Guys ni adalah seri terakhir dari memoirs yg gw
garap. Honestly, gw masih bingung mo bawa cerita ini kemana. Baru nulis dapet
bbrp part. Jadi. . . ga tau deh. Semoga aja ga mengecewakan.
En buat
temen2 yg ada 'perlu' dg cerita ini, gw minta hubungi gw dulu ya?
thanks!
REGHA
Gila! Orang-orang kota besar memang ngeselin! batinku
saat kembali aku harus melayani salah satu customer warung Bu Indri. Emang
mereka nggak bisa ya ngambil kotak tissue yang jaraknya cuman dua meter dari
tempat mereka duduk itu sendiri? Ngapain pake teriak-teriak gitu sih?!
Coba kalo
uang kiriman dari Abah dikampung cukup buat hidup disini, gerundengku. Nasib
jadi mahasiswa perantauan emang gini. Aku harus bisa berusaha survive dengan
cara apapun. Dengan kerja pagi di warung Bu Indri, selain bisa dapat makan
gratis, aku juga mendapat uang. Tidak banyak, tapi kalau digabung sama uang
kiriman bapak, cukuplah untuk membayar uang kuliah dan keperluan hidup lainnya
disini. Kalo lebih juga cuma sedikit. Lagipula, jam kerjaku cuma dari jam 7 sampe
jam 12 doang. Sementara kuliahku dimulai jam 1. Jadi tak terganggu.
Cuman itu,
kadang suka ada pelanggan yang rese. Bikin empet abis!!. Pertama kali tiba dikota
Bandung ini aku sempat agak shock dengan perilaku penghuninya. Sumpah mampus
aku pikir orang Bandung itu ramah-ramah! Orang Sunda Bandung kalo di tv kan sepertinya
ramah gitu. Ya Allah, ternyata. . .
Bukannya
nggak ada sih yang ramah. Ada juga satu dua, tapi banyakan yang nge-bete-in.
Dulu waktu berhasil tembus ujian seleksi di Perguruan Tinggi tempat ku belajar,
aku sempat excited banget. Bandung cuy! Kayaknya keren! Bisa hang out, ngumpul
ma anak-anak gaul, pacaran ma cewek cakep. Kedengarannya bakalan seru. Temen-temen
sekolahku aja banyak yang iri!
Tapi
kenyataan gak seseru itu.
Disini orang
lebih dilihat karena 3 hal. Money, performance and speak! Diskriminasi yang aku
liat di film-film drama remaja produksi Amrik, ternyata berlaku disini. Para nerd
berkumpul dengan nerd yang lain. Cewek-cewekdan cowok-cowok gaul, tajir plus cakep
membentuk gank sendiri. Mereka seakan-akan membentuk gank exclusive dengan anggota
yang harus berstandar sama.
Paling susah
kalo yang kelompok abu-abu kayak aku gini. Cakep nggak, gaul nggak, tajir nggak,
pinter banget juga nggak. Bener-bener biasa. Gaulnya juga sama anak-anak biasa aja.
Habis gimana coba?
Mau gaul ma
anak-anak pinter, jadi bengong gak ngeh ma pembicaraan mereka. Malah keliatan
banget dongo'nya. Mau gaul ma gank populer, nggak kuat ma gaya mereka. Baju
bagus, bling-bling, tongkrongan keren ,plus hang out ke diskotik atau club2 -club yang cover
charge nya bisa langsung bikin aku miskin!
Sigh. . . !
Bodo banget
lah! Pada akhirnya aku harus mau memilih dan memilah. Juga harus sadar diri.
Aku yang berasal dari keluarga yang serba nge-pas, harus bisa bersyukur bisa
kuliah disini. Harus berusaha sebisa mungkin untuk survive. Nggak usah mikirin
hal yang neko-neko. Yang sederhana saja.
Aku melihat jam sudah hampir jam 12. Sudah waktunya
aku pulang dan bersiap-siap kuliah. Aku segera berpamitan pada Bu Indri.
"Sudah
mau pulang Gha?!" tanya Bu Indri. Wanita berusia akhir 40 an yang sangat
baik. Beliau sendiri istri dari seorang pejabat daerah setempat. Sebenernya Bu
Indri sendiri bisa saja diam santai dirumah tanpa perlu bekerja. Gaji suaminya
lebih dari cukup bila sekedar untuk biaya hidup. Tapi Bu Indri sangat hobi
memasak dan tidak suka duduk diam dirumah sendiri. Putra tunggal beliau, Mas
Rizky kuliah kedokteran di UGM.
Karena itu,
iseng-iseng beliau membuka rumah makan kecil-kecilan tak jauh dari rumahnya. Siapa sangka
kalau usaha kecil2an beliau menjadi lahan bisnis yang berkembang pesat dalam
hitungan bulan. Sekarang Bu Indri punya 5 cabang yg tersebar di beberapa tempat
di Kota Bandung ini. Beliau sendiri lebih suka berada disini, rumah makan yang
paling dekat dengan rumah beliau. Rumah makan yang pertama beliau buka. Disini
juga pusat dari semua kegiatan rumah makan beliau dilakukan. Setiap pagi ada
sebuah truk pick up yg khusus digunakan untuk mengantar bumbu-bumbu ke cabang rumah
makan Bu Indri yang tersebar.
Ada sepuluh orang
yang bekerja khusus untuk membuat bumbu disini. 3 orang memasak. Dan 12 orang
pelayan, yang dibagi menjadi 2 shift. Aku sendiri boleh dibilang hanya sebagai
tenaga pembantu. Ceritanya dulu aku nyari kerja part time selama liburan
kuliah. Bu Indri menerimaku disini. Alhamdulillah nya beliau senang karena aku
bisa membantu beliau dengan pembukuannya.
Karena itu
beliau mempertahankanku untuk bekerja disini. Meski aku hanya bekerja 5 jam
sehari. Tapi seminggu sekali aku mengerjakan pembukuan usaha beliau.
"Iya Bu!
Siap-siap kuliah," jawabku sembari melepas celemek putih yang kupakai.
"Tadi
Ibu bikin rendang kesukaanmu lho. Nih bawa!" kata beliau dan mengangsurkan
rantang bersusun 3 padaku. Jelas isinya lebih dari sekedar rendang. Dan kalau
Bu Indri masak rendang berarti. . . .
"Mas
Rizky datang Bu?" tanyaku antusias.
Bu Indri
tersenyum melihatku. "Iya! Tadi subuh! Sekarang mungkin masih tidur."
"Tumben
mendadak Bu?" gumamku pelan dan menerima rantang tadi.
"Mungkin
mau kasih surprise buat Ibu? Ibu aja kaget tiba2 nongol dirumah subuh tadi.
Sekarang pasti masih kecapekan! Sudah cepet sana.Nanti terlambat
kuliahnya!" kata Bu Indri mengingatkan.
"Waduh!!! Iya Bu! Terimakasih! Mari!
Assalamu'alaikum!" pamitku dan cepat-cepat ngacir. Hari ini aku banyak sekali
tugas. Plus kegiatan di club jurnalistik yg ku ikuti. Issue bulan kemarin cukup
mendapat perhatian anak kampus. Soanya kami membahas tentang cowok en cewek
favorit di kampus kami. Redaksi akhirnya mengadakan polling, siapa aja cowok
cewek yg dianggap paling keren sekampus, dan juara 5 besar akan diliput dalam
majalah kami.
Siapa sangka kalo animo mahasiswa kampus kami besar
sekali dengan ide ini. Email club sempat membuat alis terangkat dengan suara-suara
yg masuk. Dimana-mana cowok en cewek cakep emang selalu jadi pusat perhatian
ya?!
"REGHA!!!"
Suara
panggilan itu membuatku menoleh ke belakang. Alvin temanku satu jurusan
melambaikan tangannya dari jarak sekitar 15 meter.
"Sorry
Vin! Gw keburu!" balasku tanpa menghentikan langkah. "Ada pertemuan
di klub dan. . ."
"GHAAAAA!!!!" Alvin berteriak ngeri
dg tangan terulur seolah ingin meraihku. Hanya selisih beberapa detik kemudian
aku mendengar decit ban dan makian keras seseorang.
Aku terpaku
kaku ditempatku berdiri!
Karena
ceroboh dan terburu-buru aku tak sadar kalo aku sedang melintas di jalan raya
kampus. Mobil yang datang dari arah samping kiriku tak kulihat. Untungnya si
pengendara cukup sigap menginjak rem. Mobilnya terhenti hanya sekitar 10 senti
dari tempatku berdiri.
Kalau saja
dia tak sigap. . . .
Aku tak
sanggup memikirkannya. Aku hanya berdiri bengong disana dengan lutut gemetar.
Alvin berlari
memburuku. Sementara pengendara mobil sedan itu keluar dengan umpatan keras.
"BUTA
LO?!!" bentaknya marah. "LO KIRA INI JALAN MOYANG LO APA?! MAU MATI
HAH?!! PAKE TUH MATA KALO JALAN?!!"
Aku hanya
mampu diam memandangnya yang berdiri didepanku dengan wajah merah marah. Sumpah!
Aku nggak tahu harus bereaksi seperti apa, karena aku sadar kalau aku nyaris saja
tergeletak dan kehilangan nyawa. Alvin sedikit menyeretku yang mirip orang
linglung ke pinggir jalan sembari mengucapkan permintaan maaf pada orang tadi.
Beberapa orang mulai mengerubungi kami.
"Gha!
Gha!!" Alvin memanggilku, mencoba menyadarkanku dari trans. Aku
mendengarnya, tapi tubuh dan pikiranku ku yang kaget, menolak untuk bereaksi.
"GHA!!!" panggil Alvin keras, diikuti oleh tamparan sedikit
menyakitkan dipipiku.
Mataku
berkerjap kaget. Aku seakan-akan baru bangun dari mimpi buruk. "Vin. . .
," gumamku pelan dan meraba pipiku yang terasa panas.
"Udah
sadar?" tanya Alvin yg ku jawab dengan anggukan linglung.
"Minum
ini!" kata seseorang dan mengulurkan sebotol air mineral. Alvin yang cepat
tanggap dan menerimanya. Dia segera membuka botol itu dan menyorongkannya
padaku. Aku yg menurut, sadar kalo orang yang memberikan botol itu adalah si
pengendara mobil tadi.
"Temanmu
yang idiot itu nggak apa-apa kan?" tanyanya lagi. Sepertinya pertanyaan itu
dia ajukan pada Alvin. Jadi, aku adalah si idiot yg dia maksud. Sial!!
"Aku
nggak apa-apa. Cuma kaget! Maaf!" kataku cepat, mencoba mengembalikan
sedikit harga diriku yang tercecer.
"Kalo
jalan jangan meleng!" gerutunya kesal dan segera berlalu. Kembali ke
mobilnya dan melesat pergi. Orang-orang yg berkerumun pun mulai pergi sembari
bergumam. Beberapa diantaranya tampak tertawa kecil. Hebat! pikirku. Aku jadi
badut dadakan.
"Maaf
Gha! Aku tadi manggil kamu!" pinta Alvin dan membantuku berdiri.
"Nggak
Vin!" sangkalku dan menggeleng. "Aku yang ceroboh gak liat jalan!"
"Kamu
tadi keburu mau ke. . . ," Alvin menggantungkan kalimatnya.
"KLUB!!!" pekikku sadar dan segera
ngacir.
"WOYY!!
GHA!!!" teriak Alvin.
Aku hanya melambaikan tanganku tanpa menoleh
padanya. Aku harus segera sampai ke kantor redaksi. Hari ini pengumuman hasil
dari polling kami kemarin, sekaligus penunjukkan siapa aja yang bertugas
mewawancarai para pemenang. Siapa tahu aku dapet tugas ngewawancarain si Emma.
Cewek beken di kampus yang bikin aku ingat terus sejak pertama kali melihatnya
setahun lalu.
Suara Mas
Angga, ketua redaksi telah kudengar pada jarak 5 meter dari gedung redaksi.
Gawat! Gw telat! Aku kembali berlari kecil lalu segera mengetuk pintu sembari
mengucap salam. Mas Angga yg menyahut hanya menatapku sedikit tajam. Aku
nyengir kuda dan cepat-cepat duduk di bangku kosong. Sialnya, aku dapat tempat
disebelah Vivi. Cewek bertubuh subur yg agak sinting, karena dia gemar banget
dengan segala sesuatu yg berhubungan dengan dunia gay.
Mana ada coba, cewek normal yang tertarik sama gay?
Jelas-jelas yg namanya gay gak bakalan suka ma cewek. Tapi cewek edan ini berkilah
kalo dia adalah contoh nyata atas apa yang disebut dengan fag hag! Apapun artinya
itu.
Dan disebelah
kiri kursi kosong itu ada Regi! Cowok bertubuh langsing yang hobi banget ngomong
pake bahasa banci salon. Bahasa tubuhnya yang melambai dan flamboyan sudah
merupakan indikasi kalo dia 'sakit'. Tapi kadang kelakuannya suka rese. Gak
liat-liat tempat kalo lagi kumat ngondek dan latahnya. Kadang suka bikin tengsin kalo
dia mulai nyerocos pake bahasa anehnya ditempat umum. Apalagi suaranya cempreng
abis. Tanpa pake megaphone, orang se Mall pasti bisa denger suaranya. Tapi dia
bisa membuat kita tertawa dengan tingkahnya.
"Diem aja Kuntil!" umpatku pelan pada Vivi
yang sudah hendak nyolot padaku. Dia cuma monyongin bibirnya.
"Jij
dari mandra ajijah sih Cin?! Sampe ngos-ngosan gitu," tanya Regi.
"Udah
diumumin?" tanyaku pd Regi, tanpa memperdulikan pertanyaannya tadi.
"Belanda!" jawab Regi yg berarti
belum. Aku menarik nafas lega dan segera konsentrasi pada Mas Angga. Dia
menjelaskan tentang issue yg bakal dikeluarkan untuk bulan depan. Regi yang
kebagian fashion departement sudah menyampaikan idenya tentang Paris Fasion
week. Vivi, psychology sudah siap dengan eating disorder dan penyimpangan sex
di lingkungan remaja. Health department sudah siap pula dengan makanan bebas
bahan kimia berbahan dasar sayuran yg serba organik. Aku yang kebagian sebagai
jurnalis bebas tinggal nunggu saja tugas dari Mas Angga.
"Ok!
Sekarang tentang hasil polling kita. Ada result yg mengejutkan pada kategori
cowok. Pemenangnya. . . . ," Mas Angga menarik nafas sejenak, seolah-olah
sengaja membikin kami semua tambah tegang. "Zaki Christian Osmond! Dia
mahasis. . . . . "
"KYAAAAAAAAAAAAAAAA!!!!! IKKE MENAAAAAAAANNGG!!!!"
jerit Regi beberapa detik kemudian mengagetkan kami semua. Dia jingkrakjingkrak
kegirangan sembari langsung joget ngebor ditempat. Dia lalu berkacak pinggang
dan menoleh ke beberapa orang. "Jij! Jij dan Jij!!!" tunjuknya semangat
pada Vivi, Anggi dan Dina. "Bayar ikke seratus ribu, em?!" tuntutnya
girang.
Hening!
Suasana redaksi benar-benar senyap. Semua terlalu kaget
atas reaksi Regi yg tak terduga. Kami semua hanya mampu menatapnya bengong!
Regi yang akhirnya sadar atas tingkahnya cuma bisa nyengir. Dengan malu dia
berdehem pelan.
"Maaf!" katanya pelan dan kembali
duduk.
Detik
berikutnya tawa kami pun pecah!
"OK
SEMUA!!!! CUKUP!!!" potong Mas Angga pada kami semua yg masih terkekeh karena
ulah Regi tadi. "Hasilnya memang sedikit mengejutkan. Semuanya menyangka
kalo Alvian, ketua BEM kita yg bakal jadi pemenangnya. Siapa sangka kalau
justru mahasiswa pindahan dari Australia, Zaki yg jadi pemenangnya,"
lanjutnya dan mengetik sesuatu dikomputernya. Pada layar putih dibelakangnya
muncul lima gambar pemenang kategori cowok kami.
Yang disebut Zaki pd urutan pertama. Alvian Reza
Mahardika, ketua BEM kami yg terkenal cakep dan berprestasi pada posisi kedua.
Ibrahim Ahmadi, ketua Rohis kampus kami (pasti yg milih para akhwat bin ikhwan
nih! pikirku), pada posisi ketiga. Lucky Alamsyah, cowok yg pernah jadi bintang
iklan diposisi ke empat. Dan terakhir, Dio Arwendra, kapten basket kampus kami
yang tingginya hampir dua meter.
Mataku
langsung tertancap pada Zaki. Bukan karena wajahnya yang harus kuakui tampan dan
agak bule, tapi karena mobil sedan yang ada dibelakangnya. Aku ingat jelas mobil
itu. Mobil yg tadi hampir menabrakku!!
"Dan
Regha, kamu yg bertugas mewawancarai Zaki. Harus kuingatkan, ada rumor yg
beredar kalau dia orangnya agak sulit. Jadi mungkin kau harus berusaha sedikit
ekstra. Aku mau laporan perkembangannya minggu depan. Dan. . ."
Aku sudah tak mendengarnya lagi.
APA????!!!!!!!!
NOTE: Kamus kecil bahasa Banci Salon buat kalian.
Jij (dibaca
yey, berasal dari bahasa Belanda jij) = kamu
Mandra = Mana
Belanda =
belum
Ajijah = aja
Ikke (jg
berasal dari bahasa Belanda ik) = aku
Em =
singkatan dari emang/ember
RIZKY
Saat mataku terbuka pertama kali, hal pertama yang kuingat adalah, bahwa aku
sudah pulang. Kembali ke tempat dmana aku dibesarkan. Tempat orang tuaku
bermukim. Tempat dimana pemuda itu tinggal sekarang.
Aku menghela nafas. Bahkan pada saat pertama kali aku membuka mata, dia
langsung muncul dalam pikiranku. Satu setengah tahun, batinku sedikit kesal.
Satu setengah tahun aku memendam perasaan ini tanpa melakukan apapun untuk
menghadapinya. Bukan karena tak mau, atau tak mampu. Tapi lebih karena aku tak
memiliki pilihan lain.
"Regha. . . ," gumamku pelan. Nama itu sering tanpa sadar kuucapkan
dengan nada lirih, sehingga hanya aku yang bisa mendengarnya. Masih kuingat dengan jelas
saat pertama kali aku melihatnya. Waktu itu aku mampir ke rumah makan Ibu karena
dirumah tak ada makanan. Aku yang baru datang dari Yogya, entah kenapa ingin
makan disana.
"Selamat datang," sapa Regha yg waktu itu menyambutku.
"Silahkan! Tempat duduk disana kosong."
Pegawai baru, batinku. Dia tak mengenalku sebagai putra tunggal Bos nya. Aku hanya mengangguk sekilas lalu nyelonong kedalam tanpa memperdulikannya.
Pegawai baru, batinku. Dia tak mengenalku sebagai putra tunggal Bos nya. Aku hanya mengangguk sekilas lalu nyelonong kedalam tanpa memperdulikannya.
"LHO?! MAS?!!" Dia menahanku yang sudah hendak mencapai pintu masuk ke
ruang belakang warung. "Maaf Mas! Tapi selain pegawai, dilarang untuk
masuk kedalam," terangnya dengan nada sedikit tegas.
Aku hanya tersenyum tipis mendengarnya. "Kalau putra pemiliknya?"
tanyaku datar.
Mulut pemuda itu terbuka kaget. Dan sebelum pemuda itu bisa mengatakan apapun, pintu itu terbuka.
Mulut pemuda itu terbuka kaget. Dan sebelum pemuda itu bisa mengatakan apapun, pintu itu terbuka.
"Lho? Mas Rizky? Mau nyari Ibu Mas?" sapa Mbak Rasti yg sudah bekerja
disini selama 3 tahun.
"Iya Mbak. Ada?" tanyaku.
"Didalam Mas. Langsung saja," jawab beliau dan melangkah untuk
mengantarkan pesanan pelanggan.
Aku kembali berpaling pada pemuda yang masih berdiri dg satu tangannya yang menahan lengan kananku. "Sekarang boleh?" tanyaku dan melirik pada tangannya.
Aku kembali berpaling pada pemuda yang masih berdiri dg satu tangannya yang menahan lengan kananku. "Sekarang boleh?" tanyaku dan melirik pada tangannya.
Pemuda itu cepat melepasnya dengan muka yang memerah. Dia mengangguk dengan gerakan
sedikit kikuk sembari menggumamkan kata maaf yang kuacuhkan. Melihatnya mau tak
mau membuatku geli. Aku berbalik dengan cepat, menyembunyikan senyumku.
Dari ibuku aku tahu kalau dia adalah seorang mahasiswa yang kerja part time. Namanya Regha dan berasal dari Majalengka. Pemuda yang kuliah jurusan akuntansi itu banyak membantu Ibu dengan pembukuan rumah makan ibu. Dan dia cukup bagus dalam bidangnya. Selain itu, Ibu bilang dia pemuda yang baik dan jujur. Karena itu Ibu mempertahankannya.
Beliau hanya tertawa saat kuceritakan insiden kami tadi. Regha kadang memang sedikit ceroboh dan kekanakan. Tapi selain itu, dia baik.
Dari ibuku aku tahu kalau dia adalah seorang mahasiswa yang kerja part time. Namanya Regha dan berasal dari Majalengka. Pemuda yang kuliah jurusan akuntansi itu banyak membantu Ibu dengan pembukuan rumah makan ibu. Dan dia cukup bagus dalam bidangnya. Selain itu, Ibu bilang dia pemuda yang baik dan jujur. Karena itu Ibu mempertahankannya.
Beliau hanya tertawa saat kuceritakan insiden kami tadi. Regha kadang memang sedikit ceroboh dan kekanakan. Tapi selain itu, dia baik.
Waktu itu aku hanya mengangkat bahu acuh.
Bahkan saat Ibu memperkenalkan kami, aku pura-pura tak peduli, meski diam-diam aku
memperhatikannya. Kata ceroboh dan kekanakan mungkin cocok untuk menggambarkan
Regha. Saat kulihat dia beberapa kali tersandung saat berjalan. Pernah salah
membawa pesanan pelanggan. Saat aku berada dalam mobil hendak pulang, kulihat
dia keluar membawa sampah untuk dibuang ke tong yang berada bbrp meter dari Rumah Makan.
Ada beberapa kotoran yang jatuh mengenai sepatunya. Dengan ngedumel pelan dia
jongkok untuk membersihkannya tanpa sadar kalo saat itu dia menggunakan
apron/celemek panjang yg tentu saja menjuntai dan mengenai genangan air bekas
hujan. Sehingga kini bukan hanya sepatunya yang kotor, apronnya juga.
Aku cuma menggeleng kepala dengan keteledorannya. Tertawa kecil saat kudengar dia
mengumpat pelan. Teledor dan kekanakan, batinku.
Tapi ternyata justru itu yang membuatku jatuh cinta padanya.
Yeeeaaaahhh!!!
I'm gay! Aku sudah menyadarinya sejak kelas 3 SMA. Pernah beberapa kali pacaran
meski harus dengan super kucing-kucingan. Aku sudah melewati masa-masa galau dan bingung.
Kini aku sudah bisa menerima keadaanku. Aku sudah bisa menerima perbedaanku.
Meski aku masih merahasiakannya. Apa lagi dari orang tuaku.
Aku adalah anak tunggal mereka yg diharapkan meneruskan garis keturunan. Tak
bisa kubayangkan kekecewaan di wajah mereka kalau tahu keadaanku. Karena itu aku
sangat berhati-hati dalam menjalani kehidupan gandaku. Selalu berhubungan dengan
orang lain daerah dg sangat rahasia. Baru saat kuliah di Yogya aku sedikit
berani untuk berkencan dengan pacarku. Tapi disini, aku benar-benar menjaga diri.
Mungkin karena itu juga aku tak punya begitu banyak teman. Meski banyak yang
mendekatiku, aku selalu merasa sendiri dan kadang minder.
Dengan mereka yang straight, aku selalu merasa kalau lain dengan mereka. Banyak
hal dari cara bersikap mereka yang membuatku tak nyaman. Contohnya, teman-teman ku
kerap membuat lelucon soal kaum gay, terutama para banci. Bagi mereka, mereka hanya
sosok aneh yg hanya menjadi bahan olok-olok. Itu salah satu hal yang membuatku tak
nyaman. Karena mau tak mau, aku punya sebuah kesamaan dengan mereka. Kami sama-sama tertarik dengan sesama jenis.
Mau bergaul dengan para gay, aku juga tak mampu. Aku ngeri kalau harus bergaul dengan sekelompok orang yang kerjaannya ngomongin alat vital cowok doang. Berjalan dengan langkah yg sedikit melambai, berbicara dengan bahasa yang absurd dan aneh, serta sikap kemayu dan suara cempreng.
Mau bergaul dengan para gay, aku juga tak mampu. Aku ngeri kalau harus bergaul dengan sekelompok orang yang kerjaannya ngomongin alat vital cowok doang. Berjalan dengan langkah yg sedikit melambai, berbicara dengan bahasa yang absurd dan aneh, serta sikap kemayu dan suara cempreng.
Tidak!
Aku tidak seperti itu.
Karena itu aku lebih suka sendiri. Dan lebih suka menjalin hubungan dengan orang
luar daerah. Itupun dengan sangat berhati-hati, dan melalui proses dan penyelidikan
yg lama. Aku tak mau
berhubungan dg seseorang yang tinggal didaerah yang sama denganku. Karena aku benar-benar tak mau orang tuaku tahu.
Sialnya, aku justru jatuh cinta pada Regha, yang bukan hanya tinggal didekat
rumahm tapi juga salah satu pegawai ibuku.
Mulanya kukira ini hanya naksir sesaat dan akan langsung hilang setelah beberapa lama. Aku lumayan sering mengalami hal itu. Naksir sebentar. Hanya sekedar kagum saat ada seseorang yang menarik lewat.
Mulanya kukira ini hanya naksir sesaat dan akan langsung hilang setelah beberapa lama. Aku lumayan sering mengalami hal itu. Naksir sebentar. Hanya sekedar kagum saat ada seseorang yang menarik lewat.
Tapi aku salah.
Sosok Regha benar-benar membuatku jatuh hati. Semakin aku memperhatikannya, semakin
aku jatuh cinta.
Aku suka cara dia berjalan yang sedikit berjinjit. Cara dia ngedumel pelan karena kesal. Cara bibirnya mengerut kesal. Atau cara dia tertawa lepas. Aku suka semua tentangnya.
Aku suka cara dia berjalan yang sedikit berjinjit. Cara dia ngedumel pelan karena kesal. Cara bibirnya mengerut kesal. Atau cara dia tertawa lepas. Aku suka semua tentangnya.
Tapi tentu saja, aku tak pernah bisa atau mau menunjukkan perasaanku yang
sebenarnya. Aku lebih sering menghindarinya. Hanya memperhatikannya dari jauh.
Pembicaraan yang kami lakukan pun selalu kubuat singkat. Karena aku tahu, terlalu
berbahaya kalau aku bertindak.
Yang tak kusangka, bayangan anak itu selalu mengikutiku kemanapun aku pergi.
Dalam waktu satu setengah tahun ini, aku masih menyukainya. Dia tak pernah
lepas dari benakku. Tak perduli seberapa keras usahaku. Orang2 yg kuharap bisa
membantuku menghapus bayangannya tak bisa melakukan apapun. Mereka hanya sosok-sosok pengganti yang hanya lewat sementara saja.
"Regha. . . ," gumamku lagi. Aku melirik jam wekerku. Hampir jam
11.30. Mungkin kalau aku mampir ke rumah makan sebentar, aku bisa melihatnya.
Melepas kerinduanku.
Dengan pemikiran itu, aku bangkit dari tempat tidur dan bergegas menuju kamar
mandi.
ZAKI
Bener-bener deh hari ini!
Bener-bener deh hari ini!
Dari permulaan,hari ini sudah membuatku kesal. Totally sucks! Dimulai dengan
berita dari Mommy kalau dia masih akan berada di Singapura dua minggu ini.
Padahal kemarin dia bilang akan kembali hari ini. Karena itu semaleman aku
begadang menyelesaikan laporan bulanan Panti Jompo yang beliau minta.
Tapi dengan santainya, dia cuma memberi pesan singkat di mesin penjawab
teleponku, dan mengatakan kalau kepulangannya tertunda.
Bukan hal baru sebetulnya. Tapi tetap saja aku kesal. Selama ini aku memang
jauh dengan sosok Mommy. Seorang wanita karier yang kadang kehadirannya hanya seperti
sosok bayangan cuma datang dan pergi semaunya. Sosok yang nyaris tak ia kenali.
Hanya berstatus sebagai wanita yang melahirkannya.
Bahkan dulu, saat Daddy nya masih hidup. Mommy adalah orang yg jarang untuk
bisa mempunyai waktu bersama. Dan setelah Daddy meninggal, frekuensi pertemuan
mereka menjadi semakin sedikit.
Ada saat dimana aku berharap wanita itu bisa lebih dekat dengannya. Tapi kenyataan sudah mengajariku untuk berpikir lain. Dan aku sudah membiasakan diri dengan hal itu sejak dulu.
Ada saat dimana aku berharap wanita itu bisa lebih dekat dengannya. Tapi kenyataan sudah mengajariku untuk berpikir lain. Dan aku sudah membiasakan diri dengan hal itu sejak dulu.
But it pissed me! A lot!!
Lalu tadi, ditengah perjalanan ke kampus, ban mobil kempes tanpa sebab yang
jelas. Jadi aku harus menambalnya. Untungnya ada bengkel didekat ku berhenti.
Jadi aku bisa langsung memperoleh pertolongan.
Jelas saja aku terlambat. Hanya sedikit waktu yg tersisa untuk tiba dikampus. Jadi aku sedikit ngebut.
Eh begitu hampir sampai, ada anak bego yang nyelonong nyebrang jalan tanpa lihat-lihat jalan. Hampir saja aku menabraknya. Untung saja aku cukup sigap. Bukannya menghindar, tapi kunyuk satu itu cuma berdiri bengong kayak pengidap autis ditengah jalan.
Jelas saja aku terlambat. Hanya sedikit waktu yg tersisa untuk tiba dikampus. Jadi aku sedikit ngebut.
Eh begitu hampir sampai, ada anak bego yang nyelonong nyebrang jalan tanpa lihat-lihat jalan. Hampir saja aku menabraknya. Untung saja aku cukup sigap. Bukannya menghindar, tapi kunyuk satu itu cuma berdiri bengong kayak pengidap autis ditengah jalan.
Mood ku yang sudah jelek dari tadi langsung membuatku ngamuk. Kubentak dia dengan
kasar. Tapi begitu melihat tampangnya yang bego itu aku malah jadi tak tega.
Tubuhnya gemeteran. Dia terlihat mengenaskan dan luar biasa kaget. Sehingga aku
malah lupa hendak ngamuk dan justru memberikan botol air mineralku pada
temannya yang membantu tadi, agar dia minum untuk menenangkan anak itu.
Karena tak ingin bertambah kesal lagi, aku cepat-cepat pergi dari sana. Dosen yang pertama
mengajar adalah Pak Fauzi. Terlambat berarti aku akan dipermalukan didepan
kelas. Dan aku tak sudi kalau hal itu terjadi. Apalagi hari ini.
Begitu memarkir mobil, aku segera berlari keruang kelas. Keningku sedikit berkerut karena dari jarak beberapa meter, aku bisa mendengar suara-suara berisik. Tumben-tumbenan Pak Fauzi membiarkan hal seperti ini terjadi.
Begitu memarkir mobil, aku segera berlari keruang kelas. Keningku sedikit berkerut karena dari jarak beberapa meter, aku bisa mendengar suara-suara berisik. Tumben-tumbenan Pak Fauzi membiarkan hal seperti ini terjadi.
"HONEY!!!!!" pekikan keras Emma menyambutku. "Why are you so
late?!" tanyanya dengan bahasa Inggris ngeselin. Aksennya lebih mirip
Cinta Laura wanna be yang suka bikin napsu pengen ngegaplok pake sandal.
Hari ini aku agak males untuk menggubrisnya.Tak ada penampakan Pak Fauzi. Aku masuk dan melihat kalau beberapa anak bergerombol membentuk kelompok. Emma sendiri langsung menarik tanganku untuk bergabung.
Hari ini aku agak males untuk menggubrisnya.Tak ada penampakan Pak Fauzi. Aku masuk dan melihat kalau beberapa anak bergerombol membentuk kelompok. Emma sendiri langsung menarik tanganku untuk bergabung.
"Honey, gimana rambutku? Oke nggak?" tanya Emma dan beraksi
menyibakkan rambutnya yang sekarang berwarna burgundy. Aku hanya mengangkat
sebelah alis.
"Pak Fauzi?" tanyaku pada Noval dan langsung duduk disebelahnya. Tak
kuperdulikan Emma yg tampak kesal karena tak mendapat responku
"Gak masuk dan ngasih tugas kelompok!" jawabnya singkat.
Aku menarik nafas lega mendengarnya. "Thank God! At least there's one
thing good," gumamku pelan.
"Kenapa?"
"Let's just say that today is sucks!" sahutku singkat dan segera join
mengerjakan tugas.
Bad mood hari itu tidak bisa sepenuhnya hilang. Belum lagi tingkah Emma yang bikin empet. Cari-cari perhatian gak jelas, dan ngomongin hal-hal yang tak bermutu, sama sekali.
Bad mood hari itu tidak bisa sepenuhnya hilang. Belum lagi tingkah Emma yang bikin empet. Cari-cari perhatian gak jelas, dan ngomongin hal-hal yang tak bermutu, sama sekali.
Entah apa yg dulu membuatku mau untuk berpacaran dengannya. Mungkin hanya karena fakta
bahwa dia cewek terngetop disini. Everybody likes her. Never know why. Tentu
saja dia memang berparas cantik, bertubuh bagus dan bergaya up to date.
Tapi kadang omongannya suka gak jelas. Hobi banget ngeributin hal2 gak penting.
Doyan belanja dan ke salon. Khas cewek. Tapi mungkin itu 2 hal yg membuatnya
tampil selalu menarik.
Tadinya!
Sekarang, aku mulai jenuh dan lebih suka menimpali omongannya dengan jawaban-jawaban
singkat yang tentu saja, tidak memuaskannya.
Begitu tugas selesai, kami (aku, Emma, Noval dan Egidia pacarnya, juga Reno dan Alvan. Kami selalu sama-sama) pergi ke kantin Pak Rahmat untuk minum es kelapa muda nya yg menyegarkan.
Begitu tugas selesai, kami (aku, Emma, Noval dan Egidia pacarnya, juga Reno dan Alvan. Kami selalu sama-sama) pergi ke kantin Pak Rahmat untuk minum es kelapa muda nya yg menyegarkan.
"Ntar malem kita nonton yuk Hon?" rengek Emma yang duduk disebelahku.
Tangannya melingkar di lengan kananku. "Aku lagi pengen nonton film
nih!"
"Gampanglah!" sahutku lagi singkat.
"Kamu kok dari tadi cuek gitu sih?!" gerutunya kesal. "Ditanyain
jawabannya ngirit terus. Kamu bahkan gak perhatiin rambutku."
"Udah tau kalo ganti warna," sahutku cuek membuatnya makin cemberut.
"Look, I'm just not in a good mood okay?! Just ignore me! I'll be fine.
Later," pintaku.
"Eh Em, lo liat majalah C*sm* ga? Tas yg dipake Paris Hilton keren banget
lho!" celetuk Egi. Dan tak lama kemudian mereka dengan seru ngomongin Paris
Hilton dari ujung kaki sampai ujung kepalanya, sambil sesekali menjerit heboh.
I mean, do they have to? Mereka gak pernah liat apa video porno Paris Hilton sama pacarnya itu?! How she could be a total bitch in it?! Apa coba yang bisa dicontoh dari cewek yg mantan pacarnya ada dimana-mana?! What a waste! gerundengku dalam hati.
I mean, do they have to? Mereka gak pernah liat apa video porno Paris Hilton sama pacarnya itu?! How she could be a total bitch in it?! Apa coba yang bisa dicontoh dari cewek yg mantan pacarnya ada dimana-mana?! What a waste! gerundengku dalam hati.
"Ada yang bisa gua bantu Bro?" tanya Noval yang duduk didepanku.
"It's fine. Sorry, but today's really sucks big time for me. Tadi aja aku
hampir nabrak mahasiswa bego yang nyebrang ga liat-liat," jelasku sedikit
menggerutu.
"Eh?! Yang bener? Siapa?" tanya Reno.
"Who cares?!" sergahku. "Begonya, tuh anak malah diem aja
ditengah jalan meski gua klakson berkali-kali. What a douche!"
"Gimana kalo ntar malem kita ke club, supaya bete lo ilang?!" tawar
Noval.
"Eh tapi nonton dulu dong?!" tukas Emma yang didukung oleh Egi.
"Setelah itu baru kita ke club. Ya Hon?!"
Aku hanya mengangkat bahu. Emma ldan Egi langsung jingkrak-jingkrak seneng.
My God, please!!!!!
Jadi ingat dulu waktu di Australia zaman aku SMA. Kalo pada waktu itu cewek-cewek
seperti Emma ini pasti masuk club cheerleader. Cantik, modis, dikenal dan
populer. And usually they act like a total bitch. Stereotype dari film-film remaja
Hollywood yang kukira cuma hasil imajinasi saja. Tapi ternyata benar-benar ada didunia
ini.
Dulu aku juga nge-date dengan salah satu cewek cheer disana. Kimberly. Meski
aku bukan member dari club basket/baseball. Aku anggota club renang dengan prestasi
yang lumayan. Dan sepertinya itu cukup menarik perhatian karena Kim mendekatiku.
Aku sih sebenarnya tidak begitu peduli dengan diskriminasi disekolah. Tapi kalo
memang ada orang yang menganggapmu layak masuk gank elit, why should l deny it.
Besides,it was fun and l got a hot girlfriend.
Dan lucunya, disini hal zaman SMA ku itu terulang. Emma yang dulu mendekatiku.
Dan sepertinya dia cewek yang cukup dikenal, karena kulihat dia banyak menerima
perhatian cowok-cowok disekelilingnya.
Jadi kupikir, kenapa tidak?!
Dering ponsel menyadarkanku dari lamunan. "Yes?" jawabku.
"Zaki, Mommy minta laporan yg dia minta kamu kirim segera. Bisa kan?"
kata Lita asisten Mommy yang cekatan.
"Aku sedang kuliah. Nanti sore akan segera kukirim Lita!" jawabku
cepat dan menghela nafas.
"Ok! Akan kutunggu!" jawab Lita dan menutup telepon.
Aku menatap ponselku seakan-akan itu barang dari luar angkasa. Padahal hanya
berlangsung beberapa detik. Tapi itupun dia meminta asistennya! gerutuku dalam hati.
It's official.
Today's sucks! BIG TIME!!
Damn it!!!