia akhirnya bisa melihat dan bersimpati dengan dunia mantan tunangannya itu.

Aku dan Regha pernah menawarkan hak asuh bersama pada mereka. Tapi keduanya menolak dan mengatakan bahwa mereka percaya bahwa kedua anak kami nanti akan mendapatkan semua yang di butuhkan dari kami. Dan kami sangat menghargai keputusan mereka dan berjanji kalau kami akan terus menjadi teman. Karena itu kami mengundangnya hari ini. Kandungan mereka berdua telah memasuki bulan kedua. Dan semua sehat, menurut dokter.

“Apa yang kau pikirkan?” bisik Regha padaku pelan sebelum kami menghadap petugas yang akan menikahkan kami.

“I’m happy,” jawabku dengan senyum lebar, “Here I am, standing in front of the altar, dimana aku akan mengikat hidupku denganmu. Di kelilingi oleh keluarga, teman-teman dan anak-anakku. This is the most beautiful day ever!”

Regha meremas tanganku sementara matanya memancarkan kebahagiaan sama yang kurasakan. Aku membalasnya.

Aku tahu, tidak selamanya hidupku akan berjalan sedamai dan setenang ini. Tidak mungkin aku akan merasakan kebahagiaan yang nyaris tak tertahankan seperti sekarang ini. Akan ada masa-masa dimana aku jatuh dan luka. Akan ada kerikil-kerikil tajam yang nantinya mungkin bisa melukaiku. Tapi setidaknya saat itu aku tidak sendiri.

Aku memiliki Regha, anak-anakku.

Keluargaku!

Dan aku bersumpah akan melakukan apapun untuk bisa membahagiakan mereka. Aku susah menemukan tempatku di dunia ini bersama mereka.

Tentu saja masih ada Mommy, Mamah, Asti, Agus, Regi, Vivi, Jordan, Nick, Justin dan juga yang lainnya.

Keluargaku….

Aku sudah menemukan mereka di dunia ini. Dan aku akan membina kehidupanku di kolong 
langit ini bersama mereka. Membangun kebahagiaan bersama mereka. Memberi sebuah cerita lain pada warna-warni pelangi dunia
  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar