"Ini gimana No? Bagus gak?"
tanya Gana seraya menunjukkan boneka beruang biru yg dipegangnya. Ada tulisan
MISS YOU yg dibordir pada sebuah bantal kecil dan dijahitkan kedada boneka itu.
Sebuah boneka dengan warna biru lembut berhias sebuah bantal berbentuk hati
berwarna merah muda. Imut sekali.
Untuk sesaat Nino tak menjawab. Dia
hanya melihat boneka itu dan menarik nafas kesal. "Kenapa lo ga nyari yang
pink aja? Valentine kan identik sama pink. Tuh, banyak yang bagus,"
tunjuknya kedepan dengan dagu, kearah rak yang berisi tumpukan full boneka
beruang berwarna pink.
"Dia ga suka warna pink. Sukanya
biru!" sahut Gana lagi.
Nino kembali diam dan mengambil boneka
tadi dari tangan Gana. Lembut dan empuk. Pasti enak kalo dijadiin bantal,
pikirnya. Nino membalik labelnya dan langsung dibuat tercekat hebat melihat
harganya. Rp.300.000,-. Tiga ratus ribu buat boneka sekecil ini?!! Cepat
dilemparnya boneka tadi kearah Gana. "Jelek! Mending lo cari lainnya
aja," komennya ketus.
"Lo ga nyadar kalo dari tadi kita
udah ngubek-ngubek semua semua toko boneka di plaza ini, en gak ada yang lebih
bagus dari ini?!"
"Siapa bilang? Tadi banyak yang
bagus kok. Lo nya aja yang rese!" gerutunya kesel.
"Tapi gak ada yang warnanya biru
kaya ini kan? Aku ambil yang ini!"
"JANGAN!!" seru Nino spontan
membuat Gana kaget.
"Lo kok jadi agak-agak histeris
gini sih? Kenapa? Gua perhatiin dari tadi lo aneh banget!" gerundeng Gana
dan meletakkan telapak kanannya didahi Nino. Nino menampiknya dengan kesal.
"Suhu lo normal kok."
"Gua kesel ma elo!" bentaknya
judes.
Gana bengong gak ngerti. "Okay!!
Jadi ini gara-gara gue. Bisa jelasin kenapa? Gua gak ngerasa salah lho!"
Nino mendengus keras dan melangkah
pergi. Gana cepat-cepat mengikutinya. "Lo udah ngitung berapa duit yang lo
abisin cuma buat ngerayain valentine bareng bokin lo?"
"Eehhmmmm. . . ," Gana mengerutkan keningnya, berpikir.
"Sekitar. . . , ah cuma dua jutaan kok!" jawabnya enteng.
Nino mendelik berang. "Tadi elo
udah beli cincin emas seharga lebih dari 2 juta. Sekarang lo mau beli boneka
konyol beruang itu yang harganya 300 ribu, dan lo bilang CUMA?!!"
Kata terakhir itu diucapkan -lebih
tepatnya diteriakkan- oleh Nino dengan nada super marah. Beberapa orang yang
berada disekitar mereka langsung menoleh.
Gana celingukan salah tingkah. Nino
sebenernya malu. 2 orang cowok berantem di sebuah toko boneka sementara 1 nya
memegang sebuah boneka beruang bukan pemandangan yang lazim. Tapi kalo brenti
sekarang nanggung banget. Sekalian aja.
"Lo pikir duit jatoh begitu aja
dari pohon?! Inget Ga, bukan elo yang nyari duit itu! Lo cuma mahasiswa di
Jakarta ini. Ortu lo yang ada di Kalimantan sana yang banting tulang nyarinya.
Sementara lo disini enteng aja buang duit 2 juta lebih cuman buat pacar. IQ lo
berapa sih?"
Gana garuk garuk kepala sambil nyengir
kuda. Gini nih kalo Nino marah. Serem! Selama satu tahun mereka berteman, hanya
beberapa kali Nino marah besar kaya gini ke dia. Dan itu pasti berarti kalo
Gana udah keterlaluan. Karena pada keadaan normal, Nino adalah teman yang
ceria, menyenangkan dan perhatian. Tapi kalo lagi marah. . . , gawat!
"Tapi sebagian besar uang itu kan
uang tabungan gue kok No," elak Gana.
"Oh ya?! Lalu darimana asal uang
tabungan lo itu? Undian? Atau ada orang yang dengan baik hati transfer ke
rekening lo?"
Kembali Gana cuman menggaruk kepalanya
yang tidak gatal. "Yaaa. . , enggak sih! Gue cuman pengen buat Nevi seneng
kok No! Gua mau dia ngerasa seneng di hari Valentine's day taon ini."
"Gana, dia cuman pacar! Lo gak
perlu kasih dia cincin. Itu lebih mirip kalo lo mau ngelamar dia, bego!"
gerutu Nino lagi.
"Ya biarin! Syukur-syukur kalo dia
mau?"
"KALIAN BARU JALAN 2 BULAN
GANAAA!!"
"Lho? Emang kenapa? Gue bener-bener
sayang dia!"
Nino tak tahu harus berkomentar apa
lagi. Cepat dia berbalik dan pergi meninggalkan Gana yang berteriak
memanggilnya.
Nino kesal!
Dia marah pada dirinya sendiri.
Bisa-bisanya dia bersikap kekanakan seperti tadi?! Harusnya dia bisa lebih baik
dari itu. Tapi ternyata tidak. Dia mengacaukan semuanya. Padahal dia begitu
menyayangi Gana. Biasanya dia pintar menjaga sikap dan berpikir rasional. Tapi
semua itu hilang saat dia harus menghadapi Gana.
Kalau saja dia tidak jatuh cinta pada
temannya yang satu itu! Mungkin semuanya akan lebih mudah! Atau kalau saja Gana
juga gay, seperti dirinya. Semuanya akan jauuuuuuuhh lebih mudah. Tapi dia
straight, dan dia temannya. Teman yang selama ini tidak tahu bahwa dia gay, dan
dia jatuh hati padanya. Nino sendiri baru menyadari perasaannya setelah semua
terlambat.
Andai saja dia bisa memutar balik waktu,
mungkin dia akan melakukan semuanya dengan cara yang berbeda.
Perkenalan mereka diawali saat Nino
salah mengirim sms. Waktu itu dia bermaksud untuk memberitahu Rina, salah satu
teman kampusnya, bahwa besok ada paper yang harus dikumpulkan. Sialnya, Rina
merupakan tipe-tipe Miss Ring Ring yang hobi banget gonta ganti nomor. Dia
ganti nomor lebih sering daripada Paris Hilton ganti celana dalamnya.
Bener-bener mafia kartu telepon deh! Karena itu Nino lebih sering menghapal
nomornya daripada memasukkannya kedalam memori hp nya. Ngabisin memori doang
kalo nyimpen semua nomor Rina.
Waktu itu, sms yang seharusnya diterima
oleh Rina, justru nyasar ke hp Gana karena 2 digit nomor terakhirnya terbalik.
Nino baru jelas heran saat mendapat balasan dari nomor yang dipikirnya milik
Rina.
U siapa?
Kurang kerjaan ya?
Mo mnta kenalan?
ju2r aja!
from:08xxxxx
Mata Nino langsung nyureng membaca
barisan kata-kata tadi. Dasar cewek sinting! gerutunya dalam hati dan langsung
membalasnya.
Ini gua Nino, kutil!!
To:08xxxx sent
Balasannya :
Gue bukan kutil.
Nama gue Gana!
Lo Nino anak mana?
Salah 1 fans gw y?
From:08xxx
To: 08xxx
Rina, ga usah rese deh!
Paper itu harus dikumpulin besok!
message:sent
Maaf,skali lg, gw bukan Rina/kutil
Nama gw Gana.
Ngaku aja deh kalo mau kenalan.
Udah biasa lg!
From:08xxx
Nino langsung membunuh hp nya setelah
membaca sms itu. Dasar narsis gebleg!!
Dan ternyata benar!
Keesokan harinya, saat dia bertanya pada
Rina, cewek itu menegaskan kalau dia sudah salah pada 2 digit nomor terakhir.
Malah sekarang dia sudah ganti nomor lagi. Jelas Nino misuh-misuh mendengarnya.
Namun terus terang, dia malah jadi penasaran dengan sosok Gana.
To:08xxx
Eh Gan, sorry.
Kmrn gw salah kirim.
gw pikir lo Rina temen gw.
Gw salah ma 2 nomor trkhr.
Kebalik!
SENT
From:08xxx
Lho? Masih gak mau ngaku jg?
Udah dibilang jujur aja.
Ngomong aja lngsng kalo mo kenalan
Udah biasa kalee
To: 08xxx
Rese!
Sok kecakepan bngt sih lo!
SENT
From:08xxx
Lho?
Emang cakep kok!
Mo bilang apa lg?
Udah dari sononya!
To:08xxx
Idih! Narsis!!!
Ga pernah ada yg blng kalo lo kurang
waras?!
From;08xxx
Ga ada tuh!
Malah ada bbrp cowo yg blng gw kurang
jelek!
Abis mrk kalah cakep trs!
Gmn hayoh?!!!
Nino ngakak membacanya. Kayaknya dia
asyik nih buat sparing partner! pikirnya. Dan semenjak itu, mereka selalu
saling kirim sms. Budget pulsanya memang membengkak. Terkadang mereka saling
ngobrol dan asyik bercerita hingga lupa waktu. Gana bilang, dia adalah salah
satu teman pertamanya. Gana berasal dari Kalimantan dan tidak kenal siapapun di
Jakarta ini. Keputusannya merantau ke Jakarta sendiri sempat ditentang oleh
orang tuanya. Tapi dia nekat. Karena itu, dia senang sekali berteman dengan
Nino.
Hingga kemudian Gana ngajak ketemuan.
Mulanya Nino ragu kalau itu ide yang
bagus. Dia sudah merasa cukup asyik dengan hubungan mereka sekarang. Dia gak
mau kalau penilaiannya pada Gana akan berubah kalau mereka sampai bertemu.
Lebih gawat lagi, kalau nanti hal itu disebabkan oleh faktor fisik. Bukannya
mau sok pilih-pilih teman, tapi pasti akan muncul rasa segan untuk menghubungi
lagi kalo misalnya ia mendapati Gana adalah Oom-Oom jelek, item, buntek plus
tonggos. Kan gak asyik kalo dia sms an ma orang kaya gitu!
Tapi Gana memaksa!!
Karena tak bisa lagi menemukan alasan
untuk ngeles, Nino akhirnya menyetujuinya. Meski dengan setengah hati. Dia
sudah pasrah, kalo nanti hubungan mereka bakalan bubar. Habis mau gimana lagi?
Merekapun janjian untuk ketemu di sebuah
restoran fastfood yang ada di salah satu plaza terkenal.
Gana bilang kalo malam itu, dia bakal pake
kemeja warna merah. Nino sudah langsung agak ilfil mendengar pilihan warnanya.
Aduuhh!!!
Sepanjang yang dia tahu, hanya
segelintir orang, apalagi cowok, yang pantes pake warna itu. Gak sembarang
orang bisa cocok.
Kayaknya gue bakalan bener-bener bubar
temenan nih! pikirnya.
Dan malam itu, dia bener-bener dibuat
shock.
Dia masuk ke restoran fastfood itu, dan
celingukan mencari sosok Gana. Ada dua orang disana yang memakai kemeja warna
merah. Dan keduanya bener-bener beda jauh!
Yang satu adalah seorang cowok yang
-ampun deh!!!- cakep banget! Baju merah yang dipakainya begitu pas dengan
kulitnya yang putih bersih. Wajahnya pun mulus, dengan rona kebiruan diatas
bibir, dagu dan sisi wajahnya. Anehnya, dengan semua atribut machonya itu,
wajahnya justru memancarkan kesan polos, lugu dan hampir-hampir kekanakan.
Perpaduan yang unik dan menawan. Sayangnya, Nino melihat dihadapannya ada 2
buah nampan meski kursi didepannya kosong. Itu berarti cowok itu sudah bersama
temannya yang sekarang gak jelas pergi kemana. Kesimpulannya, dia bukan Gana.
Dan seorang lagi. . .
Dia hampir jatuh pingsan!
Ada seorang Oom-Oom dengan kepala agak
botak, perut yang menonjol dan sedang makan dengan rakusnya. Dia duduk
sendirian. Mencaplok makanannya dengan lahap.
Ya Tuhan!! Hanya dua orang ini yang
memakai kemeja merah. Kalau cowok keren itu sudah bersama temannya, berarti dia
bukan Gana. Artinya. . .
TIDAAAAAAAAKKKK!!!!!
Nino sudah akan berbalik untuk pergi
saat cowok dengan muka innocent itu bangkit dan melambaikan tangannya. Nino bengong,
sembari celingukan kesamping kiri kanannya. Semua orang duduk!
Aku?! tunjuk Nino dengan bahasa isyarat
pada dirinya sendiri. Cowok itu mengangguk. Gak salah nih?! pikir Nino ragu,
meski tak urung dia mendekat.
Cowok itu tersenyum dan mengulurkan tangannya
setelah mereka berhadapan.
"Nino? Aku Gana!" katanya
memperkenalkan diri sembari memamerkan barisan gigi putihnya yang rapi dan
bersih.
Untuk sesaat Nino bengong. "Kau
Gana? Lalu. . . ,"
Nino cuma mampu menoleh pada nampan lain
yang ada dihadapan nampan milik Gana. Hidangannya masih utuh, tak tersentuh.
"Aku sendiri. Aku membelinya
untukmu. Jadi kita bisa ngobrol sambil makan. Tadi. . . , aku laper!"
jelas Gana dan nyengir agak malu.
Untuk sesaat Nino cuma mampu diam, lalu
menghela nafas lega. "Ya Tuhaaann!! Syukurlah," ia menjatuhkan
dirinya di kursi untuk kemudian tertawa kecil.
"Kenapa?" tanya Gana heran dan
ikutan duduk.
"Gua kira Oom-Oom yg disana itu
elo!" cetus Nino dan menuding ke arah kanan. Gana cuma tertawa.
Itu awal dari kedekatan mereka.
Nino benar-benar menyukai Gana. Bukan
hanya karena fisik Gana yang menarik, tapi karena cowok itu benar-benar
menyenangkan. Nino lebih menyukai persahabatan, karena meski dia gay, Nino
masih belum come out pada siapapun. Selama ini, dia merahasiakan kecenderungan
yang dimilikinya dari orang lain. Bukan hanya karena dia malu, tapi
lingkungannya masih menganggap gay sebagai cacat. Dan Nino tak mau dipandang
atau diperlakukan sebagai makhluk aneh.
Bukan hal yang mudah bagi Nino untuk
membaur. Terkadang dia harus menjadi orang lain dan bersikap sepenuhnya seperti
orang straight jika bersama dengan teman-teman kampusnya. Ikutan ngecengin
cewek, ngomongin bagian-bagian tubuh cewek, pacaran ma cewek, dan yang paling
parah, nonton bokep straight bareng temen-temen cowoknya.
Kalo nontonnya doang sih gak masalah.
Yang jadi bencana kalo salah satu, atau salah dua atau salah lebih dari itu
temennya udah kadung horny dan mulai ngocok senjatanya ditempat kejadian
perkara. Jadilah ajang nonton bokep itu ke ajang adu panjang, adu cepat atau
adu banyak. Nino kudu ekstra diem kaya patung supaya matanya gak jelalatan
ngecengin rudal temen-temennya. Dia harus mati-matian pasang muka santai meski
dede kecilnya udah berontak abis dan jantungnya empot-empotan.
Resiko jadi gay diantara
begundal-begundal mesum!
Tapi Nino sudah bisa sedikit menguasai
diri berkat didikan keras dari temen-temennya yang edan itu. Berkat
mahasiswa-mahasiswa cabul itu dia jadi pintar menguasai diri. Dan berteman
dengan cowok yang bagaimanapun menarik dan edannya, dia tak punya masalah. Tak
akan ada orang yang tau kalau dia gay. Dia sudah menjadi ahli dalam
menyembunyikan identitas rahasianya.
Begitu juga saat dia berteman dengan
Gana. Meski dia mengakui kalau Gana cowok yang menarik, Nino bisa dengan santai
berteman dengannya. Dia merasa asyik bersama Gana. Cowok itu benar-benar
sepolos kelihatannya.
Seperti pengakuan Gana. Nino adalah
teman dekatnya yang pertama di Jakarta, selain orang-orang yang dikenalnya di
fakultas (mereka satu universitas, hanya saja beda jurusan). Gana juga mengaku
jarang mempunyai teman cewek. Baik disini atau di kampung halamannya sana.
Malah hampir-hampir tak pernah bergaul sama cewek. Dikampungnya di Banjarmasin
sana, orang tuanya bisa dibilang orang yang terpandang dan religius. Segala
macam hubungan akrab dengan cewek dilarang keras, kecuali bila sudah menikah.
Nino hampir pingsan karena ngakak
setelah tahu, bahwa meski telah berada di semester 2 sebuah perguruan tinggi di
Jakarta, Gana hanya pernah pacaran satu kali. HANYA SEKALI!
Padahal secara fisik dia menawan. Tapi
karena status dan nama keluarganya, dia harus menjaga sikap. Padahal dia pengen
banget bergaul normal seperti teman-temannya.
Nino sendiri sadar kalo dia bukan cowok
super. Bisa dibilang dia cowok biasa-biasa saja. Kulitnya kecoklatan dan
berambut lurus. Tinggi sekitar 173 cm. Kadang dia justru merasa risih saat
berjalan dengan Gana, karena cowok itu terlihat jauh lebih cerah darinya.
Apalagi Nino telah sadar kalau dirinya gay. Tapi kalo pacaran sama cewek, dia jauh
lebih berpengalaman.
Jadi mumpung lagi jauh dari orang tuanya
Gana, Nino merancang rencana untuk mencarikan pacar buat Gana. Mereka bakal
hunting bareng. Kayaknya bakal seru.
Setelah melalui tahap seleksi, kandidat
yang muncul adalah Nevi. Anak fakultas kedokteran. Nino yang kebagian tugas
menyelidiki kepribadiannya. Dimulai dengan perkenalan mereka diperpustakaan
hingga akhirnya mereka berteman. Untungnya, Nino punya kepribadian yang supel
dan cepat akrab. Jadi semua berjalan mulus. Dia lalu mengenalkannya pada Gana.
Tidak sampai dua bulan, mereka jadian.
Nino masih inget bagaimana girangnya
Gana saat melapor padanya.
"GUA JADIAAAAANNN!!!"
teriaknya heboh dan memeluk Nino sambil lompat-lompat girang. "Makasih No!
Lo emang hebat! Gue diterima!"
"Udah jelaslah! Siapa dulu dong
sutradaranya. Nino!" sumbarnya dan menepuk dada.
"Iya deh! Lo hebat!" puji Gana
pasrah. Padahal, dalam keadaan biasa dia gak bakal rela bikin pengakuan kayak
gitu.
"Eh tapi, jangan mentang-mentang
udah jadian, lo cuekin gue ya? Siapa lagi dong yang bakal kasih gue tumpangan
gratis atau traktiran?!"
"Dasar gak mau rugi!! Ya pastilah!
Lo bakal selamanya jadi sohib gue!"
Yeah! Dan memang seperti itulah
kedudukan Nino dalam hati Gana. Hanya sebatas sohib!
Mulai saat itu, waktu Gana tidak lagi
dihabiskan bersamanya. Dia harus berbagi dengan Nevi. Bahkan jatah waktu
bermainnya lebih sedikit kalau dibandingin dengannya. Perhatian Gana juga jelas
tercurah pada pacarnya. Setiap malam
minggu adalah hari wajib apel baginya. Di kampus mereka nongkrong bareng,
pulang berdua, makan bareng. Tak ada lagi kegiatan yang dulu sering Gana
lakukan bersamanya. Kadang dalam 1 minggu, mereka hanya bertemu sekali. Itupun
cuma sebentar aja, karena terkadang kebersamaan mereka bakal terpotong dengan
telepon dari Nevi yang minta dijemput disuatu tempat. Gana sendiri pasti
langsung kabur.
Mau ngomong apa? Gana benar-benar jatuh
cinta pada Nevi. Dan Nino tahu kalau Gana adalah tipe cowok yang sangat
menghargai wanita. Dia begitu perhatian, pemurah, setia dan bertanggung jawab.
Kualitas yang sudah jarang dimiliki oleh cowok pada umumnya dimasa sekarang.
Dia selalu menjaga kesopanan serta perasaan pasangannya. Dia juga suka memberi
kejutan yg menyenangkan.
Benar-benar seorang gentleman!
Dan Nino menyukainya. Diapun baru sadar,
kalau dia tak ingin membagi Gana dengan orang lain. Dia ingin semua itu menjadi
miliknya seorang. Hanya miliknya!
Dia ingin Gana disampingnya,
menemaninya, menghiburnya saat dia bermasalah, membantu dan mendukungnya.
Seperti yang selama ini Gana lakukan. Ganalah tempat dia bisa berbicara tentang
masalah-masalah yang dia hadapi (terlepas dari status gay nya), begitu pula
sebaliknya. Tapi hati, tubuh serta perhatian cowok itu bukan lagi miliknya.
Cowok itu milik Nevi, nyaris sepenuhnya.
Pertemuan-pertemuan mereka selalu
dibayangi oleh Nevi. Pembicaraan merekapun terbatasi tentang bagaimana hubungan
Gana dan Nevi. Bagaimana sikap Nevi, kemarahan Nevi, perubahannya yang kadang
membingungkan, pertengkaran mereka, atau bagaimana kebersamaan dan kebahagiaan
mereka.
Semua memang terasa wajar dan biasa pada
awalnya. Nino sendiri selalu berusaha membantu Gana mencari jalan keluarnya.
Mendengarkan dan kadang merukunkan mereka kalau lagi pada angot. Sering sekali
dia jadi jembatan antara mereka berdua, jika terjadi salah paham. Semua terasa
normal dan menyenangkan pada awalnya. Sampai kemudian dia semakin memahami sisi
terdalam Gana, dan jatuh cinta padanya.
Karena sepanjang kebersamaan itu, semua
pebicaraan tentang Nevi, masalah-masalah mereka, dan bagaimana Gana bersikap,
Nino menjadi begitu terpesona oleh kepribadian Gana. Dia suka cara Gana
memperlakukan Nevi. Dia melihat bagaimana cara Gana menyayangi Nevi, dan dia
ingin Gana menyayanginya sperti itu. Dia ingin Gana lebih memperhatikannya
daripada Nevi. Dia ingin semua kelembutan, perhatian, senyuman serta tatapan
mata itu menjadi miliknya. Hanya miliknya.
Dan itu mustahil.
Karena dia tahu, bagaimana sayang Gana
pada Nevi. Dia juga tahu, kalau kedudukannya dihati Gana, tak lebih dari
seorang sahabat. Tempat Gana mengadukan masalahnya. Rekan Gana dalam berpikir
mencari jalan keluar saat bermasalah, dan tempat Gana berbicara saat cowok itu
membutuhkan teman. Tak lebih!
Nino membenci dirinya sendiri.
Sumpah!
Dia tak ingin seperti ini. Dia ingin
menyingkirkan semua perasaan itu. Namun sulit! Bagaimana caranya? Saat dia
bersama Gana, dia hampir-hampir tak bisa memalingkan muka darinya. Menikmati
saat Gana berbicara, cara cowok itu makan, minum atau tertawa, meski dia tak
pernah bisa lagi menatap matanya. Dia tak bisa lagi beradu pandang dengan Gana.
Nino takut kalau semua perasaannya tergambar jelas dimatanya. Dia lebih senang
memperhatikan cowok itu, tanpa dia menyadarinya. Melihat cowok itu berjalan,
bergerak aktif ataupun melakukan hal-hal lain yang sebetulnya biasa, namun
tiba-tiba menjadi begitu menakjubkan untuknya.
Nino suka sekali bagaimana Gana tertawa,
berbicara atau hanya diam saja. Semua itu membekas dihatinya. Hal-hal sederhana
itu akan diingatnya saat ia menjelang tidur. Walau dia harus dihadapkan oleh
kenyataan pahit. Gana bukan miliknya.
Tak jarang dia menjadi bete saat
tiba-tiba Nevi muncul ketika dia bersama degan Gana. Dia merasa tersudut saat
melihat mereka berdua. Melihat mereka duduk begitu dekat, melihat tangan mereka
bertautan, melihat bagaimana mereka berbicara dan bertatapan, melihat mereka
bercanda, apalagi berpelukan.
Hal-hal seperti akan merusak seluruh
harinya. Dia akan lebih memilih pergi daripada melihatnya. Meski hal itu jarang
bisa dilakukannya. Gana akan menahannya dan mengajaknya bicara. Sialnya,
topiknya adalah cerita-cerita tentang kencan mereka berdua dan masalah-masalah
mereka. Bayangkan betapa menyiksanya hal itu.
Dia merasa sesak dan sulit untuk
bernafas. Tapi dia diharuskan untuk tetap bersikap ceria, ramah dan menjadi pendengar
setia. Tiba-tiba saja, tersenyum menjadi satu hal yang sulit baginya.
Dia menjadi tak bersemangat dan membenci
dirinya sendiri. Dia seperti memiliki kepribadian ganda. Didepan mereka dia
tersenyum. Dibelakang dia meratapinya. Dia benar-benar merasa kalau dia telah
menjadi orang munafik. Merasa begitu nelangsa. Lagu-lagu sentimentil tentang
patah hati tiba-tiba terasa begitu pas dan dibuat khusus untuknya, membuatnya
semakin merasa terpuruk.
Kadang Nino merasa tak sanggup lagi
menahannya. Ingin dia mengungkapkannya pada Gana. Tapi saat dia berhadapan
langsung dengannya, saat ia melihat binar dalam mata itu ketika bercerita
tentang Nevi, mulutnya sontan terbungkam. Dia tak mampu merusak kebahagiaan
Gana. Terlebih dengan resiko kalau mungkin dia akan kehilangan Gana. Bisa saja
Gana tak bisa menerima kecenderungannya dan memusuhinya. Nino tak ingin hal itu
terjadi. Sehingga kadang dia ingin menjauh saja. Namun hal itu juga sulit. Apa
lagi Gana tahu betul jadwalnya, jadi susah untuk menghindar meski dia ingin.
Baginya, satu hari yang terlewat tanpa melihat Gana adalah hari yang buruk. Dia
harus melihatnya, meski dari kejauhan. Itu sudah cukup melegakan.
Masalahnya terjebak sampai di titik itu.
Dia bingung harus bagaimana. Efeknya Nino jadi sering bete, uring-uringan gak
karuan, dan puncaknya adalah kemarin. Beberapa hari menjelang valentine. Sore
itu Gana datang kerumahnya dan mengajaknya ke sebuah plaza ternama.
Cowok itu membawanya masuk ke sebuah
toko perhiasan yang cukup mewah. Gana bilang dia ingin membelikan sebuah cincin
di hari Valentine untuk Nevi.
Nino jelas tercengang. Dia menolak ide
itu dan mengajukan berbagai macam argumen.
"Gana, ini cuma valentine konyol!
Lo gak perlu beli cincin kaya orang mo ngelamar!"
Gana hanya tersenyum sekilas dan kembali
jelalatan mencari-cari cincin yang cocok. "Gua pengen kasih dia kejutan
No! Gua gak bermaksud ngelamar dia. Tapi kalo dia menganggap begitu, kebetulan!
Gua gak nolak kok! Menurut lo mana yang bagus buat cewek No?" tanyannya
seolah-olah tak mendengar protes Nino tadi.
"Gak tau!" sahut Nino ketus.
"Gua gak nyangka lo bakal segila ini!" gerutunya.
Gana mengangkat bahunya. "Mungkin!
Lo bakal tau apa yang gw rasain kalo lo jatuh cinta Bro! Untuk ngebahagiain
dia, gue rela melakukan apa aja," katanya tanpa memalingkan muka, tak tahu
akan Nino yang jadi sesak nafasnya, dan hanya mampu menatap punggungnya dengan
sorot terluka.
Gua udah tahu gimana rasanya Ga!
Sayangnya cinta gua bertepuk sebelah tangan, desahnya dalam hati.
"Liat yang itu Pak!" pinta
Gana pada penjaga toko. Pria itu mengambil sebuah cincin putih dengan sebuah
permata tunggal kecil ditengahnya. Sebuah cincin dengan design sederhana.
Tampak lembut dan anggun.
"Pas!" komentar Gana setelah
mencobanya. "Gua udah ngukur cincin yang pernah dia pake. Gedenya cuma
sebatas jari kelingking gue. Gimana menurut lo?" tanya Gana dan
mengangsurkannya pada Nino. Nino mengamatinya sejenak. Bagus!
"Terserah lo!" jawabnya acuh
dan mengembalikan cincin itu.
"Saya ambil yang ini pak!
Berapa?"
"Dua juta seratus Mas!" jawab
Bapak itu kalem.
Nino mendelik hebat! Tapi Gana dengan
santai mengangsurkan kartu kreditnya.
"Ga!!"
Gana cuma mengangkat tangan mendengar
teguran Nino, mencegahnya untuk berkomentar lebih lanjut. Nino hanya mampu
diam.
Ya Tuhan! Dia begitu memujanya. Bantu
aku menata hatiku! keluhnya dalam hati.
Gana mengambil kotak berisi cincin yang
diberikan oleh Bapak itu, dan berbalik. "Dia pantas mendapatkannya,"
katanya singkat saat melihat sorot protes dari Nino. "Sekarang anterin
cari boneka ya?" katanya dan menarik tangan Nino.
Nino menarik nafas panjang saat melirik
kalender kecil di meja belajarnya. Tanggal 14. Hari Valentine. Gana pasti
sedang makan malam dalam suasana romantis saat ini dengan Nevi. Dan dia hanya
sendiri disini. Di kamarnya.
Beberapa hari ini dia memang menghindar
dari Gana. Nino memutuskan untuk menjauh dari kehidupan cowok itu. Mencoba
membiarkan semuanya mengendap oleh waktu. Dia tak sanggup lagi bersama Gana dan
memandang kemesraan cowok itu dengan Nevi. Dia tak mampu melihat bagaimana nyamannya
kepala Nevi bersandar dibahu Gana. Saat kepala mereka bertemu dan tubuh mereka
berdekatan.
Ya Tuhan! Tidak!! Dia tak mau
melihatnya. Tidak lagi. Sumpah!!
Dadanya terasa nyeri luar biasa.
Dia pun tak sanggup untuk menghancurkan
hubungan mereka. Memikirkannya saja membuatnya jijik. Dia merasa marah pada
dirinya sendiri, tiap kali kalimat harapan putusnya Gana dan Nevi melintas
dipikirannya. Jahat sekali! Dia tak berhak mendoakan keburukan bagi orang lain.
Apalagi untuk Gana. Dia akan turut terluka kalau cowok itu sakit.
Jadi, biar waktu menyembuhkan segalanya.
Separah apapun luka, suatu saat akan sembuh juga, meski kadang berbekas. Nino
hanya akan menganggapnya sebagai satu episode kisah manis dalam hidupnya. Sama
seperti orang-orang yang pernah datang dan pergi dalam hidupnya. Biar saja dia
menyimpan perasaannya sendiri.
Nino bangkit dari tempat tidurnya.
Mungkin moodnya akan jauh lebih baik dengan menonton tv. Biasanya banyak film
bagus yang diputer dihari spesial seperti ini. Lumayanlah, meski semua bakalan
bertema cinta. Darpada bengong melamun!
Langkah Nino terhenti diruang tengah
saat bel rumahnya berhenti.
"Biar Nino yang buka!" kata
Nino saat ibunya muncul dari arah dapur. Dia kedepan dan membuka pintu.
Dihadapannya muncul sebuah boneka beruang pink dengan tulisan MISS YOU
ditengahnya. Sebuah tangan menggoyang-goyangkan boneka itu.
"Happy Valentine's day!!" seru
Gana yang muncul kemudian.
Nino terdiam dan memandang Gana tak
percaya. "Ga. . ., lo bilang. . "
"Iya tahu!" potong Gana.
"Gue emang mau makan malam bareng Nevi. Tapi gue gak bisa pergi sebelom
ngucapin met valentine ke lo!"
"SURPRISE!!!" Nevi berseru
nyaring dan berdiri dibelakang Gana. Dia mengulurkan sebuah kotak berwarna
hitam padaku.
"Nevi," gumam Nino pelan
sembari mencoba tersenyum.
"Met Valentine ya? Gana gak mau
pergi kemana-mana sebelom nemuin elo. Nih, hadiah buat lo! Buka!" ujarnya
ceria.
Nino menerima kotak itu dan perlahan
membukanya. Dia tercengang saat melihat sebuah kalung kecil dengan bandul
bermata tunggal yang mungil untuknya.
"Ga seberapa No! Tapi gue sama Nevi
pengen lo memakainya. Kita tau kalo kita ga bakal jadi kalo lo ga bantuin. Kita
ga bakal jadi gini kalo lo ga masuk dalam kehidupan kami!"
Leher Nino tercekat. Dia hanya mampu
memandang Gana nanar.
"Selama ini lo udah baek banget ma
gue. Dengan semua kecerewetan elo, gua gak ngerasa sendiri di Jakarta. Gue
ngerasa ada keluarga dideket gue. Elo No! Kalo gak ada lo, mungkin gue gak akan
jadi diri gue sendiri begini. Jakarta gak ramah No. Tapi berkat lo. gue bisa baik-baik
aja. Dan lagi. . . , lo udah memberi Nevi dalam hidup gue. Gue berterima kasih
banget ma elo No! Gue pengen lo tetep jadi temen gue. Gue gak tau kenapa, tapi
akhir-akhir ini gue ngerasa lo ngejauh. Apapun sebabnya, kalo gue salah, gue
minta maaf No! Gue gak mau musuhan ma elo!"
Nino merasa matanya perih.
"Elo gak percaya?" tanya Gana
karena kediaman Nino. "Iya gue tau, kemaren gue bikin lo marah. Bener! Gue
cuma mo bikin Nevi seneng No. Gue mau dia bahagia!" Gana meraih tangan
Nevi dan menggenggamnya. Mendekatkannya didada. "Gue ngerasa beruntung
memilikinya. Dan itu semua karena lo. Gue sayang dia No! Dan gue juga sayang
kok ma elo. Sebagai sohib. Jangan ngambek lagi ya?" pinta Gana dengan
tampang memohon.
Aku tak sanggup merusak kebahagiannya!
Bagaimana aku bisa? pikir Nino sedih.
"No. . . ," panggil Gana.
Nino memandangnya diam.
"Baikan ya No?! Gua gak ada temen
lagi yang sebaik elo," ujar Gana dengan nada lembut membujuk.
Nino hanya tersenyum tipis dan berusaha
setengah mati untuk menahan airmatanya. Teman baik! Yaaah. . . memang hanya
seperti itulah posisi Nino dalam hati Gana. Dia harus menerimanya. Jadi dia
hanya mampu mengangguk samar, karena kalau tidak dia akan mempermalukan dirinya
dengan menangis didepan mereka.
Yeaaah! Kini aku tahu tempatku. Aku tahu
dimana posisiku.
Wajah Gana langsung sumringah melihat
anggukan Nino.
"Tapi gua gak bisa seperti dulu
lagi Ga!" cetus Nino pelan. Kalimatnya memudarkan senyum diwajah Gana.
Cowok itu menatapnya tak mengerti. Nino menatap langsung kematanya. "Sudah
waktunya bagi kalian berdua untuk melangkah dan belajar sendiri. Sekarang
kalian harus menghadapi semua masalah berdua. Belajar lebih memahami satu sama
lain. Belajar untuk saling menghargai. Belajar buat mengendalikam ego
masing-masing dan menyatukan perbedaan kalian. Nggak baik kalo gue terus
ngedampingin kalian. Akan muncul masalah-masalah baru kalo gue tetep seperti
dulu. Gue akan melihat dari jauh. Gue akan selalu ada buat kalian. Gue akan
selalu siap kalo kalian butuh gue."
"Tapi No, gue bakal kehilangan. .
."
"Gue ga bakal kemana-mana Ga!"
potong Nino. "Kapanpun lo butuh gue, gue akan selalu ada. Kuliah gue tetep
kan? Gue juga ga bakal pindah rumah. Lo tau dimana lo bisa nemuin gue. Iya
kan?" ujar Nino pelan dan tersenyum.
Gana sudah hendak protes, tapi Nevi
menahan gerakannya.
"Dia benar Ga! Kita gak bisa selalu
bergantung padanya. Nino punya kehidupan sendiri," ujar Nevi lembut dan
meremas jemari Gana yang dipegangnya. Dia lalu berpaling pada Nino. "Tapi
ada satu hal yang harus gue tegesin No. Kita berdua juga masih butuh elo.
Jangan jauh-jauh dari kami. Lo masih sohib kami. Jangan tinggalin kami
ok?" pinta Nevi.
"Iya No! Nevi bener!" tegas
Gana.
Nino mengangguk dan tersenyum
"Pasti!"
"Dan kapanpun lo butuh kami, jangan
ragu buat langsung hubungin kami. Kami akan selalu siap!"
"Gua tau!"
"Kami sayang lo No" kata Nevi.
Kembali Nino mengangguk dengan leher
tercekat. "Gue juga," balasnya pelan. Mereka tersenyum. Ada beban
yang terasa telah terangkat dari dada mereka. Semua berakhir dengan baik meski
keadaan tak bisa kembali secara utuh seperti sebelumnya.
"Eh, tunggu dulu!" potong Nino
tiba-tiba memecah keheningan. "Hadiah ini lo dapet darimana Ga?"
tanya Nino dengan nada tajam.
Gana nyengir dan menggaruk kepalanya.
"Sebenernya kemaren gue sempet dimarahin ma Nevi waktu gue cerita kenapa
lo ngamuk. Dia bilang wajar kalo lo marah. Jadi dia ngajak gue buat ngembaliin
cincin itu. Tapi kita akhirnya kembali kesana cuma buat tuker dengan kalung
itu. Nevi ngajak patungan buat beli hadiah itu ke elo!"
"Iya No! Hadiah dari kami berdua
buat elo!"
Nino mendesah masygul. "Seharusnya
kalian gak perlu melakukannya!"
"Kami cuman pengen lo ga ngamuk en
seneng lagi No. Sama seperti Gana pengen gue bahagia. Gue pengen lo juga
ngerasain bahagia yg kami berdua rasain."
Nino terpaku menatap Nevi yang tersenyum
dihadapannya. Lagi dia merasa tercekat dengan ketulusan sepasang kekasih
dihadapannya. Ya Tuhan, mereka begitu tulus, baik dan memperhatikanku. Kenapa
pernah terlintas dipikiranku agar mereka bubaran? Jahat sekali aku!
Nino tersenyum.
"Sebaiknya kalian lanjutkan acara
kalian malam ini. Jangan sia-siakan!"
Gana tersenyum dan menggamit tangan
Nevi. "Lo bener. Nah, kami pergi dulu. Lo mau oleh-oleh apa?"
"Jaga aja Nevi baik-baik,"
pesan Nino pelan. Gana mengangguk dan pamit. Nino hanya tersenyum dan membalas
salam mereka. Ditatapnya mereka sampai mobil Gana menghilang dari pandangan.
Dia lalu menghela nafas panjang dan mendongak.
Tuhan, aku tau Kau punya rencana yang
indah untukku. Suatu hari, suatu saat dan pada suatu tempat, Kau pasti
mempertemukanku dengan takdirku dan menyatukan kamu. Mungkin itu bukan Gana.
Dan sekarang bukanlah waktuku. Kuatkan aku dalam menunggu Tuhan!! doanya
khusuk.
March,15th 2006.
Inspired by my valentine' s day this
year!
My heart's in blue.
DJ's
http://www.mediafire.com/?re7fv9bg7x0gb89