Translate

Rabu, 23 Oktober 2013

MEMOIRS III (The Triangle) Chapter 3 - What should I do

ZAKI



Aku hampir2 tak bisa menahan diri! Orang didepanku ini benar2 menguras habis kesabaranku. Lihat saja! Bukannya cepat2 minggir atau menjauh, dia malah diam bego ditempatnya berdiri meski beberapa saat tadi nyawanya hampir saja melayang.

"WHAT THE HELL ARE YOU THINKING?!!" bentakku murka. Hal itu membuatnya tersentak, dan aku baru menyadari bahwa tubuhnya gemetar hebat. Tanpa sadar aku mengerang keras. Hebat! Bukannya merasa dirugikan, aku malah merasa bersalah telah membentaknya. Liat saja. Kakinya jd bergerak-gerak aneh. Wajahnya makin memucat dan tiba2 saja dia jatuh terduduk.

"Hei!!" bentakku lagi, sedikit lebih pelan dari yg tadi. "Berdiri!" perintahku ketus. Aku tak ingin orang2 yg mulai berkerumun disekitar kami berpikir kalo aku telah menganiaya anak bego ini.
Dengan perlahan dan masih sedikit gemeteran dia bangkit. Dengan wajah yg sepertinya ketakutan dia melihatku. Bola matanya kemudian membesar beberapa saat kemudian.

"Apa?!" tanyaku heran. Dia tak menjawab, tapi tangannya menunjuk kearahku. Jelas aku hanya bisa menatapnya keheranan. "APA?!!!" bentakku lagi kesal.

Tangannya yg menunjuk pada keningku makin bergetar hebat. Dan saat itulah aku merasakan cairan hangat darah yg mengalir dari lukaku. Aku mengumpat keras tapi menahan diri untuk tidak mengusapnya. Bisa2 aku kena infeksi.

"Ada apa Ki?" tanya seseorang yg mendekat kearahku. Aku tak ingat namanya, tapi yg jelas kami berada di jurusan yg sama. Seingatku kami belum pernah ngobrol sebelumnya.

"Si Goblok itu membuat mobilku ringsek," kataku sedikit ketus.

"Kamu berdarah. Kuantarkan ke rumah sakit. Ayo!" ajaknya dan menggamit lenganku.

"Sebentar," kataku dan mendekat pada anak idiot yg masih berdiri dg begonya itu. "Mana kartu mahasiwa dan ktp mu," pintaku. Bukannya langsung memberikan, dia malah menatapku heran. "CEPAT KELUARKAN!!" bentakku. Heran nih anak! Kecepatan loading otaknya benar2 parah!

Dengan tergesa-gesa dia meraih dompetnya. Kulihat sekilas hanya ada bbrp lembar uang disana. Sepertinya anak yg biasa2 saja. Aku lalu mengambil dua kartu yg dia sodorkan dg edikit kasar. Regha Zulfikar Widhiarya. Majalengka!

Persetan! Aku harus memberinya pelajaran karena dia sudah mencelakakanku 2 kali dalam sehari. Juga membuat mobilku ringsek.

"Kau, ikut kami ke rumah sakit! Kita punya urusan yg harus dibahas!" perintahku dingin yg hanya dia jawab dg anggukan. Aku lalu berpaling pada temanku sejurusanku tadi. "Antar kami!" pintaku singkat.

Sial! Aku harus segera menghubungi Pak Arya agar dia bisa menyelesaikan urusan di panti.





REGHA


Aku hanya mampu diam diruang tunggu Rumah sakit ini dengan perasaan yg tak karuan. Sedari tadi kakiku gemetaran tanpa bisa kutahan. Ingin rasanya aku jatuh bersimpuh dilantai dan berteriak keras untuk melegakan dadaku yg kini terasa sesak. Aku bukan orang yg cengeng, tapi aku benar2 ingin menangis keras skrng. Allah, kenapa sial sekali nasib ku hari ini? Apa yg sebenarnya telah ku lakukan sebelumnya hingga aku harus mengalami hal ini.

Masih kuingat bagaimana kejadian siang tadi, saat mobil Zaki hampir menabrakku. Bagaimana kagetnya aku saat itu. Sempat bersyukur bahwa Allah masih memberiku kesempatan untuk hidup. Tapi beberpa saat selanjutnya Mas Angga justru memberiku tugas untuk mewawancarai Zaki, orang yg hampir menabrakku. Dan sore harinya, sekali lagi krn keteledoranku, aku lagi2 hampir mendapat ciuman mesra dari mobil Zaki. Untungnya dia cukup sigap untuk menginjak rem.

Sialnya hal itu justru mebuat mobilnya menabrak keras pot beton. Moncong mobilnya tampak ringsek. Dan dia harus mendapat perawatan karena kepalanya terantuk keras di kemudi. Ada luka di dahinya yg harus segera dirawat. Menurutku dia tidak terluka parah, krn tadi dia masih sempat memakiku dg keras sebelum bbrp teman kampus kami mengantar kami ke rumah sakit.

Aku ikut bukan krn aku terluka, tp lebih krn tuntutan Zaki. Aku harus bertanggung jawab atas ketelodaranku. Aku bukan hanya membuatnya terluka, tapi jg menyebabkan mobilnya rusak parah. Masih kuingat kalimat Zaki tadi. Intinya adalah dia menuntut pertanggung jawabanku. Tadi dia sudah meminta KTP dan Kartu Mahasiswa ku.

Jadi disinilah aku. Diruang tunggu rumah sakit ini. Sendiri. Sudah hampir satu jam Zaki dibawa kedalam. Dan dia masih belum keluar, smentara aku hanya mampu diam disini dengan kepala berdenyut keras.
Allah. . . Dari mana aku bisa mengganti kerusakan mobil Zaki? Kalau biaya rumah sakit, aku masih bisa menanggungnya. Aku yakin. Tapi biaya perbaikan mobil Zaki?!!
Membayangkannya saja aku ngeri!

"GHA!!!"

Suara panggilan itu membuatku mendongak. Vivi dan Regi berjalan cepat menghampiriku dari pintu masuk.

"Gw denger dari temen2 lo disini. Makanya kita nyusul," kata Vivi cepat dan duduk disebelahku.

"Lo gak apa2 kan Gha?!" tanya Regi penuh simpati. Dia bahkan tak sadar kalau dia menggunakan bahasa normal. Bukan bahasa planet aneh yg biasa dia gunakan. Aku benar2 sedikit terbantu dengan kehadiran mrk. Sedikit terhibur setelah beberapa saat lamanya tertekan

Aku tersenyum kecut dg kepala tertunduk. "Gw baik2 aja. Tapi. . . "

"Nih!!"

Aku terdongak saat kudengar suara Zaki yg tahu-tahu sudah berdiri didepanku. Kulihat ada perban didahinya. Dia menyodorkan beberapa lembar kertas dan juga kwitansi. Tanpa menungguku untuk menerimanya, dia melempar kertas2 itu padaku.

"Biaya rumah sakit dan obat hanya 1 juta. Biaya perbaikan mobil, menurut bengkel gw diperkirakan bisa 30 jutaan. Lo siapin aja 40 juta. Plus uang perawatan gw tadi, jdi sekitar 41 jutaan. Gw tunggu dirumah secepatnya! Liat alamat rumah gw dikartu nama gw itu" katanya cepat dan tanpa menungguku dia berlalu pergi, meninggalkanku yg terpaku dg mulut terbuka kaget.
Tenggorokanku terasa kering mendadak.


Hening. . . .

Lebih dari semenit kemudian aku baru bisa berpaling pada Vivi dan Regi yg memandangku dg tatapan iba.

"Apa . . . ,yg harus gw lakukan?!" tanyaku dengan suara tercekat. Dari sinar mata mereka, aku tahu bahwa mrk jg sama tak tahunya jawaban dari pertanyaanku tadi, hanya mampu kembali menatapku dg iba. Mrk berdua tahu bagaimana usahaku untuk bertahan disini. Dg smua usaha ku itu, aku masih harus hidup dg prihatin. Jd dg mudah mrk bisa menarik kesimpulan kalau harus mendapatkan uang sebesar 41 juta bagiku adalah MUSTAHIL!

Untuk sejenak tak ada dari kami yg bisa mengeluarkan satu katapun. Sampai. . .

BRAKK!!!

"TUYUL BENCONG! EH GUE BENCONG EH ELO TUYUUULL!!!" pekik Regi nyaring saat pintu ruang darurat yg berada tak jauh dari kami terbuka dengan tiba-tiba. Regi yang latahnya kumat karena kaget hanya mampu nyengir tengsin saat dia menjadi pusat perhatian diruang tunggu itu.

"Kita pergi!" ajak Vivi seraya melirik kesal pada Regi.

"Sorry," bisik Regi dan mengikuti kami. "Eh Bo, tp si Zaki tadi tetep cakep ya meski ngamuk gitu?!"

"Dasar bencong sinting! Tahan diri dikit kenapa sih?!" rutuk Vivi dan menyeretnya untuk cepat-cepat keluar. Aku yg meski bisa merasakan cengiran bbrp orang disekitar kami tetap diam tak berkomentar. Otakku masih tak bisa menemukan jalan untuk masalah yg ada didepanku.





 RIZKY



"Bisa kan Ky?" tanya Ibu padaku. "Hari ini Ibu ada keperluan dengan Tante Rina. Beliau akan mengadakan upacara pertunangan putrinya minggu depan. Jadi hari ini Ibu mau rundingan soal masakan apa saja yg beliau ingin sajikan. Jadi Rizky jaga warung ya hari ini?" pinta beliau lg.

Jaga rumah makan sambil ngecengin Regha? Kenapa harus nolak? batinku. "Iya Bu! Tenang saja," jawabku sembari kembali menyendok sarapanku.

"Urusannya sudah selesai Ky? Udah beres semua?" tanya Ayah yg juga menikmati sarapannya.

"Sudah Yah! Kemarin sudah diurus semuanya. Minggu depan tinggal kembali ke kampus sebentar buat kasih surat2 yg sudah beres, trs bisa langsung balik kesini," terangku.

"Mulanya Ayah kira kamu bakal bawa kejutan kemari Ky," gumam Ayah pelan. Aku hampir2 tak dapat menahan diri untuk mengerang. Oh please! Jangan bahas itu lagi.

"Ibu pikir jg gitu Yah! Kmrn jg sudah Ibu tanya. Tapi ya gitu jawabnya," tunjuk Ibu dengan dagu. "Mematung lagi."

"Yaaaaahh. . . , kapanpun kamu siap lah," kata Ayah sedikit mendesah. "Kami sebenarnya sudah ingin menimang cucu. Beberapa tahun lagi juga, ayahmu ini bakal pensiun. Jadi nantinya ada yg bisa jadi teman main ayah diini."

Aku tak menjawab ataupun menoleh. Aku tancapkan mataku pada hidangan didepanku.

"Tuh Yah! Kalo sudah bahas itu, pasti gak ada suaranya," gerutu Ibu.

"Kadang Bapak itu berharap," lanjut Ayah sedikit mendesah, ". . . kalo kamu itu sedikit bandel seperti anak-anak muda yg lain. Pacarnya ganti terus, pulang malem dan yg lainnya. Kamu itu kok ya justru gak pernah bawa satu anak cewekpun kemari. Emang nggak ada yg suka sama kamu ya Ky? Orang cakep begitu masa ga laku?" tanya beliau dengan nada heran yg tak disembunyikannya.

"Bukannya gak laku Yah, Rizky nya aja yg terlalu pemilih. Kemarin saja anaknya Jeung Titik yg juga Dokter Muda itu naksir berat sama Rizky. Kalo ketemu selaluuuu nanyain. Rizky nya dikasih tahu malah lempeng!" lapor Ibu membuatku ngedumel dalam hati. Siapa jg yang mau sama cewek beringas gitu?!!

"Kamu itu maunya yg gimana tho?" tanya Ayah lg. Aku tetap dg aksi andalanku, diam!

"Kentutnya aja gak bakal bunyi Yah!" sahut Ibu sedikit jengkel.

"Kamu itu pendiemnya kok ya kebangeten sih?" gerundeng Ayah. "Ya sudah, sana! Kalo selesai cepet ke warung sana. Siang nanti jemput Ibu kamu ya? Biar berangkatnya sama Ayah," kata beliau akhirnya mengalah.

Dengan cepat aku menyambar kesempatan itu dan berlalu pergi. Sial!! Pagi-pagi sudah dapet awal yg jelek. Apa hari ini bakalan bikin empet seterusnya? pikirku kesal.



Pemikiran itu ternyata terus terbawa sampai ke Rumah Makan. Dan sepertinya, aku bukan satu-satunya orang yg berada di mood yg jelek hari ini.

Regha tampak lebih kacau. Saat aku tiba disana, dia menyapaku dg sedikit linglung. Seperti tak sadar dg siapa dia berbicara. Hal itu terus berulang dan jadi semakin parah. Beberapa kali dia salah membawa pesanan customer dan tersandung. Malah dalam waktu kurang dari dua jam, dia sudah menabrak pintu 3 kali. Meski biasanya dia memang ceroboh, hari ini hal itu sudah keterlaluan.

Sepertinya dia sedang bermasalah, batinku. Lalu aku mendengar suara pekikan keras yg diiringi suara nyaring benda2 yg berjatuhan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar